Pemerintah diminta segera turun tangan memberikan perlindungan terhadap ribuan calon jemaah haji furoda yang gagal berangkat ke Tanah Suci akibat persoalan visa. Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Abdul Fikri Faqih, menegaskan pentingnya kehadiran negara dalam menjamin hak-hak seluruh warga negara, termasuk yang berangkat melalui jalur non-kuota.
“Meskipun visa furoda bersifat business to business, negara tetap memiliki tanggung jawab untuk hadir dan memastikan adanya perlindungan hukum bagi para jemaah,” ujarnya di Jakarta, Senin (2/6).
Fikri menilai insiden ini dapat menjadi momentum penting bagi pemerintah dan DPR untuk mempercepat revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
“Undang-undang harus mengedepankan perlindungan warga negara. Kita perlu mekanisme pengawasan yang jelas, agar peristiwa seperti ini tidak terulang di masa depan,” tambahnya.
Menurut data Kementerian Agama, lebih dari 1.000 calon jemaah haji furoda pada tahun 2025 gagal berangkat karena visa tidak diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi. Beberapa perusahaan travel yang terlibat pun telah dipanggil untuk memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban.
Kementerian Agama juga mengonfirmasi pembahasan revisi UU Haji dan Umrah tengah berlangsung secara intensif bersama DPR. Dalam revisi tersebut, akan ditambahkan klausul khusus terkait pengawasan dan perlindungan hukum bagi pengguna visa non-kuota seperti furoda dan mujamalah.
“Ini bukan sekadar urusan bisnis, tetapi soal pemenuhan hak-hak warga negara yang telah berikhtiar dan memenuhi kewajiban finansial untuk menunaikan ibadah,” tegas Fikri.
Ia berharap ke depan, seluruh calon jemaah dapat berangkat dengan tenang, aman, dan sesuai hak mereka, dengan dukungan regulasi yang kuat dari negara.