sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

5 isu terkait China yang mendunia pada 2018

Mulai dari hilangnya aktris Fan Bingbing hingga penangkapan eksekutif Huawei, berikut lima isu terkait China yang menjadi sorotan global.

Valerie Dante
Valerie Dante Senin, 31 Des 2018 19:38 WIB
5 isu terkait China yang mendunia pada 2018

Sepanjang 2018, China terseret sejumlah isu panas yang mendunia. Tiba-tiba saja aktris Tiongkok yang telah berkarier di panggung internasional, Fan Bingbing, mendadak hilang. 

Selain itu, ilmuwan China He Jiankui menggegerkan publik dengan pengakuan bahwa dirinya telah menciptakan bayi hasil rekayasa genetika pertama di dunia. Ada pula rumah mode Dolce & Gabbana yang memicu amarah masyarakat Tiongkok.

Penangkapan Direktur Keuangan Global Huawei Sabrina Meng Wanzhou oleh Kanada pun kembali menempatkan China dalam sorotan. Yang tidak kalah disorot adalah perilaku pelecehan seksual yang terjadi di Tiongkok.

Berikut lima isu besar yang melibatkan China sepanjang 2018:

1. Hilangnya aktris top Fan Bingbing

Setelah menghilang selama tiga bulan, pada Oktober Fan Bingbing muncul dengan pernyataan mengejutkan yang dia unggah di media sosial Weibo.

Dalam pernyataannya, aktris dengan bayaran tertinggi di China ini meminta maaf kepada Partai Komunis dan para penggemarnya karena telah melakukan penggelapan pajak

"Bisa dikatakan bahwa setiap pencapaian yang saya buat tidak dapat dipisahkan dari dukungan negara dan rakyat. Tanpa kebijakan yang baik dari Partai Komunis dan negara, tanpa cinta dan perhatian rakyat, tidak akan ada Fan Bingbing," tulis Fan di akun Weibo miliknya pada 3 Oktober.

Sponsored

Fan Bingbing menuturkan bahwa dia akan menerima hukuman yang telah dijatuhkan padanya oleh otoritas pajak. Akibat perbuatannya, Fan Bingbing harus membayar denda sebesar US$128 juta.

South China Morning Post melaporkan bahwa Fan Bingbing telah dibebaskan dari tempat penahanan rahasianya di sebuah "resor" dua pekan sebelum dia mengunggah pernyataannya. Disebutkan, Fan Bingbing yang muncul sebagai Blink di 'X-Men: Days of Future Past' telah kembali ke Beijing setelah otoritas pajak menyelesaikan penyelidikan mereka.

Isu hilangnya aktris berusia 37 tahun ini bermula pada Mei 2018, ketika pembawa acara televisi Cui Yongyuan mengunggah foto dari dua kontrak untuk salah satu film baru yang akan dibintangi Fan Bingbing. Satu kontrak mencatat upah sebesar US$1,6 juta yang harus dilaporkan kepada otoritas pajak, namun kontrak kedua malah menulis upah yang sesungguhnya dia terima yakni US$7,8 juta atau dengan kata lain Fan Bingbing diduga telah melakukan penggelapan pajak.

Setelah penahanan Fan Bingbing, pemerintah China meluncurkan tindakan keras bagi selebritas dan atlet yang menghindar bayar pajak.

2. Rekayasa gen bayi

Ilmuwan China He Jiankui menggemparkan dunia ketika dia mengklaim telah menciptakan bayi hasil rekayasa genetika pertama di dunia. Mantan peneliti di Southern University of Science and Technology di Shenzhen ini pun dijuluki "Frankenstein dari China".

Klaim He Jiankui belum terkonfirmasi. Namun, jika benar merupakan pelanggaran terhadap peraturan ketat terkait pemanfaatan rekayasa genetika pada manusia. Para ahli khawatir modifikasi gen pada embrio dapat membahayakan, bukan hanya bagi bayi tersebut, melainkan juga bagi generasi berikutnya yang mewarisi perubahan genetika serupa.

Pada November, He Jiankui merilis video di YouTube di mana dia mengklaim bahwa timnya berhasil menciptakan bayi kembar perempuan setelah memodifikasi gennya agar tidak terinfeksi virus HIV.

Dia melakukan eksperimen terhadap tujuh pasangan suami dan istri yang mengalami kesulitan untuk hamil secara alamiah. Semua laki-laki yang ikut dalam eksperimen tersebut menderita AIDS. Dari ketujuh pasangan, hanya embrio dari satu pasangan yang berhasil dikembangkan sampai dilahirkan.

Klaimnya ini menuai kritik terkait etika dan transparansi pekerjaannya, keperluan medis dari percobaan ini, dan tanggung jawab sang ilmuwan atas kehidupan anak-anak hasil eksperimen rekayasa genetika.

Beberapa hari setelahnya, He Jiankui berbicara di International Summit on Human Genome Editing di Hong Kong dan menyampaikan permintaan maafnya karena telah menimbulkan kontroversi akibat klaimnya. Lebih lanjut dia menerangkan bahwa pasangan yang mengambil bagian dalam eksperimennya telah memberikan persetujuan mereka.

Meski diserang kritik, He Jiankui menegaskan bahwa dia bangga akan capaiannya.

"Pertama, saya meminta maaf bahwa hasil ini bocor secara tidak terduga, menampilkannya ke masyarakat sebelum disajikan di tempat ilmiah dan tanpa peninjauan dari sesama ilmuwan yang terlibat dalam konferensi ini," ungkap He Jiankui saat berbicara dalam konferensi pada 28 November.

He Jiankui dikecam oleh komunitas ilmiah dan pejabat kesehatan China yang mengeluh karena mereka, beserta dengan universitas tempat He bekerja, sama-sama tidak diberi informasi atau pemberitahuan terkait eksperimen tersebut. 

Kementerian Sains dan Teknologi meluncurkan penyelidikan atas kasus ini dan memerintahkan He Jiankui untuk tidak melakukan penelitian lanjutan.

Pakar internasional menggambarkan klaim He Jiankui sebagai sesuatu yang "tidak terduga dan sangat menggelisahkan" dan meminta penelitian independen untuk memverifikasi kebenarannya.

3. Dolce & Gabbana minta maaf pada warga China

Pada November, China menjadi buah bibir warganet akibat kontroversi yang melibatkan Dolce & Gabbana. Lewat iklannya, rumah mode Italia ini dituding bersikap rasial.

Kontroversi bermula setelah Dolce & Gabbana mengunggah klip pendek di Instagram. Klip itu menunjukkan seorang wanita memakan piza, spageti, dan cannoli dengan sumpit.

Publik menilai video tersebut tidak peka terhadap budaya.

Ketegangan meningkat setelah screenshot percakapan seorang pengguna Instagram dengan Stefano Gabbana beredar di media sosial. Dalam obrolan tersebut, Gabbana terlihat menggunakan lima emoji kotoran untuk mendeskripsikan China dan menghina negara itu beserta orang-orangnya.

Perusahaan secara resmi mengklarifikasi berita ini dengan mengatakan bahwa akun Instagram pribadi Gabbana telah diretas.

Setelahnya, Dolce & Gabbana mengeluarkan permintaan maaf kepada "China dan seluruh warganya" melalui video yang mereka unggah ke YouTube dan Weibo. 

Meskipun telah meminta maaf sebelumnya, produk rumah mode Italia itu telah menghilang dari beberapa platform e-commerce China.

Seorang juru bicara raksasa ritel Suning.com mengatakan bahwa mereka telah menghapus semua produk Dolce & Gabbana setelah insiden itu.

Produk-produk Dolce & Gabbana juga tidak bisa ditemukan di beberapa ritel lainnya, yakni Taobao dan JD.com. Kedua perusahaan tersebut tidak memberi tanggapan lebih lanjut.

Warganet China tidak yakin dengan permintaan maaf Dolce dan Gabbana tersebut. Dalam waktu tiga jam setelah diunggah, video tersebut telah menuai lebih dari 100 ribu komentar.

"Mereka membungkukkan kepala mereka yang berharga kepada renminbi (yuan)," tulis seorang pengguna Weibo

4. Penangkapan Sabrina Meng Wanzhou

Direktur Keuangan Global Huawei Sabrina Meng Wanzhou ditangkap di Vancouver, Kanada, pada 1 Desember atas permintaan Amerika Serikat. Meng  Wanzhou dituduh melanggar sanksi perdagangan Amerika Serikat terhadap Iran.

Beijing segera meluncurkan protes diplomatik serta menutut klarifikasi penahanan dari AS dan Kanada.

Meng Wanzhou, yang juga merupakan putri pendiri raksasa telekomunikasi Ren Zhengfei kemudian dibebaskan dengan jaminan US$7,5 juta. Meski demikian, dia belum sepenuhnya bisa lega karena masih menanti sidang ekstradisi.

Penangkapan ini semakin memanaskan hubungan antara Beijing dan Washington, mengingat terjadi ketika China dan AS terbelit dalam perang dagang. 

Presiden Donald Trump menyatakan bahwa dia dapat campur tangan dalam kasus ini jika itu dapat membantu mengamankan kesepakatan jangka panjang dengan China.

Setelah dibebaskan, Meng Wanzhou menulis di platform media sosial WeChat dan mengatakan, "Saya bangga dengan Huawei, saya bangga dengan negara saya. Terima kasih kepada semua orang yang peduli dengan situasi saya."

Sembilan hari setelah penangkapannya, China menahan dua warga negara Kanada, menuduh mereka melakukan kegiatan "yang membahayakan keamanan nasional China". 

Michael Kovrig, seorang mantan diplomat Kanada yang kini menjabat sebagai analis untuk International Crisis Group  (ICG) adalah warga Kanada pertama yang ditangkap pasca-penahanan Meng Wanzhou.

Setelah itu China juga menahan Michael Spavor, pengusaha yang bermarkas di kota Dandong, China. Spavor mengelola Paektu Cultural Exchange, yang memfasilitasi pertukaran olahraga, budaya, bisnis, dan pariwisata dengan Korea Utara.

Negeri Tirai Bambu tidak menyatakan penangkapan Kovrig dan Spavor sebagai pembalasan atas penangkapan Meng Wanzhou.

Warga Kanada ketiga yakni Sarah McIver kemudian ditahan di China. Namun Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan kasus McIver tidak ada hubungannya dengan penahanan Kovrig dan Spavor.

Beijing menerangkan bahwa McIver yang berprofesi sebagai guru, diberikan "hukuman administratif" karena bekerja secara ilegal di China.

5. Gerakan #MeToo

Gerakan #MeToo terus membuat kesan signifikan di China pada 2018, terutama terhadap akademisi di berbagai universitas China dan sejumlah pria yang duduk di posisi tinggi.

Sepanjang 2018, tagar #MeToo telah menjadi viral akibat banyaknya kasus pelecehan seksual yang terungkap dan para korban yang memilih untuk bersuara. Dilansir dari situs resmi #MeToo, gerakan ini menggarisbawahi dampak kekerasan seksual dan berusaha memberantasnya di seluruh dunia.

Pada Agustus, CEO JD.com Richard Liu ditangkap di AS atas tuduhan pemerkosaan. Tetapi pada Jumat pekan lalu, para jaksa penuntut di Minnesota mengumumkan bahwa mereka membatalkan kasus ini atas dasar kurangnya bukti.

Meski pun ada gerakan sosial ini, perempuan di China dinilai menghadapi banyak hambatan seperti lambannya respons pihak kepolisian dan sistem hukum yang tidak dapat menangani klaim mereka dengan baik. Ditambah lagi ada sejumlah halangan seperti sikap negara yang menindak keras aktivisme sosial serta tekanan besar yang kaum perempuan dapatkan dari masyarakat dan pihak keluarga.

Huang Xueqin, seorang jurnalis, aktivis, dan penyintas kekerasan seksual dari Guangzhou melakukan survei terkait pelecehan seksual di tempat kerja. Dia menemukan bahwa lebih dari 80% dari 400 jurnalis perempuan yang mengikuti surveinya telah mengalami berbagai jenis pelecehan seksual di tempat kerja.

Walau pun gerakan ini ingin meminta pertanggungjawaban pelaku pelecehan, beberapa pria China yang dituduh sebagai pelaku malah tidak segan untuk memprotes tuduhan yang dijatuhkan kepada mereka.

Salah satunya adalah kasus yang melibatkan seorang eksekutif senior di organisasi konservasi satwa liar WWF China. Zhou Fei yang diklaim melecehkan seorang mantan karyawan balik menuntut wanita yang menuduhnya.

Kejadian serupa berulang ketika bintang televisi Zhu Jun juga menuntut mantan karyawan magang yang menuduhnya melakukan pelecehan seksual. Zhu mengatakan tuduhan itu telah merusak reputasi dan kondisi mentalnya. Pada Juli, mantan karyawan magang itu menuduh Zhu telah meraba-raba dan menciumnya dengan paksa. (South China Morning Post)

Berita Lainnya
×
tekid