close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi monyet marmosa. Alinea.id via Canva
icon caption
Ilustrasi monyet marmosa. Alinea.id via Canva
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 12 Agustus 2025 19:00

Para monyet pun bisa kecanduan layar ponsel...

Sangat mungkin orang-orang scrolling di layar ponsel tanpa niat khusus.
swipe

Manusia bukan satu-satunya makhluk yang bisa terjebak menghabiskan banyak waktu menatap layar. Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa common marmoset—monyet kecil asal Amerika Selatan—bisa belajar mengetuk video di tablet hanya untuk memperbesar gambar dan mendengar suara celotehan. 

Studi bertajuk "Tablet screen-touch behavior with audiovisual stimulus consequences in the common marmoset" itu digarap peneliti Jepang K. Ando bersama sejumlah rekannya dan sudah dipublikasikan di International Journal of Comparative Psychology, belum lama ini. 

Dalam studi itu, para peneliti menempatkan tablet di tiap kandang marmoset, berisi sembilan video kecil tanpa suara tentang primata lain. Saat seekor marmoset mengetuk salah satu video, video tersebut membesar dan memutar suara celotehan. 

Tidak ada makanan, camilan, atau hadiah lain seperti yang biasa dipakai sebagai imbalan. Hanya dalam beberapa minggu, sebagian besar marmoset sudah rutin mengetuk layar untuk scrolling atau bergeser ke video lainnya. 

"Setelah dua bulan sesi pelatihan berulang (10 menit per hari, 2 atau 3 hari/minggu), delapan dari sepuluh marmoset berhasil membentuk perilaku menyentuh layar," tulis Ando cs. 

Bahkan ketika “hadiah” suara dihilangkan, beberapa ekor monyet marmoset tetap mengetuk layar. Ini menunjukkan bahwa interaksi itu sendiri—dan perubahan visual di layar—cukup untuk membuat mereka terus melakukannya.

"Temuan ini menunjukkan bahwa perilaku menyentuh layar—sebuah perilaku baru yang dipelajari pada primata non-manusia—dapat menjadi perilaku operan dengan konsekuensi respons audiovisual," jelas para peneliti.  

Psikolog dari dan pendiri Marston Psychological Services di Pittsburgh, Amerika Serikat, Daniel Marston mengatakan studi yang dilakoni Ando dan kawan-kawan bisa dipakai untuk menjelaskan kenapa manusia saat ini juga kecanduan layar ponsel. 

Dulu, menurut Marston, keluhan soal waktu layar (screen time) kebanyakan ditujukan pada anak-anak dan remaja. Sekarang, semua umur kena. Istilah “kecanduan layar” saja sudah menunjukkan betapa umum masalah ini.

"Fenomena ini persis seperti kebiasaan manusia di depan layar. Kita terpicu oleh notifikasi, infinite scroll, dan perubahan tampilan layar—meski tidak selalu mendapatkan sesuatu yang berarti," kata Marston seperti dikutip dari Psychology Today, Selasa (12/8). 

Konten yang lewat di ponsel, menurut Maston, sering kali hanya potongan singkat atau klip cepat yang nilainya tidak bertahan lama. Bahkan berita yang kita konsumsi lewat ponsel sering tipis isinya. Seseorang bisa saja menghabiskan satu jam menggulir judul berita dan opini, tapi informasi yang mereka serap lebih sedikit daripada duduk 30 menit menonton berita lokal atau nasional.

Secara psikologis, situasi itu mirip dengan kecanduan: melakukan sesuatu karena terasa menyenangkan atau memuaskan saat itu juga, meski tidak memberi manfaat nyata. Kadang malah merugikan karena waktu di layar menggantikan waktu bersama orang di sekitar kita.

"Siapa pun pasti pernah melihat pemandangan ini di restoran: dua orang duduk berhadapan, tapi masing-masing menatap ponsel. Di momen itu, layar terasa lebih penting daripada lawan bicara di depan mata," kata dia. 

Lantas kenapa studi marmoset itu penting? Menurut Marston, hasil riset Ando dan kawan-kawan menunjukkan bahwa daya tarik layar mungkin bukan pada kontennya, melainkan pada interaksi dan perubahan konstan di layar. Inilah alasan mengapa mengganti aplikasi biasanya tidak menghilangkan kebiasaan.

"Orang menghapus satu aplikasi, lalu menggantinya dengan aplikasi lain yang cara kerjanya sama. Kontennya berubah, tapi kebiasaan tetap ada. Kalau penguat (reinforcement) datang dari sekadar perubahan visual, langkah awalnya adalah menyadari hal itu," jelas dia. 

Studi marmoset, lanjut Marston, mengingatkan bahwa daya tarik layar bukanlah hal unik manusia. Otak kita, seperti halnya hewan lain, bisa terjebak hanya karena sesuatu di depan mata terus berubah. 

"Lain kali saat Anda sadar sudah lama scrolling, berhenti sejenak dan tanya: “Aku dapat apa dari ini atau cuma terjebak karena layarnya berubah-ubah?” Jika jawabannya yang kedua, taruh ponsel dan lihat sekeliling. Dunia nyata di depan Anda tidak akan hilang hanya karena Anda berkedip," tuturnya.

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan