Perilaku stalking di media sosial, gangguan jiwa?
Stalking adalah perilaku mencari informasi, sesuai kebutuhan dengan memanfaatkan apa yang telah ada di depan mata.

Bukan gangguan
Psikolog klinis Melly Puspita Sari menilai, kegiatan stalking yang sering dilakukan anak muda saat ini merupakan hal yang wajar sejak ada media sosial. Menurutnya, stalking adalah perilaku mencari informasi, sesuai kebutuhan dengan memanfaatkan apa yang telah ada di depan mata.
“Media sosial itu ibaratnya seperti alun-alun sekarang. Kita berteriak di tengah alun-alun, semua orang bisa mendengar. Yang perlu diwaspadai, akan ada orang yang berperilaku tidak baik kepada kita di media sosial,” kata Melly saat dihubungi, Rabu (30/1).
Untuk mendiagnosis stalking sebagai gangguan, Melly mengatakan, harus ada dasar gangguan klinisnya. Ada banyak faktor dan alat ukur yang mesti digunakan untuk mendiagnosis apakah perilaku stalking sudah masuk ke dalam tahap gangguan.
Stalking, lanjut Melly, akan menjadi sebuah gangguan jika pelaku telah menunjukkan gejala perilaku yang berbeda, atau pelaku stalking terlihat paranoid.
Sementara, korban stalking sendiri bisa merasakan hal-hal seperti ketidaknyamanan, cemas, dan terganggu dengan aksi stalker. Bila sudah demikian, Melly mengatakan, hal itu bisa didiskusikan dengan psikolog.
“Kalau korbannya enggak berani ngomong ke pelaku, misalnya ‘stop stalking saya’, itu bisa diubah dengan perilaku asertif. Perilaku asertif itu nantinya memunculkan perilaku baru untuk membuat keputusan yang bisa membantu korban,” kata Melly.
Melly mengatakan, pelaku stalking bisa diajak bicara untuk menghentikan perbuatannya.
“Tapi usahakan didampingi juga oleh orang lain, bertemunya bertiga agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Kalau konteksnya pelaku stalking adalah mantan pacar, jangan ajak pacar baru, nanti bisa ribut,” ujar Melly.
Mengatasi stalker
Untuk menghindari stalker, Melly menyarankan agar tak membagikan lokasi kita berada di media sosial. “Saya tak sarankan di media sosial untuk berbagi lokasi demi keamanan,” katanya.
Di sisi lain, dalam tulisannya berjudul “Stop the trolls: How to prevent cyber stalking happening to you?” yang terbit pada 12 September 2012 di The Conversation, Lektor Kepala Universitas Melbourne, Australia, Rosemary Purcell menyebut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi stalker di media sosial.
Pertama kali yang bisa dilakukan, menurut Purcell, yakni meningkatkan kewaspadaan tentang aturan privasi di media sosial.
“Seringkali, ini bukan proses yang cepat. Ambil contoh di Facebook, kita harus mencentang ratusan kombinasi pengaturan privasi,” tulis Purcell.
Lalu, hal kedua yang bisa dilakukan, yakni menonaktifkan setting lokasi di telepon pintar. Ketiga, tulis Purcell, bisa menahan keinginan untuk terus menerus check-in (update status di media sosial), karena hal ini bisa memberikan petunjuk pada kebiasaan sehari-hari kita. Langkah selanjutnya, lakukan menelusuran nama sendiri di mesin pencarian Google.
“Jika menemukan informasi yang menurut Anda privat terpublikasi, kontak admin website tersebut, dan mintalah mereka untuk menghapus detail tersebut,” kata Purcell.
Hal terakhir yang mesti dilakukan, tulis Purcell, meminta teman, keluarga, atau kenalan untuk tidak mempublikasikan informasi apapun yang menurut kita itu personal dan privat.
“Termasuk detail kontak Anda atau foto,” tulis Purcell.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Buntut panjang peretasan bank syariah terbesar
Minggu, 28 Mei 2023 06:30 WIB
Seberapa sakti nomor urut caleg di Pemilu 2024?
Jumat, 26 Mei 2023 15:05 WIB