ICW desak KPK perhatikan kesaksian sidang Pinangki
Langkah itu penting untuk mendalami potensi keterlibatan pihak lain.

Indonesia Corruption Watch mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi memerhatikan pengakuan saksi dalam perkara Pinangki Sirna Malasari. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat langkah itu penting untuk mendalami potensi keterlibatan pihak lain.
Pinangki merupakan jaksa yang terseret dalam kasus fatwa Mahkamah Agung. Ia didakwa menerima uang US$500.000 sebagai uang muka atas perjanjian total fee US$1.000.000 dari terpidana hak tagih Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.
"Misalnya saja, KPK dapat memulai dengan pengakuan dari saksi Rahmat yang menyebutkan Pinangki sempat mengatakan bahwa atasannya sudah mengkondisikan perkara ini," ujarnya secara tertulis, Selasa (10/11).
Senin (9/11), Rahmat bersaksi dalam kasus tersebut. Dia merupakan pengusaha dan pengurus Koperasi Nusantara. Rahmat disebut sebagai perantara pertemuan antara Joko dengan Pinangki pada November 2019 di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.
Ketika pertemuan terbongkar, Rahmat dimintai keterangan oleh penyidik Jaksa Agung Muda bidang Pengawas Kejaksaan Agung. Namun, dia mengaku sebelumnya telah diarahkan Pinangki agar mengatakan pertemuan di Malaysia untuk kepentingan bisnis.
Rahmat menyanggupi dan memberikan keterangan sesuai permintaan Pinangki. Ia merasa sesuai fakta karena sejak awal mau bisnis CCTV dan robotic di Kejagung pada 2019, tetapi belakangan gagal. Namun, Rahmat heran lantaran Pinangki menyebut pembangkit listrik tenaga uap.
Adapun Rahmat menuruti arahan terdakwa Pinangki lantaran yang bersangkutan menyebut perkara tersebut sudah dikondisikan oleh atasan. Hanya saja, Rahmat tidak tahu siapa yang dimaksud Pinangki.
"Bu Pinangki bilang ini sudah dikondisikan di atas, tetapi (saya) enggak tahu atasannya siapa," ujar Rahmat dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, kemarin (9/11).
Berdasarkan kesaksian Rahmat, Kurnia mengatakan KPK perlu menindaklanjuti siapa atasan yang dimaksud. Pertanyaan lain, imbuhnya, apakah atasan itu berasal dari institusi yang sama di tempat Pinangki bekerja atau tidak.
"Maka dari itu, ICW beranggapan KPK harus segera bertindak dengan menerbitkan surat perintah penyelidikan terhadap perkara ini. Sebab, ICW meyakini masih banyak peran dari pihak-pihak lain yang belum terungkap secara terang benderang," jelasnya.
Pada perkaranya, Pinangki dijerat tiga dakwaan. Pertama, Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Kedua, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Terakhir, Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 88 KUHP subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Darurat sampah saset: Produk murah dengan konsekuensi mahal
Minggu, 29 Jan 2023 08:28 WIB
Urgensi UU PPRT di tengah sengsara pekerja rumah tangga
Sabtu, 28 Jan 2023 15:40 WIB