sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kepala Riset KKP bagikan kiat menulis siaran pers bagi humas pemerintah

Bahan dan informasi dari pemerintah untuk media massa tidaklah asal-asalan. Apalagi rumit, tebal, susah dimengerti.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Rabu, 05 Jan 2022 10:56 WIB
Kepala Riset KKP bagikan kiat menulis siaran pers bagi humas pemerintah

Pemerintah sebagai pelayan masyarakat menjalankan berbagai program, yang kegiatannya tentu membawa manfaat bagi masyarakat banyak. Hal tersebut perlu disebarluaskan kepada khalayak luas, salah satunya yaitu melalui media massa, baik itu media massa cetak, elektronik, dan terlebih media online yang saat ini semakin canggih teknologinya di era digital dalam menyampaikan informasi secara cepat kepada publik.

Beberapa waktu yang lalu, pemerintah sudah menerbitkan Undang-undang No. 14 tahun 2008 terkait dengan keterbukaan informasi publik. Artinya semua informasi, apalagi khususnya pemerintah, semakin minimal yang dirahasiakan, tapi semakin banyak yang harus disampaikan kepada publik, sehingga publik semakin mengetahui dan memahami apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat.

"Karena itu, BRSDMKP (Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan) menyadari betul bahwa media massa merupakan salah satu mitra penting bagi pemerintah untuk menyebarluaskan program dan kerjanya kepada masyarakat. Di sisi lain, media massa juga membutuhkan informasi dari pemerintah yang penting dan menarik untuk dijadikan peran pemerintahan yang disampaikan kepada audiensnya," kata pelaksana tugas Kepala BRSDMKP, Kusdiantoro dalam sebuah webinar.

Dikatakannya, bahan dan informasi dari pemerintah untuk media massa tidaklah yang berbentuk sembarangan atau asal-asalan. Apalagi rumit, tebal, susah dimengerti, dan sebagainya. Melainkan salah satunya dapat berupa siaran pers yang sangat penting keberadaannya pada Humas pemerintah.

"Tulisan siaran pers harus dibuat menarik, akurat, singkat, padat, jelas, dan memiliki nilai berita seperti penting, aktual, dan sebagainya," ujarnya.

Menurut Kusdiantoro, berbicara terkait dengan menulis, bahwasanya menulis itu bukan hanya karena suatu bakat. Tapi juga harus ada kemauan. Jadi itu ada dua kombinasi untuk menjadi seorang penulis yang hebat, termasuk menulis siaran pers.

"Pertama, memang memiliki bakat. Kedua, harus memiliki kemampuan. Orang yang hanya memiliki bakat ibarat pisau yang tidak pernah diasah, yang pada akhirnya tumpul. Tapi orang yang tidak memiliki bakat, tapi memiliki kemampuan, ibarat lempeng besi atau lempeng baja, yang dengan ketekunannya, dengan keuletan, dengan kemampuannya yang terus-menerus membaca dan meng-update informasi, dengan mengikuti banyak pelatihan, maka lempeng baja itu akan berbentuk seperti pisau yang tajam. Mungkin nanti pada akhirnya akan lebih hebat daripada orang yang memiliki bakat," tambahnya.

Kusdiantoro menguraikan bahwa bagi yang punya bakat, tetap harus dilatih. Kalau tidak dilatih, maka akan tumpul. Kalau tumpul berarti tidak bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Sponsored

"Sebaliknya orang yang tidak memiliki bakat, jangan putus asa, karena untuk menjadi seorang penulis juga butuh ketekunan. Butuh keterampilan, butuh semangat, butuh pembelajaran, dan lainnya. Pada hakikatnya, kombinasi antara bakat dan kemauan serta ketekunan itu pada akhirnya akan menjadi seorang penulis hebat. Orang yang tidak memiliki bakat juga tetap harus bersemangat untuk terus melatih diri sendiri, sehingga bisa juga menjadi penulis yang hebat," sambungnya.

Disebutkan bahwa Humas tidak boleh berbohong dalam menulis siaran pers. Akan tetapi, juga tidak perlu menyampaikan keseluruhan informasi yang dimiliki. Karena menulis siaran pers bukan membuat suatu laporan pada kegiatan perkantoran. Humas harus dapat memilah dan memilih, karena ada informasi yang perlu disampaikan kepada publik dan ada juga informasi yang tidak perlu disampaikan. Apalagi bila membawa dampak negatif bagi institusinya.

Karena itu sangat penting bagi Humas pemerintah, termasuk BRSDMKP, untuk memiliki kemampuan yang baik dalam menulis siaran pers dengan kriteria-kriteria yang sudah disampaikan dengan jelas. Menulis siaran pers bukan hanya tugas Humas pemerintah, khususnya di Sekretariat, tapi menjadi tugas semua, khususnya para Satuan Kerja.

"Jadi punya PIC (Person in Charge) yang menangani Kehumasan, karena dia yang berinteraksi secara langsung dengan masyarakat setempat maupun media massa yang ada di lokasi tersebut, sehingga kemampuan menulis tidak mesti harus dari Sekretariat. Tapi semuanya harus memiliki kemampuan yang sama. Punya kemampuan untuk bagaimana mengabadikan, bagaimana mengangkat suatu momentum, bagaimana menarasikan suatu kegiatan untuk bisa disampaikan kepada publik," katanya.

Itu artinya setiap UPT (Unit Pelaksana Teknis) harus memimilik personel yang memang cakap untuk bisa menyampaikan apa yang dikerjakan, termasuk capaian institusinya, kepada masyarakat, termasuk kepada media massa. Sehingga apa yang dikerjakan bisa diketahui secara luas.

Kusdiantoro menyarankan beberapa tips dalam menulis sebuah siaran pers. Mungkin sederhana, katanya, sering didengar, tapi tidak pernah dilatih. "Ini pengalaman saya ketika sering menulis siaran pers sekitar 10-12 tahun yang lalu," ungkapnya.

Hendaknya siaran pers itu ditulis dengan gaya penulisan berita. Jangan seperti laporan. Jadi harus membuat siaran pers, yang gaya penulisannya berbentuk tulisan berita. Selain itu, buatlah siaran pers seperti piramida terbalik. Karena orang membaca pertama itu dari judulnya, kalau judul membuat dia tertarik pasti akan melanjutkannya. Kalau judul menarik, pasti berlanjut ke paragraf pertama. Setelah paragraf pertama juga menarik, kemudian menuju ke paragraf berikutnya.

"Kalau saya lebih cenderung, enam suku kata itu sudah cukup, atau mungkin semakin singkat maka semakin bagus. Jadi tidak lebih dari sepuluh suku kata," katanya sambil memberi kiat agar membuat tulisan siaran pers itu seperti pemberitaan dengan piramida terbalik. Itu yang sangat vital, antara judul dan paragraf pertama.

Kedua, janganlah membuat siaran pers itu terlalu panjang. Karena alokasi waktu jurnalis di media massa juga sangat terbatas. Kalau tulisan menarik, pasti jurnalis akan mencari informasi selengkap mungkin. Siaran pers itu seperti penggugah, jadi yang disampaikan ialah apa yang dikerjakan sehingga itu menarik. Jadi buatlah siaran pers itu seringkas mungkin. Kalau bisa satu halaman akan lebih baik. Juga secara cepat jurnalis akan melihat apakah siaran pers itu menarik untuk dimuat atau tidak. Tapi kalau terlalu panjang, percuma waktu habis menulisnya, juga belum tentu jurnalis akan menulis ulang semua apa yang dikisahkan.

Ketiga, harus langsung ke intinya (to the point). Bisa menggambarkan secara menyeluruh apa yang diinginkan dari siaran pers tersebut. Keempat, harus memenuhi unsur 5W1H, kalau bisa 5W1H itu sudah tergambar di paragraf pertama. Nanti kalau sudah tergambar di sana, akan lebih dalam lagi di paragraf-paragraf berikutnya. Rumus 5W1H itu standar minimal yang harus dipenuhi. Diharapkan para pengelola Humas harus memastikan unsur "What" ada di mana, "Where"-nya di mana, "Who"-nya siapa, sampai pada "How"-nya seperti apa.

"Kelima, biasanya siaran pers itu dilengkapi dengan contact person. Sehingga kalau ada media massa yang mau mendalami siaran pers tersebut, dia akan bisa berhubungan secara langsung. Apalagi kalau misalnya personel Humasnya adalah orang baru. Jadi kalau Humas tidak bisa menjawab, kemudian baru beralih ke pejabatnya," pungkas Kusdiantoro.

Berita Lainnya
×
tekid