sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Singapura mengesahkan undang-undang yang melarang konten medsos 'berbahaya'

Aturan itu memperketat regulasi medsos di negara kota itu.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Rabu, 16 Nov 2022 18:32 WIB
Singapura mengesahkan undang-undang yang melarang konten medsos 'berbahaya'

Singapura meloloskan undang-undang pada Rabu (9/11) yang memberdayakan pihak berwenang untuk memerintahkan platform media sosial Facebook, TikTok, dan lainnya untuk menghapus "konten mengerikan" yang mempromosikan tindakan menyakiti diri sendiri, eksploitasi seksual, terorisme, atau kebencian.

Aturan itu memperketat regulasi medsos di negara kota itu, di mana kelompok-kelompok hak asasi manusia menuding pemerintah menggunakan undang-undang untuk membungkam kebebasan berekspresi.

Perusahaan media sosial menghadapi denda hingga US$715.000 jika mereka gagal mematuhinya.

Singapura mengeluarkan undang-undang yang melarang kebohongan online pada tahun 2019, yang menurut pemerintah ditujukan untuk memerangi disinformasi tetapi dikritik oleh aktivis politik dan raksasa teknologi sebagai pembatasan.

Undang-undang baru memberdayakan regulator Infocomm Media Development Authority (IMDA) untuk mengeluarkan perintah ke platform, yang juga termasuk Instagram dan YouTube, untuk menghapus konten yang dianggap "membahayakan".

Ini mencakup konten yang menganjurkan terorisme, bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, kekerasan, eksploitasi seksual anak, dan segala sesuatu yang cenderung merusak kerukunan ras dan agama.

Selain denda, IMDA juga bisa memerintahkan penyedia layanan internet untuk memblokir akses pengguna di Singapura.

Perusahaan medsos tidak bereaksi langsung.

Sponsored

Menteri Komunikasi dan Informasi Josephine Teo mengatakan kepada parlemen bahwa undang-undang baru tersebut bertujuan untuk mengisi kekosongan yang tidak ditangani oleh undang-undang lain.

Dia mengutip kasus seorang gadis berusia 14 tahun di Inggris yang bunuh diri setelah terpapar postingan semacam itu.

"Ada juga laporan kematian pengguna yang tidak disengaja saat mencoba meniru video aksi fisik yang mustahil," kata Teo.

Pengguna sekarang lebih cenderung melihat konten berbahaya seperti itu di umpan medsos yang "didorong melalui algoritme" dan menjadi viral dalam beberapa menit, katanya.

"Kita harus memiliki kemampuan untuk menangani konten online berbahaya yang dapat diakses oleh pengguna Singapura, di mana pun konten tersebut dihosting atau dimulai," kata Teo.(news.rthk.hk)

Berita Lainnya
×
tekid