sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mengintip pilihan pengusaha di Pemilu 2019

Pelaku usaha menaruh harapan besar pada kedua calon presiden dalam pemilihan umum 2019, seperti perbaikan ekonomi dan kemudahan berusaha.

Mengintip pilihan pengusaha di Pemilu 2019

Kondisi makro ekonomi Indonesia belum juga cemerlang, dengan pertumbuhan ekonomi tidak menyentuh angka 6% sejak empat tahun belakangan. 

Hal serupa juga terjadi pada sektor industri dalam negeri. Sepanjang kuartal I-2019, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$193,4 juta. Defisit ini disebabkan impor yang lebih besar daripada ekspor.

Titik cerah datang dari dua kandidat calon presiden yang menjanjikan perubahan besar di sektor ekonomi. 

Pasangan calon presiden 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin, misalnya, menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7%. Ditambah lagi dengan segudang program lanjutan dari masa kepemimpinannya seperti menggenjot infrastruktur.

Sementara, penantangnya, paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memasang target pertumbuhan ekonomi 8%. Programnya pun cukup riil, yakni menghidupkan kembali ekonomi rakyat.

Sejumlah pelaku usaha tentu menaruh harap besar pada kedua capres tersebut. Terlepas dari siapapun pilihan mereka, yang terpenting investasi dalam negeri terus menggeliat. 

CEO PT Niramas Utama Adhi S. Lukman mengatakan perusahaan berharap dua hal dari pemimpin baru. Pertama, program berkelanjutan yang menjamin kepastian berusaha. Kedua, kebijakan yang mendukung hilirisasi industri.

“Kami tidak ingin program yang ada, diganti program lain dengan cepat. Kami ingin produk yang kami hasilkan bernilai tambah untuk ekspor," kata Adhi kepada Alinea.id di Serpong, Selasa (16/4).

Selain itu, kata Adhi, yang tidak kalah penting adalah sinkronisasi produk dari hulu ke hilir. Sebab, perusahaan produsen jelly dan nata de coco INACO ini sering menemukan banyak hambatan dalam siklus produksi.

"Seharusnya otoritas melindungi industri hilir dan memberikan fasilitas kepada industri hulu," ujar Adhi. 

Melihat program-program yang ditawarkan, baik oleh pasangan calon presiden 01 dan 02, Adhi mengakui lebih memilih kebijakan yang ditawarkan oleh calon presiden petahana Joko Widodo. Meskipun, dia mengakui calon presiden 02 Prabowo Subianto juga menjanjikan berbagai program yang menarik.

"Namun, dari incumbent, kami akui tidak semua program yang dijalankan sudah berhasil. Banyak hambatan pada pemerintahan saat ini seperti perang dagang dan sebagainya. Tapi kan ada tekad untuk terus memperbaiki," kata dia. 

Senada, Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Anne Patricia Sutanto berharap pemimpin baru bisa menjamin kepastian usaha atau investasi di Indonesia. Pasalnya, apabila iklim investasi tidak stabil, maka bukan hanya pengusaha yang dirugikan, namun juga masyarakat umum.

Di lain pihak, Komisaris Utama Bosowa Corporation Erwin Aksa mengatakan, selama ini pemerintah di bawah Jokowi tidak memberikan suatu sinyal yang baik kepada pelaku-pelaku usaha untuk berinvesatsi. 

"Investasi sekarang ini lebih diarahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja. Padahal, sebenarnya pihak swasta juga bisa dilibatkan. Saya kira ini adalah monopoli. BUMN main sendiri tanpa melibatkan swasta," ujar Erwin. 

Erwin juga mengatakan banyak pengusaha yang enggan berinvestasi di dalam negeri dan merasa kecewa, karena pemerintah kerap kali mengubah-ubah kebijakannya. 

Selain itu, Erwin juga tidak melihat adanya kebijakan baru yang diusung oleh calon petahana 01 mengenai konsep kebijakan ekonominya. Kebijakannya juga cenderung tidak tepat sasaran. 

Misalnya saja, lanjut Erwin, paslon 01 seringkali berbicara mengenai industri kreatif dan industri digital. Padahal kondisi saat ini, industri manufaktur sedang dalam keadaan tidak stabil. 

"Industri pabrik yang sebenarnya perlu ditingkatkan produktivitasnya, yang harus ditingkatkan investasinya," tuturnya.  

Erwin berharap pemerintah yang baru nantinya bisa memperbaiki iklim berusaha di dalam negeri. Sehingga, pelaku usaha bisa dipercaya dan bisa menjaga investasi dari dalam dan luar negeri. 

Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan deklarasi dukungan dari 10.000 pengusaha. Deklarasi Pengusaha Pekerja Pro Jokowi (KerJo) digelar di Istora Senayan Jakarta. / Antara Foto

Kondisi pasar

Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan pelaku pasar dan investor masih menunggu siapa yang akan terpilih menjadi presiden. Sebab, hal itu akan memengaruhi kebijakan ekonomi yang bakal dibuat pada masa pemerintahannya.

"Pelaku pasar memang wait and see, tapi menurut data kami sejak 2004 hingga terakhir pemilu, siapun pemenangnya indeks akan menguat," kata Nico kepada Alinea.id.

Lebih lanjut, Nico memprediksi, apabila Joko Widodo-Ma’ruf yang menang pada pilpres 2019, maka indeks akan menguat lebih banyak. Namun, apabila yang terpilih adalah Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, IHSG tetap naik namun terbatas.

"Jadi kami lihat, jika petahana yang terpilih kan kebijakan ekonomi, road map-nya itu sudah terlihat jelas dan hanya melanjutkan saja," kata Nico.

Nico juga memprediksi jelang pemilu ini indeks akan bergerak bervariasi. Di sisi lain, indeks yang melemah dapat dijadikan momentum yang cocok bagi investor untuk membeli saham-saham incarannya. 

"Sebetulnya bagi investor bingung mau beli saham apa, indeks yang turun ini sebetulnya waktu yang baik untuk melihat," ujar Nico.

Pilarmas Sekuritas memprediksi IHSG sampai akhir tahun berada pada level 6.750. “Namun harus tembus dulu ke level 6.550 dan bergerak secara konsisten," katanya.

Dihubungi terpisah, Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menargetkan IHSG pada tahun ini berada pada level 6.675.

Menurut Nafan, terciptanya stabilitas politik dan keamanan yang kondusif dalam pelaksanaan pemilu legislatif maupun eksekutif pada kuartal II-2019 akan memberikan kepastian bagi para pelaku pasar.

Sehingga, peran pemerintah dalam menjaga stabilitas fundamental makroekonomi domestik yang inklusif dan berkesinambungan dapat mendorong indeks saham menguat.

"Indonesia merupakan negara emerging market dalam kategori investment grade. jumlah sektor emiten masih berpotensi mencetak kinerja yang positif termasuk LQ45," ujar Nafan.

Namun, ada beberapa hal yang menjadi sentimen negatif bagi IHSG pada tahun ini. Salah satunya nilai tukar rupiah masih berpotensi bergerak fluktuatif. Kemudian, ancaman defisit neraca dagang masih terlihat akibat ketergantungan impor. Hal ini akan memperlebar curent account deficite (CAD) tanah air.

"Hingga menuju target ke level 6.675, IHSG akan bergerak flutuatif. Tergantung sentimen yang mempengaruhi pergerakan indeks," ujarnya.

Rekomendasi saham

Nafan merekomendasikan saham PT Astra International Tbk. (ASII) untuk jangka panjang dengan target price Rp7.975-Rp9.750.

Rekomendasi saham selanjutnya yakni PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM), dan PT United Tractors Tbk. (UNTR).

Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berbicara dalam acara silahturahmi Aliansi Pengusaha Nasional, di Djakarta Theater, Jakarta, Kamis (21/3). / Antara Foto

Pertumbuhan ekonomi

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho meragukan janji Prabowo-Sandiaga mengerek ekonomi 8% apalagi double digit. Menurut dia, faktor utama yang membuat Indonesia bakal kesulitan mengerek pertumbuhan ekonomi hingga double digit ialah karena lambatnya pertumbuhan industri manufaktur nonmigas dalam negeri.

"Industri manufaktur nonmigas kita masih tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi, ditambah bayang-bayang deindustrialisasi yang dini dan tercepat dibandingkan negara-negara sebaya di ASEAN," katanya.

Saat ini, Indonesia memang tengah mengalami deindustrialisasi tercepat yang penurunannya bahkan mencapai 7%. Padahal, jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti Malaysia dan Thailand, keduanya paling besar hanya turun sekitar 3%-4% per tahun.

Hal senada diungkapkan oleh pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal, menurutnya pertumbuhan double digit belum memungkinkan bagi Indonesia. Akan tetapi, dia memandang janji tersebut sebagai gimmick politik yang penting sebagai pendorong tercapainya target minimal 7% agar terlepas dari middle income trap.

"Saya rasa yang disampaikan pak Prabowo itu secara teknis sulit, tetapi secara gimmick politik itu menunjukkan arah ke depan yang positif, memang harus ada big push reformasi struktural untuk bisa membenahi pertumbuhan ekonomi kita," ujarnya.

Lebih lanjut, Fithra mengungkapkan syarat penting agar mampu mencapai target 8% pertumbuhan ekonomi tersebut yakni menggenjot kinerja ekspor.

"Kita harus meningkatkan ekspor minimal 12,9% untuk rata-rata pertahun dan dengan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) sebesar 5,12, baru bisa mencapai rata-rata 8% per tahun,” katanya.

Untuk mengungkit ekspor ini, salah satunya dengan menggiatkan sektor industri. Perlu ada prioritas ulang, agar infrastruktur yang sudah terbangun di era Jokowi bisa dimanfaatkan sedemikian rupa untuk membangkitkan industri, serta harus lebih banyak melibatkan swasta ke sana.

Berita Lainnya
×
tekid