sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

GSBI: Beberapa PP tidak berpihak kepada buruh

GSBI secara serentak melakukan aksi nasional di beberapa wilayah.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Rabu, 20 Nov 2019 13:30 WIB
GSBI: Beberapa PP tidak berpihak kepada buruh

Sekitar 150 buruh dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyambangi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Gatot Subroto, Jakarta Selatan, hari ini.

GSBI menilai kebijakan pengupahan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2015 adalah salah satu regulasi yang tidak berpihak kepada kaum buruh.

“Janji-janji politik Jokowi untuk menyejahterakan kaum buruh dan rakyat hanyalah omong kosong dan pencitraan politik semata," ucap Ketua Umum GSBI, Rudi HB Daman dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Jakarta, Rabu (20/11).

Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) No.75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan juga dinilai sebagai beleid yang merugikan buruh.

Melalui kebijakan itu, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar dua kali lipat dari iuran sebelumnya, yakni kelas I menjadi Rp160.000 dari sebelumnya Rp81.000. Kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp52.000 dan kelas III menjadi Rp42.000 dari sebelumnya Rp25.500.

"Kenaikan ini tentu sangat memberatkan, padahal upah minimum hanya naik sebesar 8,51%. Bagi buruh yang memiliki tanggungan 3-4 anggota keluarga, harus mengeluarkan uang sekurangnya Rp440.000,00 setiap bulan untuk kepesertaan kelas dua," kata dia.

Sebagai bentuk respons atas situasi tersebut, pada 20 November 2019, GSBI secara serentak melakukan aksi nasional di beberapa wilayah, yaitu Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Papua Barat. 

Sekretaris Jendral (Sekjen) DPP GSBI Emelia Yanti Siahaan mengatakan, buruh meminta pemerintah mencabut penetapan kawasan industri dan perusahaan sebagai objek vital nasional yang didasari Keputusan Presiden (Keppres) No.63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional.

Sponsored

Keppres 63/2004 itu merupakan beleid yang digunakan untuk menekan gerakan buruh, khususnya di kawasan dan perusahaan yang ditetapkan sebagai objek vital nasional.

"Peraturan ini sangat merugikan buruh dan menghilangkan hak demokratis buruh untuk berorganisasi, berkumpul, dan menyampaikan pendapat," ucap Yanti kepada wartawan saat ditemui di kerumunan massa aksi.

Berdasarkan Keppres 63/2004, buruh tidak boleh melakukan aksi atau mogok kerja di perusahaan atau kawasan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional. Apabila nekat, akan segera dibubarkan.

"Kalau di dalam Keputusan Presiden tentang Pengamanan Objek Vital Nasional ini kan dibilang peringatan. Kalau peringatan sudah dan aksi tetap berlangsung, bisa dibubarkan secara paksa. Kalau pembubaran paksa tetap enggak membuat aksi buruh berhenti aksi, maka semua buruh bisa ditangkap," terang dia.

Berita Lainnya
×
tekid