sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Aktivis perempuan minta DPR serius bahas RUU PKS

DPR RI diminta tidak mengundur pembahasan RUU PKS.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 27 Agst 2019 17:59 WIB
Aktivis perempuan minta DPR serius bahas RUU PKS

Sejumlah aktivis perempuan mendesak DPR RI untuk serius membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Pengesahan RUU tersebut dinilai sudah sangat dibutuhkan sebagai payung hukum terhadap berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.

Dewan pengarah nasional Forum Pengada Layanan (FPL) Yustina Fendrita mengatakan, keseriusan tersebut tidak tampak saat DPR membahas RUU tersebut pada Senin (26/8). Hal ini lantaran rapat pertama pembahasan RUU tersebut hanya dihadiri tiga orang anggota panitia kerja (panja), dua dari fraksi PKS sementara satu lainnya berasal dari PKB.

"Padahal jumlah panitia kerja ada 26 orang, namun yang hadir kemarin hanya tiga orang, itu pun hanya dari dua fraksi," kata Yustina Fendrita di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Selasa (27/8).

Padahal dari pemetaan yang dia lakukan sejak RUU ini bergulir pada 2016, RUU ini mendapat banyak dukungan seperti dari fraksi Golkar, NasDem, PKB, Gerindra, dan Demokrat. Menurutnya, hanya PAN dan PKS yang tidak memberi dukungan terhadap aturan ini.

Menurutnya, kondisi ini juga menunjukkan DPR tidak peka terhadap kebutuhan perempuan korban kekerasan seksual untuk segera mendapatkan perlindungan, pelayanan, dan jaminan hukum.

"Karena itu Forum Pengada Layanan mewakili suara korban ingin mendesak kepada DPR agar pembahasan ini, mohon untuk tidak di undur-undur dan secara konsisten semua anggota panja itu dengan serius bisa menghadiri dan juga bisa membahas RUU PKS ini, sehingga pada periode 2019 dapat segera di sahkan," ujarnya.

Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Ratna Batara Munti mengatakan, RUU PKS ini merupakan regulasi inisiatif DPR. Karena itu, para anggota dewan sudah semestinya memberikan komitmen untuk menghadiri dan membahasa rancangan aturan tersebut.

"Karena sifatnya inisiatif DPR, artinya itu milik mereka. Boleh saja usulan awal dari lembaga lain, dalam hal ini Komnas Perempuan bersama dengan FPL, tetapi itu sudah melalui pembahasan di balai pembahasan di setiap fraksi. Sehingga itu sudah resmi menjadi inisiatif dan komitmen DPR. Itu saja mereka tidak mau hadir di sidang pertama, yang itu sudah kita tunggu selama 2 tahun," katanya. 

Sponsored

Ratna juga menyayangkan pimpinan rapat yang tidak mengizinkan masyarakat sipil untuk menyaksikan pembahasan RUU tersebut. Menurutnya, pelarangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap UU Pembentukan Perundang-undangan, yang menyatakan setiap proses pembahasan RUU harus melibatkan partisipasi publik.

"Apalagi sebuah RUU PKS benar-benar untuk kepentingan korban, kepentingan publik, dan RUU ini satu-satunya RUU yang benar-benar memberikan pengaturan dari hulu ke hilir secara komprehensif," katanya.

Namun pembahasan RUU ini tampaknya akan kembali molor, karena muncul wacana pembahasannya dihentikan hingga pembahasan RUU KUHP rampung. Hal ini lantaran RUU PKS harus menginduk pada pasal-pasal RKUHP.

Berita Lainnya
×
tekid