sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bawaslu terkendala UU Pemilu 

Bawaslu kesulitan menindak kelompok masyarakat atau individu yang menggelar kampanye hitam.

Robi Ardianto Ayu mumpuni
Robi Ardianto | Ayu mumpuni Rabu, 06 Mar 2019 00:02 WIB
Bawaslu terkendala UU Pemilu 

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin mengaku pihaknya kesulitan menindak kampanye hitam yang dilakukan kelompok masyarakat atau individual. Menurut Afif, kewenangan Bawaslu dibatasi oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu (UU Pemilu). 

"Kami tidak bisa menindak jika kampanye tidak dilakukan tim kampanye. Kalau kampanye dilakukan oleh tim kampanye, maka enak jalur pidananya," kata Afif di Hotel Harris Vertue, Jakarta Pusat, Selasa (5/3).

Di pasal 280 UU Pemilu disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Artinya, hanya pelaksana, peserta dan tim kampanye yang bisa diawasi Bawaslu. 

"Tetapi, kalau tidak (kampanye hitam dilakukan tim kampanye atau peserta pemilu) kan menggunakan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)," jelas dia. 

Sebelumnya, beredar sebuah video yang menunjukkan seorang ibu beratribut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengampanyekan penolakan terhadap Jokowi-Ma'ruf di sebuah rumah warga di Makassar, Sulawesi Selatan. 

Di video itu, sang ibu mewanti-wanti kepada penghuni rumah untuk tidak memilih Jokowi-Ma'ruf jika tidak ingin pelajaran agama dihapus dari kurikulum sekolah dan pondok-pondok pesantren diubah menjadi sekolah umum.

Beberapa waktu lalu, video bermuatan kampanye hitam juga beredar memojokkan petahana. Di video itu, terlihat tiga ibu-ibu di Cikarang, Jawa Barat, mewanti-wanti 'Indonesia bakal tanpa suara azan' jika Jokowi kembali berkuasa. 

Afif menegaskan, penindakan terhadap jenis 'kejahatan pemilu' semacam itu diserahkan kepada pihak kepolisian. Di sisi lain, Bawaslu fokus memaksimalkan upaya-upaya pencegahan. 

Sponsored

"Kami tidak kurang-kurang mendeklarasikan tolak kampanye bohong, tolak kampanye identitas dan lain-lain. Jadi, kami saat ini seperti dalam posisi tertuduh dan tidak bisa melakukan apapun," katanya.

Namun demikian, Afif mengatakan, pencegahan pun bakal sulit mengurangi kampanye hitam jika para peserta pemilu tak punya keadaban dalam berpolitik. "Kalau para pesertanya cara pikirnya sudah culas, ya repot," kata dia. 

Akal sehat

Terpisah, Direktur Megawati Institute Arief Budimanta mengatakan masyarakat harus menggunakan nalar dan akal sehat untuk menghadapi situasi politik yang penuh dengan kebohongan dan fitnah pada Pemilu 2019. 

Publik, kata Arief, harus berpegang pada fakta dan realita. "Harusnya kalau kita punya keluhuran budi, tidak ada kebencian terhadap paslon manapun. Nalar dan keluhuran budi ini harus dijadikan landasan dalam kita berdemokrasi," ujarnya. 

Arief mengatakan penyelenggaraan pemilu merupakan cerminan tingkat demokrasi suatu negara. Sebagai instrumen demokrasi pancasila, menurut Arief, pemilu seharusnya tetap memperkuat persatuan Indonesia.

Dosen filsafat UI Donny Gahral Adian meminta masyarakat menilai calon pemimpin dari cara mereka berkampanye. Menurut dia, model kampanye bisa menjadi acuan untuk membedakan antara calon pemimpin yang punya akal sehat dan yang menghalalkan segala cara untuk berkuasa. 

"Kalau seorang ingin mendapatkan kekuasaan dengan hoaks, fitnah, dan menggunakan sentimen agama, pasti bukan cara-cara dengan akal sehat," ujarnya. 

Berita Lainnya
×
tekid