sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat: Pemangkasan PPh badan harus bertahap

Direktur CITA Yustinus Prastowo menilai penurunan tarif PPh Badan tidak dapat diturunkan secara ekstrem. 

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Sabtu, 23 Mar 2019 18:29 WIB
Pengamat: Pemangkasan PPh badan harus bertahap

Dalam kampanye di hadapan pengusaha, calon presiden 01 Joko Widodo menjanjikan pemangkasan pajak penghasilan (PPh) untuk memudahkan bisnis di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai penurunan tarif PPh Badan tidak dapat diturunkan secara ekstrem. 

Menurut dia, PPh badan bisa diturunkan secara bertahap. Pertama, menurunkan dari 25% menjadi 22% untuk waktu dua tahun.  Kemudian, dievaluasi tren dan pengaruhnya ke penerimaan dan investasi. Jika positif maka dapat diturunkan selanjutnya ke 18%.

“Namun demikian, penurunan tarif harus dilakukan dengan revisi UU Pajak Penghasilan yang akan dibahas Pemerintah dan DPR,” kata Yustinus dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Sabtu (23/3). 


Yustinus juga menyoroti janji-janji kebijakan ini hanya sebagai respon politik dan bukan teknokratik. Menurut dia, pernyataannya Presiden Jokowi menyudutkan Kementerian Keuangan. 

“Akan lebih baik, jika dilakukan komunikasi, evaluasi, asesmen, dan monitoring terlebih dahulu untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan sedang dikerjakan," kata dia.

Menurut Yustinus, tarif PPh Badan di Indonesia juga bukan yang tertinggi di ASEAN. Tarif PPh Badan Indonesia saat ini 25%, sedangkan PPh Orang Pribadi tertinggi sebesar 30%. 

Secara rinci, PPh Badan di Filipina sebesar 30%, Myanmar 25%, Laos 24%, Malaysia 24%. Kemudian Thailand, Vietnam, dan Kamboja sebesar 20%. Serta Singapura sebesar 17%. 

Sponsored

Sementara untuk PPh Orang Pribadi tertinggi di ASEAN diduduki Vietnam, Thailand, dan Filipina yang mencapai 37%. Negara lain seperti Korea Selatan mencapai 42% untuk pengenaan tarif PPh Orang Pribadi. Selain itu, China, Afirka Selatan, Inggris sebesar 45%, Belanda 52%, Denmark 55,8%. Bahkan Jepang mencapai 56% dan Swedia 61,85%. 

Yustinus juga menilai, tarif PPh Orang Pribadi tidak perlu diturunkan, karena tarif di Indonesia sudah cukup rendah dibandingkan dengan negara lain. Saat ini, kata dia, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki tax bracket atau lapisan penghasilan yang dikenai tarif pajak progresif dan menambah lapisan tarif. 

"Ini supaya lebih adil dan mencerminkan ability to pay (yang mampu membayar lebih besar) untuk melindungi kelompok menengah ke bawah," ujarnya. 

Indonesia saat ini memiliki target bisa menaikan rasio pajak pada 2019 mencapai 12,2% terhadap PDB, lebih besar dari realisasi rasio pajak pada 2018 yang mencapai 11,5% terhadap PDB. 

Rencana penurunan tarif PPh Badan oleh Presiden Jokowi ini pun belum tentu akan bepengaruh terhadap kenaikan rasio pajak. 

"Belum terdapat bukti empirik yang kuat bahwa penurunan tarif PPh berkorelasi positif dengan kenaikan tax ratio. Indonesia sendiri pernah menurunkan tarif pajak tahun 2000 dan 2008, dan tidak diikuti peningkatan rasio pajak secara signifikan," tutur Yustinus. 

Berita Lainnya
×
tekid