sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICJR minta RUU narkotika harus ubah golongan I

Masalah utama kebijakan Narkotika membawa dampak overcrowding.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Sabtu, 02 Apr 2022 13:53 WIB
ICJR minta RUU narkotika harus ubah golongan I

Institut Criminal for Justice Reform (ICJR) meminta pemerintah untuk melakukan perubahan tentang larangan narkotika golongan I, yaitu ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium. Sebab, golongan tersebut dipandang perlu untuk kesehatan.

Manager Program ICJR, Maidina Rahmawati mengatakan, tidak ada aturan jelas mengenai batasan negara untuk memasukkan suatu zat ke dalam golongan tertentu. Sehingga, ketentuan mengenai perlunya Peraturan Pemerintah soal ini harus dimunculkan dalam revisi Undang-Undang Narkotika.

“Sayang, pemerintah tak menjangkau hal ini,” kaya Maidina dalam keterangan, Sabtu (2/4).

Maidina menyampaikan, pengaturan Zat Psikotropika Baru (ZPB) dalam Pasal 148A RUU Narkotika usulan pemerintah, diperkenalkan pasal yang dapat mengkriminalisasi perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Zat Psikoaktif Baru. Perbuatan itu berbuahkan ancaman pidana dari dua hingga 10 tahun. 

Menurutnya, hal ini bertentangan dengan asas legalitas karena orang dapat dipidana atas kepemilikan suatu zat yang belum ditentukan sebagai Narkotika. Sehingga, orang dikriminalisasi atas ketentuan yang belum diatur.

“Hal ini bertentangan dengan asas legalitas yang paling dasar dalam hukum pidana, sesuai dengan asas dalam Pasal 1 KUHP. Sungguh memprihatinkan,” ujar Maidina.

Sampai saat ini, pengaturan tentang Zat Psikoaktif Baru dalam Undnag-Undang Narkotika harusnya hanya menjangkau sampai aspek ZPB ini ditentukan sebagai Narkotika. Namun, tidak untuk pelarangan kepemilikan dan penguasaan. 

Hal ini, kata Maidina, dapat diatur jika pemerintah membentuk peraturan pemerintah soal tata cara penggolongan Narkotika. Sehingga, yang perlu dikedepankan adalah perbaikan tata kelola Narkotika yang tepat dengan berdasarkan penghormatan HAM, kesehatan masyarakat dan pengurangan dampak buruk.

Sponsored

“Memang masalah utama kebijakan Narkotika membawa dampak overcrowding, namun solusinya bukan dengan rehabilitasi berbasis hukuman,” ucap Maidina.

Maidina memandang perlu pendekatan dalam reformasi kebijakan Narkotika mesti sejalan dengan konstitusi negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, kesehatan publik dan pengurangan dampak buruk, serta sama sekali tidak dengan pendekatan hukuman yang bersifat punitif.

Menurutnya, pemerintah telah tepat melihat masalah utama kebijakan karena memberi dampak pada overcrowding rutan dan lapas. Namun, pemerintah lantas memberikan solusi dengan rehabilitasi proses hukum yang mana merupakan rehabilitasi berbasis hukuman.

“Penggunaan Narkotika harusnya didekriminaliasi, tidak semua membutuhkan rehabilitasi. Negara-negara yang berhasil mereformasi kebijakan narkotikanya tidak menghadirkan rehabilitasi wajib. Namun mengedepankan penilaian derajat keparahan yang bersifat komprehensif pada domain kesehatan, sosial, ekonomi untuk menentukan intervensi yang tepat,” tuturnya.

Ia meminta pemerintah untuk memperbaiki kontradiksi pasal-pasal Undang-Undang Narkotika antara Pasal 111 tentang Penguasaan Narkotika Golongan I jenis tanaman, Pasal 112, Pasal 117 dan Pasal 122 tentang Penguasaan Narkotika, Pasal 114, Pasal 119, Pasal 124 tentang membeli Narkotika, dengan Pasal 127 tentang penyalahgunaan Narkotika. Apalagi, pemerintah menyatakan tidak akan mengirimkan pengguna narkotika ke penjara.

“Ketentuan pidana harusnya diubah dan ancaman pidana penjara minimum khusus dan pidana mati harus dihapuskan,” ujarnya.

Berita Lainnya
×
tekid