sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPU tampik disebut inkonsisten

Tak hanya KPU, Bareskrim juga memeriksa Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan, ahli, pihak berperkara, dan pihak lain terkait kasus PSI. 

Robi Ardianto
Robi Ardianto Sabtu, 02 Jun 2018 13:03 WIB
KPU tampik disebut inkonsisten

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikap inkonsisten dalam memberikan keterangan kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, terkait dugaan pelanggaraan kampanye Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Sikap KPU itu kemudian berdampak pada dihentikannya penyidikan kasus iklan PSI yang diduga merupakan kampanye di luar jadwal oleh Bareskrim. Bawaslu menyebut KPU sebelumnya menyatakan iklan PSI dalam Koran Jawa Pos edisi 23 April 2018, sebagai kampanye di luar jadwal. Namun saat di Bareskrim, KPU justru menyampaikan kalau PSI tidak bisa dikategorikan melakukan kampanye di luar jadwal. Penyebabnya, peraturan KPU tentang Kampanye saat ini belum disahkan, sehingga jadwal itu belum ditetapkan.

"Tidak mungkin kepolisian berani menghentikan kasus dugaan pelanggaraan kampanye yang dilakukan PSI, jika KPU memberikan keterangan yang sama saat masih diproses di Bawaslu," ujar Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo. 

Tak terima tudingan Bawaslu, anggota KPU Wahyu Setiawan menegaskan hanya memberikan keterangan saat diperiksa Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan Bareskrim. Dia menyebut, pemeriksaan itu menanyakan terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang kampanye 2019.  

"Saya jawab belum ada. Padahal dalam PKPU tersebut diatur jadwal, metode dan materi kampanye. Aturan yang ada hanya UU yang bersifat umum," kata Wahyu kepada Alinea.

Apalagi, imbuhnya, KPU bukan satu-satu-satunya institusi yang memberikan keterangan terkait kasus ini. Gakkumdu dan Bareskrim juga memeriksa Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan, ahli, pihak berperkara, dan pihak lain. 

"Semua pendapat tersebut, disimpulkan oleh Gakkumdu," terang Wahyu.

Sementara itu, peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menilai penghentian kasus PSI tidak masuk akal. Menurut dia, pelanggaran iklan PSI disebut dalam ketentuan kampanye yang sudah jelas termaktub di UU Pemilu. 

Sponsored

"Keterangan yang dilakukan KPU hanya menjadi salah satu alat bukti saja. Sementara itu, ada alat bukti lainnya yang lebih kuat," ujar Fadli.

Penghentian kasus PSI ini disebut akan memberikan preseden buruk terhadap penanganan pelanggaran Pemilu. Padahal, saat ini banyak praktik pelanggaran kampanye yang dilakukan di luar jadwal.

"Bareskrim harus menjelaskan kepada publik terkait penghentian penyelidikan atas kasus PSI," ujar dia.

Berita Lainnya
×
tekid