sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia rilis buku yang soroti masa kepemimpinan di DK PBB

Buku tersebut bertajuk "Presidensi Indonesia pada DK PBB Mei 2019".

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 16 Agst 2019 18:41 WIB
Indonesia rilis buku yang soroti masa kepemimpinan di DK PBB

Pada Jumat (16/8), Kementerian Luar Negeri RI meluncurkan buku bertajuk "Presidensi Indonesia pada DK PBB Mei 2019" yang menyoroti masa kepemimpinan Indonesia di DK PBB pada Mei 2019.

"Kepresidenan Indonesia di DK PBB merupakan perwujudan kepemimpinan Indonesia pada tingkat internasional," sebut Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu RI Febrian Ruddyard dalam acara peluncuran buku di Kemlu RI, Jakarta.

Febrian menyatakan bahwa kepemimpinan Indonesia di DK PBB juga dapat dipandang sebagai kontribusi Indonesia dalam memperbaiki tata kerja badan PBB tersebut.

"Sebagai anggota tidak tetap (elected 10/E10) DK PBB, Indonesia mencoba memberikan kontribusi yang membawa perubahan baik," lanjut dia.

Dia menegaskan, kepemimpinan Indonesia merupakan contoh keberhasilan negara E10 untuk membantu memegang kunci perdamaian internasional.

Febrian memaparkan bahwa dalam masa kepresidenannya, Indonesia berhasil menyelenggarakan 46 kegiatan yang menghasilkan 11 dokumen. Selama Mei 2019, Indonesia mengusung "Menabur Benih Perdamaian" sebagai tema utama kepresidenannya.

"Saya berharap buku ini dapat menjadi acuan sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah bagi publik dan semua pemangku kepentingan," kata Febrian.

Dia menyatakan, buku tersebut merupakan bentuk pengabadian warisan Indonesia selama menjadi presiden DK PBB.

Sponsored

"Tujuannya untuk proses belajar Indonesia juga, jadi kita bisa lihat apa yang sudah pernah dilakukan dan produk yang dihasilkan, untuk kemudian menjadi perbandingan dalam masa presidensi kita selanjutnya," lanjut dia.

Peran E10

Usai peluncuran buku, acara dilanjutkan dengan diskusi publik "Peran Anggota Tidak Tetap DK PBB: Pembelajaran dari Presidensi Indonesia". Diskusi tersebut membahas peran besar E10 dalam menjaga persatuan DK PBB.

"Tantangan yang dihadapi E10 memang beragam. Namun, hal tersebut tidak seharusnya menghalangi E10 untuk membangun visi bersama," kata Febrian.

Febrian menilai, ada perpecahan yang semakin terasa di antara anggota tetap DK PBB (permanent five/P5) yakni China, Rusia, Inggris, Prancis dan Amerika Serikat. Menurutnya, perpecahan tersebut justru dapat dimanfaatkan oleh E10 untuk lebih tegas dan inovatif dalam menempa persatuan di DK PBB.

"Kekompakan antaranggota E10 kini berbeda, kami lebih terkoneksi dan lebih sering berkoordinasi. Situasi DK PBB menciptakan peran yang lebih signifikan untuk E10," jelasnya.

Senada dengan Febrian, Duta Besar Belgia untuk Indonesia Stephane de Loecker juga berpendapat bahwa E10 memegang peran signifikan untuk mendorong persatuan yang semakin pudar di DK PBB.

"Sekarang peran E10 berubah secara dramatis, jauh lebih hadir dan menunjang kredibilitas DK PBB," jelas de Loecker, yang negaranya juga merupakan salah satu dari E10.

Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Afrika Selatan untuk Indonesia Hilton Fisher menyatakan bahwa selain mendorong persatuan dan kerja sama, E10 perlu mendiskusikan mengenai kesinambungan kerja.

"Bagi saya ini adalah tantangan bagi E10 yang memang bukan anggota permanen. Bagaimana mereka dapat melanjutkan pembahasan dan mencari solusi yang akan terus berjalan di luar periode dua tahun kerja mereka di DK PBB?," kata Fisher.

Febrian menyampaikan bahwa Indonesia, yang masih memiliki waktu 16 bulan sebagai anggota DK PBB, ingin mempertahankan dan meningkatkan peran E10 serta membangun mekanisme kerja yang efektif.

Berita Lainnya
×
tekid