sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Diskualifikasi Prabowo-Gibran tak mustahil

MK pernah mengeluarkan putusan membatalkan pencalonan kandidat yang memenangi pilkada.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 27 Mar 2024 12:25 WIB
Diskualifikasi Prabowo-Gibran tak mustahil

Hasil Pilpres 2024 yang memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi diperkarakan oleh kubu pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) ke Mahkamah Kontitusi (MK). Kedua kubu kompak meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran.

Usa mendaftarkan gugatan di Gedung MK, Jakarta, Sabtu (23/3) lalu, Ketua Tim Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis mengatakan pencalonan Prabowo-Gibran harus dibatalkan karena bermasalah secara etika dan hukum. 

Indikasi pelanggaran, menurut Todung, gamblang terlihat dalam putusan Majelis Kehormatan MK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ia pun meminta MK membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI nomor 360/2014 yang berisi penetapan hasil pemilu secara nasional. 

”Karena ada diskualifikasi, kami juga meminta pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS di Indonesia. Jadi, bukan di satu tempat atau beberapa tempat. Di sini, MK akan diuji apakah akan bertahan sebagai Mahkamah Konstitusi atau kepanjangan tangan kekuasaan,” ujar Todung kepada pewarta. 

Oktober lalu, MK merilis putusan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu. Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah. 

Putusan itu membuka jalan bagi Gibran untuk maju jadi pendamping Prabowo di Pilpres 2024. Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun dan berstatus sebagai Wali Kota Surakarta. Anwar ialah besan Presiden Joko Widodo (Jokowi) alias paman Gibran. 

Dibentuk tak lama setelah polemik itu menyeruak, Majelis Kehormatan MK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie menemukan cacat etik yang serius dalam penyusunan putusan nomor 90. Semua hakim MK divonis bersalah lantaran melanggar etik. Anwar dicopot sebagai Ketua MK dan diturunkan statusnya jadi sekadar hakim nonpalu. 

Pelanggaran etika juga ditemukan DKPP dalam keputusan KPU menerima pencalonan pasangan Prabowo-Gibran. Pasalnya, KPU menerima pendaftaran pasangan tersebut sebelum PKPU baru dirilis guna merevisi syarat batas usia bagi para kandidat. Teguran keras diberikan DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan koleganya. 

Sponsored

Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah Castro menilai tak mustahil putusan diskualifikasi bagi pasangan Prabowo-Gibran dikeluarkan MK. Syaratnya, para penggugat bisa membuktikan pelanggaran hukum dan etika yang terjadi dalam pencalonan pasangan tersebut di ruang sidang. 

"Selama bisa dibuktikan ada kecatatan dalam pencalonan, peluangnya tetap ada. Apalagi bisa didalilkan kalau Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) abai menangani di tingkat proses. Maka, menjadi sangat rasional perkara ini dibawa ke MK," ucap Herdiansyah saat dihubungi Alinea.id dari Jakarta, Selasa (26/3).

Herdiansyah mendasarkan argumentasinya pada preseden gugatan hasil pemilu di tingkat pemilihan kepala daerah (pilkada). Pada 2021, MK menetapkan pembatalan Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua yang baru terpilih, Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly. Orient didiskualifikasi karena memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat.

Fenomena serupa terjadi dalam Pilbup Yalimo 2021. Dalam pemungutan suara ulang, calon bupati dan wakil bupati Erbi Arbi-Jhon W Wilil meraih suara terbanyak. Namun, kemenangan mereka didiskualifikasi MK karena yang bersangkutan tengah menjalani proses tindak pidana pelanggaran lalu lintas. 

"Bisa saja pengalaman-pengalaman itu (jadi pijakan bagi hakim MK untuk memutuskan) meskipun levelnya hanya di tingkat pilkada," kata Herdiansyah.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz mengatakan diskualifikasi pasangan calon yang bermasalah di pemilu bukan hal mustahil. Di berbagai pilkada, MK sudah mengeluarkan putusan semacam itu. 

Berkaca pada putusan-putusan MK di masa lalu, menurut Kahfi, kubu AMIN dan Ganjar-Mahfud perlu merumuskan dalil-dalil hukum kuat untuk membuktikan pencalonan Gibran bermasalah secara etik.

"Itu yang kemudian perlu disoroti dan diperdalam oleh pemohon ketika meminta diskualifikasi kepada Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu, ini bisa terang dan kemudian Mahkamah Konstitusi bisa jadi memutuskan (diskualifikasi) salah satu paslon," ucap Kahfi kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (27/3).

Jika basisnya pelanggaran etika dan hukum, Kahfi berpendapat permintaan diskualifikasi bagi pasangan Prabowo-Gibran masuk akal. Apalagi, putusan Mahkamah Kehormatan MK tegas menyatakan ada pelanggaran etika berat yang dilakukan Anwar dan kawan-kawan. Begitu pula putusan DKPP terhadap KPU. 

"KPU dianggap tidak profesional, KPU tidak melaksanakan hukum. Ini jadi satu sinyal bahwa ada pelanggaran hukum dalam proses pencalonannya dan itu tadi, yang akan memutuskan hakim MK. Tapi, kalau dari kami, ada masalah cacat hukum dan tentu pencalonannya bisa dibatalkan," kata Kahfi.

 

Berita Lainnya
×
tekid