Distribusi bahan pokok dihantui permasalahan transportasi
Permasalahan distribusi ini menyangkut jarak antar satu sentra distribusi yang cukup jauh satu dengan yang lainnya.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokti) Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tuti Prahastuti mengatakan, salah satu faktor utama hambatan distribusi bahan pokok dalam negeri merupakan transportasi. Permasalahan distribusi ini menyangkut jarak antar satu sentra distribusi yang cukup jauh satu dengan yang lainnya.
Meski moda transportasi distribusi yang dinilai paling efisien merupakan kapal laut, namun moda yang kerap digunakan hingga sekarang merupakan jalur darat dengan truk.
Sementara Ketua Bidang Litbang Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) Rizal E Halim menyayangkan penggunaan moda transportasi jalur darat yang dinilainya tidak efisien.
"Truk itu mahal, moda transportasi yang lebih efisien seperti kapal laut dan kereta tidak dimaksimalkan. Kalau bisa kereta kenapa harus truk? Padahal itu bisa menekan biaya distribusi," tutur Rizal di Kopi Politik, Jakarta, Jumat (19/10).
Selain itu, tidak semua moda transportasi truk dilengkapi dengan peralatan bantu seperti cold storage untuk menjaga kesegaran bahan pokok semacam cabai, bawang, dan daging.
"Misal ada yang butuh ayam di luar Jawa, dari sini dikirim pakai truk kan akan makan waktu yang cukup signifikan ya, kalau tidak ada cold storage apa tidak itu ayam hilang kesegarannya di jalan?" kata Tuti.
Kompleksitas distribusi ini, merupakan alasan besar di balik tingginya harga bahan pokok saat sampai di level pedagang akhir. Tentunya pedagang yang secara bisnis ingin mencari margin akan mencari barang yang murah, akibatnya pedagang lebih menggemari komoditas impor.
"Misalkan buah-buahan kenapa tidak ambil dari petani kita? Karena mahal sedangkan barang impor dari China lebih murah dibanding produksi sendiri, berat di biaya distribusi transportasi," jelas Rizal.
Di luar itu, bahan pokok memiliki sentra produksi yang terpencar-pencar dan kebanyakan berada di Pulau Jawa yang mengakibatkan adanya kendala transportasi untuk mengangkut ke luar Jawa. Tuti memberi contoh kenaikan harga cabai rawit merah di awal tahun yang diakibatkan karena sentra produksi berada jauh di Jawa Timur.
"Untuk menyebarkan dari sentra ke daerah lain butuh transport yang tidak murah," lanjutnya.
Dalam usahanya mengatasi hal ini, Kemendag meluncurkan Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) guna menyediakan informasi dan memonitor ketersediaan bahan pokok. Sistem ini diharapkan dapat mempermudah akses Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan sentra produksi masing-masing daerah.
"Bisa lihat misal ini lho produk cabai di daerah ini banyak dan yang kurang itu di daerah ini. Kalau kekurangan dia bisa tahu dan sebar ke sana segera," kata Tuti.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Mewujudkan e-commerce inklusif bagi penyandang disabilitas
Kamis, 30 Nov 2023 16:09 WIB
Potret kebijakan stunting dan pertaruhan Indonesia Emas 2045
Senin, 27 Nov 2023 16:01 WIB