sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ironi bisnis atribut kampanye: Sepi saat kandidat dan parpol berjibun

Penjualan atribut kampanye politik jelang Pemilu 2024 belum semanis era Pemilu 2019.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 04 Jun 2023 06:11 WIB
Ironi bisnis atribut kampanye: Sepi saat kandidat dan parpol berjibun

Langkah Jaka Ikin terhenti ketika melihat sederet seragam partai terpampang di sebuah kios di lantai 2, blok 3, Pasar Senen, Jakarta Pusat, Ahad (28/5) lalu. Pandangan mata Jaka tertuju pada jaket baseball berlambang sebuah parpol di kios itu. 

Usai memeriksa kondisi jaket tersebut, Jaka lantas menghampiri sang pemilik kios. "Berapa yang model baseball kayak begini selusin," tanya Jaka kepada Ujang, pemilik kios itu. 

Sejurus kemudian, Jaka mengeluarkan sebuah jaket baseball berwarna oranye berlambang Partai Hanura. "Bisa bikin kayak gini? Berapa kira-kira harganya?" tanya Jaka.

Setengah berteriak, Ujang menyebut harga satuan jaket parpol Rp140 ribu. Kala itu, Pasar Senen sedang berisik karena suara mesin bordir dan para pengunjung. "Kalau lusinan, jadi Rp125 ribu," imbuh pria berusia 56 tahun itu. 

Jaka berkata ingin memesan sekitar tiga lusin jaket untuk keperluan kampanye Hanura di Jakarta. "Sudah mulai jalan kampanye. Jadi, atribut harus segera dibikin," ucap Jaka.

Sepeninggal Jaka, Ujang "curhat" kepada Alinea.id. Ia mengeluhkan penjualan atribut kampanye politik yang hingga kini masih lesu. "Kondisi ini beda dengan tahun 2018 dulu. Waktu bulan Maret 2018 itu sudah banyak yang pesan atribut dari caleg. Tapi, sekarang sedikit sekali," kata Ujang.

Meski hanya pedagang kecil, Ujang melek politik. Ia menduga sepinya penjualan atribut parpol ada kaitannya dengan polemik sistem pemilu. "Imbasnya mereka belum berani pesan. Soalnya belum jelas mau proporsional tertutup atau terbuka," tutur Ujang.

Saat ini, regulasi yang mengatur sistem pemilu sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Sempat berembus isu MK bakal merevisi sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. 

Sponsored

Menurut Ujang, tokonya biasanya laris manis jelang pemilu. Pada 2018, misalnya, ia bisa meraup keuntungan hingga Rp20 juta per bulan dari jualan seragam, jaket, dan spanduk partai. Ia bahkan punya sejumlah pelanggan tetap dari Demokrat, PDI-Perjuangan dan Gerindra. 

"Sekarang, belum ada yang pesan ke saya karena mungkin caleg mereka takut Mahkamah Konsitusi mengabulkan tuntutan menjadi proporsional tertutup. Yang pesan paling selusin, dua lusin," kata pemilik toko Sampdoria itu.

Selain karena polemik itu, menurut Ujang, tokonya juga sepi lantaran duit kampanye parpol dan kandidat lari ke konsultan politik. Ketimbang kampanye bermodal atribut, banyak kandidat yang lebih memilih jor-joran kampanye digital. "Tapi, enggak seperti ini," ujarnya. 

Kemeja-kemeja berlambang parpol dipajang di atas etalase sebuah toko di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Minggu (28/5). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Selvia, 24 tahun, mengaku lebih beruntung. Bintang Harapan, toko yang ia kelola, sudah mulai menerima pesanan atribut dari sejumlah parpol tak lama setelah Hari Raya Idul Fitri. 

"Paling enggak, setiap hari ada yang pesan selusin atau beli eceran kayak kaus, rompi atau spanduk," kata Selvia saat berbincang dengan Alinea.id di tokonya di Pasar Senen. 

Selvia mulai menyediakan pernak pernik pemilu seperti bros, bendera, dan kemeja berlambang parpol selepas Lebaran. Dalam sebulan, tokonya bisa meraup keuntungan hingga Rp30 juta. 

Menurut Selvia, keuntungan bulanan itu terbilang kecil jika dibandingkan dengan musim kampanye Pemilu 2019. Ia bercerita tokonya pernah mendapat pesanan hingga ribuan unit beragam jenis atribut kampanye dari Demokrat, PDI-Perjuangan, Nasdem, dan Golkar.

"Kalau dulu, spanduk itu kita bisa dapat pesanan seribu pieces sebulan. Nah, sekarang baru Golkar saja yang pesan 200 pieces. Kemudian, Perindo paling banyak pesan kemeja dan kaus. Perindo (memesan) sampai seribu lebih untuk di Jakarta dan Jawa Barat," ucap Selvia.

Selvia menyimpan asa bakal kembali mendulang cuan pada Pemilu 2024. Ia berharap momen penentuan capres dan cawapres pada Oktober mendatang bakal merangsang pesanan atribut kampanye . "Kami di sini sudah stok beberapa bahan buat spanduk, jaket, kemeja dan kaus," ujarnya. 

Ari tengah mengerjakan pesanan sablonan dari pelanggan di tokonya di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, Minggu (28/5). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Turut merana 

Jika dibanding Pemilu 2019, Pemilu 2024 bakal jauh lebih ramai. Selain pilpres dan pileg yang digelar serentak, sejumlah daerah juga bakal menggelar pilkada. Artinya, jumlah kandidat untuk berbagai tingkatan pemilu bakal membeludak. 

Karena itu, tak heran jika para pebisnis atribut parpol berharap cuan yang besar dari kampanye politik. Sejumlah pemilik kios di Pasar Senen bahkan kini nyambi jualan atribut dan kaus parpol. Paidi, 60 tahun, salah satunya. 

"Padahal, saya yang dijual itu seragam militer. Tapi, ya, siapa tahu ada pembeli yang nyangkut karena lagi pemilu," ucap Paidi saat berbincang dengan Alinea.id di kiosnya. 

Senada dengan Ujang, Paidi bercerita angka penjualan belum sesuai ekspektasi. Supaya tokonya dilirik pembeli, Paidi bahkan rela banting harga. 

"Kalau toko lain Rp130 ribu, saya jual Rp125 ribu. Enggak apa-apa untung sedikit. Yang penting barang ada yang kebeli dalam jumlah banyak," ucap pria asal Wonogiri, Jawa Tengah itu. 

Strategi itu, kata Paidi, lumayan berhasil. Saat ini, ia sudah mengantongi pesanan 2.000 rompi dari NasDem. "Harganya Rp105 ribu. Tapi, kalau beli eceran Rp125 ribu. NasDem cukup banyak mesan rompi untuk ke Cianjur. Saya baru kirim 1000 rompi," ucap Paidi.

Lesunya bisnis atribut kampanye juga dirasakan Ari, penyedia jasa sablon di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Ia bercerita tokonya bahkan belum mendapat pesanan dari satu pun caleg yang bakal berlaga di Pemilu 2024. 

"Waktu (Pemilu 2019) itu, saya bulan April 2018 sudah menerima orderan sablon dan bodil. Tapi, sekarang masih sepi," ucap Ari kepada Alinea.id, Minggu (21/5).

Sejauh ini, baru relawan Ganjar Pranowo yang memesan jasa Ari. Itu pun hanya untuk 50 kaus. Satu kaus dihargai Rp20 ribu. "Sudah. Baru itu saja yang saya dapat. Selebihnya saya nyablon baju organisasi sama kaus daleman satpam," ungkapnya.

Ari tak tahu menahu kenapa bisnis atribut kampanye lesu belakangan ini. Namun, ia berharap momen penetapan capres-cawapres nanti bakal bikin tokonya ikut menangguk untung. "Kayaknya abis itu mesin partai sama caleg mulai bergerak," ujar dia. 

 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid