sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sempat ditahan, CEO Rappler akhirnya bebas dengan jaminan

CEO Rappler Maria Ressa ditangkap pada Rabu (13/2) atas tuduhan pencemaran nama baik di dunia maya.

Valerie Dante
Valerie Dante Kamis, 14 Feb 2019 17:59 WIB
Sempat ditahan, CEO Rappler akhirnya bebas dengan jaminan

Maria Ressa, jurnalis dan CEO Rappler yang vokal mengkritik Presiden Filipina Rodrigo Duterte, bebas dengan jaminan setelah ditangkap pada Rabu (13/2).

Ressa ditangkap di markas Rappler oleh empat petugas keamanan dan dibawa ke Biro Investigasi Nasional (NBI), di mana dia ditahan atas tuduhan pencemaran nama baik di dunia maya.

Tuduhan itu, yang menurut Ressa memiliki motivasi politik, berkaitan dengan sebuah laporan yang diterbitkan pada 2012 tentang relasi korup seorang pengusaha Filipina dengan seorang hakim pengadilan tingkat tinggi.

Namun, Ressa mengatakan bahwa penangkapannya adalah bagian dari usaha pemerintah Filipina untuk mengintimidasi dan melecehkan media.

Bahkan hukum yang digunakan untuk menjerat Ressa dan Rappler, baru diberlakukan empat bulan setelah artikel itu diterbitkan.

Ressa, peraih Time Magazine Person of the Year 2018, membayar uang jaminan sebesar US$5.000 pada Kamis (14/2) pagi dan dibebaskan dari penjara.

"Ini adalah keenam kalinya saya membayar jaminan dan saya akan membayar lebih banyak jaminan daripada penjahat yang dihukum," tutur Ressa kepada wartawan ketika meninggalkan pengadilan.

"Saya terkejut, sulit dipercaya ini bisa terjadi dalam demokrasi. Tetapi saya sedang memprosesnya dan mencoba mencari tahu apakah mereka mencoba mengirim pesan kepada saya," ungkapnya. "Pesan yang ingin mereka sampaikan sangat jelas, ini adalah penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan yang menggunakan hukum sebagai senjata. Tetapi jika mereka ingin menakuti saya, ini bukan caranya."

Sponsored

Ressa menekankan bahwa kasus pencemaran nama baik di dunia maya didasarkan pada artikelnya yang diterbitkan tujuh tahun lalu, dan awalnya NBI membatalkan kasus itu.

"Lalu seminggu kemudian, kasus itu secara ajaib muncul kembali. Jelas ini bermotivasi politik, saya tidak tahu mengapa pemerintah takut akan kebenaran," kata dia.

Penangkapan Ressa memicu protes global dari sesama jurnalis, menteri pemerintahan, hingga aktivis hak asasi manusia.

Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland menyatakan keprihatinannya atas penangkapan Ressa.

"Pers bebas adalah fondasi demokrasi. Kanada mengulangi seruannya agar proses yang adil harus dihormati dan agar jurnalis bebas dari pelecehan dan intimidasi," tegas Freeland melalui Twitter.

Senator Amerika Serikat Brian Schatz juga mengecam penangkapan sang jurnalis atas apa yang disebutnya sebagai tuduhan palsu.

"Daripada berusaha membungkam wartawan yang secara akurat melaporkan berita, pemerintah Filipina harus fokus melindungi demokrasi dan membela konstitusi negara, termasuk komitmennya terhadap pers yang bebas," ujar Schatz.

Senator dari Partai Buruh Australia, Penny Wong, mengatakan partainya prihatin atas penahanan Ressa.

"Kebebasan berekspresi dan kebebasan pers adalah nilai-nilai demokrasi yang penting," lanjutnya.

Jurnalis kawakan, Christine Amanpour, menyerukan agar Duterte segera membebaskan Ressa. "Anda tahu pemerintah sudah putus asa ketika mereka menangkap seorang wartawan."

Pernyataan Amanpour digaungkan oleh jurnalis senior Peter Greste, yang juga salah satu pendiri Alliance for Journalist.

"Maria adalah salah satu jurnalis yang paling lurus, paling berani, dan paling profesional yang saya kenal ... suaranya tidak seharusnya dibungkam," ungkap Gretse. 

Sumber : The Guardian

Berita Lainnya
×
tekid