sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jutaan warga terancam tak bisa memilih

Sebanyak 6,7 juta pemilih terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya, karena belum mendapatkan E-KTP atau surat keterangan (Suket).

Robi Ardianto
Robi Ardianto Selasa, 27 Mar 2018 17:31 WIB
Jutaan warga terancam tak bisa memilih

Pemilu mendatang diwarnai dengan fenomena kepemilikan E-KTP yang belum tersebar merata di Indonesia. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan, sebanyak 6,7 juta pemilih terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 2,1 juta merupakan pemilih pemula.

Hal ini jadi catatan tersendiri bagi KPU, sebab merujuk pada pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013, penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap, berumur 17 tahun, dan atau pernah atau telah kawin wajib memiliki KTP. Kepemilikan KTP ini juga jadi salah satu prasyarat untuk berpartisipasi dalam hajatan demokrasi.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri), Zudan Arief Fakrulloh mengatakan, dalam UU Adminduk daftar pemilih hanya bisa diberikan pada saat usia 17 tahun. Alhasil banyak pemilih pemula yang baru menginjak 17 tahun tak terdaftar sebagai calon pemilih.

Maka dari itu, lanjutnya, tidak bijak jika KPU mencoret pemilih pemula yang tidak masuk dalam DPT, karena tidak memiliki E-KTP atau belum merekam datanya di dukcapil.

Jika ditilik dari sejarah pun, pemilih pemula sudah ada sejak pilkada 2016 dan 2017. Saat itu mereka masih bisa memilih dengan bermodal suket. Itu, imbuhnya, bisa jadi solusi yang bisa diterapkan di pemilu kali ini.

“Pemilih pemula akan selalu ada setiap perhelatan. Apalagi Pilkada yang akan diadakan pada Juni, sedangkan pendataan DPS dilakukan sejak Maret. Tentunya mereka yang menginjak 17 tahun belum sempat merekam data atau tak memiliki E-KTP. Kita harus bijaksana menyikapi ini,” katanya.

Daftar pemilih yang terbaru juga bisa diakses lewat pemberian password ke KPU dan Bawaslu. Akses dan verifikasi data pemilih bisa dilakukan secara real time. Bahkan data kepemilikan E-KTP dari daftar pemilih pun terpampang di sana.

“Sepanjang KPU menggunakan DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu. Red), pasti datanya ada. Selayaknya KPU bisa menggunakan data tersebut untuk mencocokan data pemilih, termasuk telah melakukan rekam jejak atau belum. Sangat disayangkan jika pihak penyelenggara sampai tidak memanfaatkan itu,” terangnya.

Sponsored

Zudan juga mengimbau masyarakat untuk proaktif melakukan perekaman data di dukcapil setempat. Tak harus menunggu diminta, meski pihaknya mengklaim tengah gencar jemput bola perekaman E-KTP hingga level RT dan RW.

Senada dengan Zudan, aktivis Perludem Fadli Ramadhanil menyatakan, pendataan harus gencar dilakukan sejak awal, berapa jumlahnya, sebarannya, dan hambatannya. Tujuannya agar kendala soal kepemilikan E-KTP bisa diminimalisir.

Pendataan dini ini dimaksudkan untuk menjamin hak pilih para pemilih, khususnya kalangan konstituen pemula. Jika mereka tak terdeteksi di database kependudukan, maka bisa segera ditindaklanjuti oleh pihak terkait.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengamini hal itu. Menurutnya strategi yang dilakukan pihak penyelenggara harus sesuai dengan gaya mereka. Apalagi, lanjutnya, pemilih pemula diyakini memiliki pengaruh besar dalam perhelatan pemilu mendatang.

“Maka dari itu, partai politik banyak yang menyasar kepada pemilih pemula dan anak muda,” katanya pada Alinea.

 

Berita Lainnya
×
tekid