Pemerintah memutuskan mengeluarkan abu batu bara dari limbah bahan berbahaya beracun (B3). Aturan ini turunan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Jawa Tengah (Jateng), Fahmi Bastian menyebut, limbah batubara fly ash dan bottom ash (FABA) telah mencemari lingkungan di sekitar pemukiman warga (100-200 meter dari penampungan FABA. Udara hingga air sumur pun terkontaminasi.
Imbasnya, sebanyak 15 anak-anak di Jateng telah mengidap bronkitis (peradangan yang terjadi pada saluran utama pernapasan). Bahkan, tercatat seorang warga berusia 25 tahun meninggal dunia pada 2010. Juga seorang warga berusia 39 tahun meninggal dunia pada 2019.
"Masyarakat gatal-gatal di sekitar penampungan FABA itu, karena airnya masuk ke sumur-sumur warga yang digunakan untuk mandi dan cuci," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Minggu (14/3).
Banyaknya laporan kasus kesehatan warga terganggu menyebabkan kolam FABA dikosongkan oleh pihak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). "Kalau FABA itu dikeluarkan dari limbah B3 ya terima kasih kepada pemerintah telah meracuni rakyat kembali," ujar Fahmi.
Minggu depan, kata dia, banyak warga sekitar bekas penampungan FABA di Cilacap tadi akan melakukan aksi penolakan.
"PLTU ini tidak mampu mengelola itu (limbah batu bara FABA), sampai dibuang ke Jawa Barat (Jabar). Jabaranya, di mana juga tidak tahu. Kami ikutin sampai di daerah perbatasan Cilacap, Jabar untuk truk pengangkut ini. Dan truk pengangkut ini hanya ditutupin terpal.
"Jadi, truk ini tidak pake angkutan yang memang secara aturan aman. Nah, di Cilacap, apalagi di Jateng, Jepara itu juga sama konteksnya," tambah Fahmi.