sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

FBLP: Menaker Ida Fauziyah jangan terus ‘cuci tangan’

Menaker seolah ingin tampil agung sebagai “penengah” antara buruh dan pengusaha.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 08 Mei 2020 09:34 WIB
FBLP: Menaker Ida Fauziyah jangan terus ‘cuci tangan’

Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) menilai, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) memiliki kapabilitas rendah sebagai representasi negara dalam melindungi hak-hak buruh.

Ketua Umum FBLP Jumisih, memperingatkan agar Menaker Ida Fauziyah jangan terus ‘cuci tangan’ terkait hak buruh dengan memastikan THR dibayarkan pengusaha.

Di tengah buruknya situasi kehidupan buruh akibat pandemi coronavirus baru (Covid-19), Menaker Ida Fauziya memberi kelonggaran dalam pembayaran THR dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) No. M/6/HI.00.01/V/2020.

“Alih-alih menekan perusahaan, Menaker seolah ingin tampil agung sebagai “penengah” antara buruh dan pengusaha. Padahal, yang dilakukannya merupakan politik 'cuci tangan; yang dikemas dengan alasan pembenar, yaitu kedaruratan Covid-19,” ujar Jumisih dalam keterangan tertulis, Jumat (8/5).

Menurut Jumisih, semestinya buruh yang tidak menguasai sumber daya ekonomi yang perlu diprioritaskan. SE No. M/6/HI.00.01/V/2020 pada dasarnya bersifat imbauan bagi perusahaan untuk mengadakan perundingan sebelum merumahkan buruh. SE No. M/6/HI.00.01/V/2020 terbukti tidak efektif karena begitu banyak perusahaan malah melakukan PHK atau merumahkan pekerja tanpa perundingan mengenai pembayaran upah.

Namun, kata dia, Menaker Ida Fauziyah tidak melihat kenyataan bahwa kepemilikan sumber daya ekonomi saja tidak bisa diimbangi dengan imbauan tanpa ketegasan.

Ia pun mengingatkan, agar negara tidak mendiskriminasi buruh. Terlebih, buruh perempuan yang telah banyak menjadi korban dari dirumahkan selama pandemi Covid-19, tanpa perlindungan upah. Buruknya, penyaluran bantuan sosial karena data semrawut tidak juga membuat Menaker Ida Fauziyah bergeming. Padahal, negara telah jelas menganakemaskan perusahaan.

Jutaan buruh telah kehilangan penghasilannya yang pas-pasan. Dan, saat ini malah terancam tidak diberi hak atas THR dengan adanya SE No. M/6/HI.00.01/V/2020. Meski SE No. M/6/HI.00.01/V/2020 menyeimbangkan situasi perusahaan yang sedang sulit, tetapi kurang mempertimbangkan situasi sulit buruh dan posisi tawar buruh.

Sponsored

“Karena Surat Edaran ini mengeneralisir semua perusahaan seolah kemampuannya sama padahal situasi Covid ini juga tidak bisa serta merta disebuat force majeur atau keadaan memaksa (overmacht) karena harus dilihat kasus perkasus atas kemampuan dan kondisi setiap perusahaan,” ucapnya.

“Kami secara organisasional menolak SE No. M/6/HI.00.01/V/2020 tersebut, karena SE tersebut justeru memberi celah kepada pengusaha untuk menunda atau tidak membayar THR kepada buruh,”

Berita Lainnya
×
tekid