close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi IX DPR, Arzeti Bilbina. Foto dokumentasi DPR.
icon caption
Anggota Komisi IX DPR, Arzeti Bilbina. Foto dokumentasi DPR.
Peristiwa
Kamis, 29 Mei 2025 19:40

Legislator dorong transparansi halal di resto legendaris

Pentingnya transparansi informasi pangan bagi konsumen, terutama di negara dengan mayoritas penduduk muslim.
swipe

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Arzeti Bilbina, menanggapi dinamika seputar restoran legendaris Ayam Goreng Widuran di Solo yang menjadi sorotan publik setelah terungkap menggunakan bahan non-halal dalam salah satu menunya. Menurut Arzeti, situasi ini menjadi pengingat pentingnya transparansi informasi pangan bagi konsumen, terutama di negara dengan mayoritas penduduk muslim.

“Kami sangat menyayangkan bila makanan yang menggunakan produk non-halal tidak diberi keterangan secara terbuka, baik di tempat usaha maupun di media sosialnya,” ujar Arzeti dalam pernyataan resminya, dikutip Kamis (29/5).

Kasus ini mencuat setelah unggahan seorang pelanggan di media sosial menyatakan keterkejutannya atas informasi salah satu menu ikonik restoran tersebut, yaitu kremesan ayam, ternyata dimasak menggunakan minyak babi. Respons publik pun bermunculan, khususnya dari pelanggan muslim yang merasa tidak mendapatkan informasi yang jelas sejak awal.

Menanggapi hal ini, pihak manajemen restoran Ayam Goreng Widuran telah menyampaikan permintaan maaf dan menyatakan telah memasang label non-halal di semua cabang setelah muncul keluhan dari pelanggan. Mereka juga menegaskan label tersebut kini telah tersedia secara terbuka.

Arzeti menegaskan penggunaan bahan non-halal dalam usaha kuliner bukanlah suatu pelanggaran, namun kewajiban pelaku usaha adalah memastikan keterbukaan informasi. Ia mengingatkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) telah mengatur hal tersebut untuk memberikan kejelasan kepada konsumen.

“Selama 50 tahun lebih restoran ini beroperasi, jika benar tidak mencantumkan status non-halal sebelumnya, maka wajar bila konsumen merasa tidak dilibatkan dalam informasi yang penting,” tegasnya.

Sebagai langkah lanjutan, Arzeti menyambut baik upaya penutupan sementara restoran untuk keperluan assessment kehalalan oleh instansi berwenang. Ia juga meminta manajemen tidak mengabaikan nasib para pegawai selama proses ini berlangsung.

Lebih jauh, Arzeti mendorong pemerintah, termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk membangun sistem verifikasi terpadu guna menjamin transparansi di sektor kuliner. Ia menyebut sistem ini penting agar informasi mengenai kehalalan suatu produk dapat diakses dengan mudah, tidak hanya di tempat usaha, tetapi juga melalui aplikasi pemesanan makanan dan media sosial.

“Ini bukan semata-mata soal regulasi, tapi tentang membangun kepercayaan konsumen yang telah terbentuk puluhan tahun. Jika kepercayaan itu hilang, maka akan sulit untuk dipulihkan,” ujar politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Ia menekankan setiap pelaku usaha kuliner memiliki kebebasan menyajikan menu sesuai konsep usahanya. Namun, kebebasan tersebut harus diimbangi dengan kewajiban memberi informasi yang lengkap dan jelas, khususnya terkait status halal.

Arzeti juga meminta agar insiden ini menjadi pelajaran bersama transparansi dalam dunia usaha bukan hanya soal etika, melainkan bagian penting dari perlindungan konsumen.

“Kejujuran dalam menyampaikan informasi kepada pelanggan merupakan fondasi keberlanjutan usaha. Pemerintah harus hadir untuk memastikan prinsip ini dijalankan,” pungkasnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan