sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Subarudi

Hukuman bagi penulis KTI di BRIN: Sebuah ironi dan irasionalitas 

Subarudi Rabu, 24 Jan 2024 17:45 WIB

Kaitannya antara pelanggaran etika dengan banyaknya penulis pada sebuah KTI

Berdasarkan penjelasan di atas, sebenarnya tidak ada kaitannya langsung atau tidak langsung antara penulisan jurnal dengan jumlah penulis yang banyak dengan pelanggaran etika yang dilakukan para penulis tersebut. Hasil pencermatan yang saksama dan detail terhadap SK Kepala BRIN No.198/2023 menunjukkan, bahwa tidak ada diatur sama sekali soal pelanggaran etika dalam penulisan KTI di jurnal-jurnal internasional tersebut.

Pada dasarnya, pemberian sanksi etika oleh salah satu manajemen BRIN dapat dikatkan telah melebihi kewenangan dari kewenangan Kepala BRIN sendiri yang telah menetapkan Surat Keputusan (SK) Kepala BRIN No: 198/2023 yang didalam SK tersebut tidak ada aturan tertulis yang mencantuman batasan jumlah penulis dalam sebuah KTI.

Seharusnya, manajemen BRIN berbangga hati karena ini baru pertama kali sejak Indonesia Merdeka seratusan penulis (semuanya (100%) Warga Negara Indonesia) menulis KTI di Jurnal Internasional Terindeks Bereputasi Tinggi (Q1) dan para penulis KTI tersebut bukannya mendapat penghargaan, tetapi sebaliknya malah diberikan hukuman dan sanksi etika terhadap para penulisnya.

Hasil pengecekan jumlah sitasi dari KTI tersebut oleh Scopus ternyata cukup tinggi juga, yaitu sekitar 45 sitasi. Dengan demikian, tidak ada argumentasi yang valid dan benar untuk memberikan sanksi etika terhadap seratus penulis tersebut.

Jadi tuduhan “pelanggaran etika” sebenarnya sebuah kamuflase semata karena dengan terbitnya KTI tersebut ternyata tidak ada satupun institusi yang dirugikan. Hal yang ditakutkannya adalah persoalan kekhawatiran atau ketakutan dari manajemen BRIN atas pencapaian target jumlah KTI yang sudah direncanakan tidak tercapai, sehingga pengenaan sanksi terhadap penulis yang banyak pada satu KTI berkaitan erat dengan dampaknya kepada kinerja di sebuah institusi di BRIN.

Sebagai contoh, jika 120 penulis menerbitkan sebuah jurnal. Maka jumlah artikel yang sudah dipublikasikan di suatu institusi BRIN akan sangat berkurang jauh. Misalnya, jika diasumsikan ada pembatasan penulisan satu artikel itu boleh dituliskan oleh lima penulis, berarti institusi tersebut seharusnya memiliki KTI pada jurnal berstatus Q1 sebanyak 24 KTI, seandainya penulisnya 120 orang.

Namun kenyataan, institusi tersebut hanya bisa mengeklaim 1 KTI karena para penulisnya (120 orang) berasal dari satu institusinya, maka institusi tersebut kehilangan sebanyak 23 KTI dan secara statistik itu kehilangan jumlah jurnal itu sangat signifikan. 

Sponsored

Seandainya soal kehilangan jumlah KTI tersebut disampaikan kepada penulisnya, kemungkinan besar akan mudah mengerti dan difahami daripada alasan kamuflase yang diberikan sebagai pelanggaran etika. Ketika ditanyakan kepada manajemen BRIN terkait pelanggaran etika yang mana dan pasal berapa dari aturan tertulis yang mana? Manajemen BRIN tidak dapat menjawab dan membuktikan tuduhan pelanggaran etika tersebut.

Seharusnya, pimpinan institusi tersebut harus menyampaikannya secara jujur dan transparan bahwa pelarangan KTI tersebut disebabkan akan berdampak pada kinerja institusi yang dipimpinnya dan diberi peringatan untuk selanjutnya penulisan KTI dengan penulis yang banyak tidak boleh diulangi lagi. Tetapi ironis dan miris sekali, pimpinan institusi tersebut lebih senang menggunakan pendekatan “kekuasaan” terhadap para penelitinya dengan begitu mudah menjatuhkan sanksi etika terhadap para penulisnya daripada pendekatan “komunikasi dua arah” antara seorang atasan dan bawahannya.

Berita Lainnya
×
tekid