sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mega, populisme Jokowi, dan mesin politik PDI-P

Hanya mesin politik PDI-P yang dianggap bisa mengimbangi kekuatan populisme Jokowi.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 07 Des 2023 13:01 WIB
Mega, populisme Jokowi, dan mesin politik PDI-P

Busana yang didominasi warna merah dan hitam seolah sudah jadi ciri khas Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat hadir memimpin rapat mingguan petinggi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Gedung High End, Kompleks MNC Center, Jakarta Pusat.

Saban Rabu petang, pakaian semacam itu digunakan Mega, sapaan akrab Megawati. Kekhasan model pakaian Mega tersebut dirasakan para pewarta lantaran putri Sukarno itu hampir tidak pernah absen dalam rapat mingguan TPN Ganjar-Mahfud. 

"Ibu Mega, kalau Rabu, akan selalu berusaha hadir," kata salah satu petinggi TPN Ganjar-Mahfud kepada Alinea.id di Gedung High End, belum lama ini. 

Di luar rapat mingguan, Mega juga terekam eksis di berbagai kegiatan politik terkait Pilpres 2024. Ia, misalnya, terlihat ikut mendampingi Ganjar-Mahfud saat pengundian nomor urut di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. 

Teranyar, Mega hadir sebagai "motivator" dalam rapat koordinasi relawan Ganjar-Mahfud di JI Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, akhir November lalu. Pada acara itu, Mega sempat menyinggung soal penguasa saat ini yang bertindak layaknya rezim Orde Baru. 

Ketika itu, Mega juga membakar semangat para relawan agar serius berjuang untuk memenangkan Ganjar-Mahfud. "Berani enggak menang satu putaran? Kita ini lambangnya aja banteng. Mana ada banteng itu keok?" ujar Mega. 

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai Mega memang terkesan jauh lebih eksis ketimbang ketum-ketum parpol pengusung Ganjar-Mahfud lainnya. Mega juga rutin bermanuver politik. 

Namun demikian, Zaki menganggap wajar jika Mega turut berada di garda terdepan medan perang Pilpres 2024. Berbeda dengan Pilpres 2019, kali ini Mega dituntut untuk "turun gunung" untuk mendongkrak semangat juang para kader PDI-P.

Sponsored

"Betul. Mega lebih intens di acara-acara PDI-P dan pemenangan. Ini (eksisnya Mega di Pilpres 2024) terkait dengan penetrasi Jokowi yang makin intens ke basis-basis PDI-P, pendukung Ganjar," ucap Zaki kepada Alinea.id.

Mega bisa dikata satu-satunya ketum parpol yang berani menggelar perang urat syaraf terbuka dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berulangkali, Mega menyindir manuver-manuver politik eks Gubernur DKI Jakarta itu. 

Tokoh sekaliber Mega, kata Zaki, memang dibutuhkan untuk menghadapi pasangan Prabowo-Gibran yang didukung Jokowi. Apalagi, ada indikasi kader-kader PDI-P di daerah sedang tiarap karena dibidik aparat penegak hukum yang digerakkan penguasa. Kehadiran Mega bisa menguatkan para kader di akar rumput. 

"Saat ini kampanye-kampanye Ganjar di daerah selalu dibuntuti Jokowi melalui kunjungan pada saat yang hampir bersamaan, seperti di Papua dan NTT (Nusa Tenggara Timur). Apalagi, banyak beredar kabar kepala-kepala daerah loyalis PDI-P yang 'digarap' oleh alat-alat negara demi memuluskan misi Istana untuk Pilpres 2024 nanti," ucap Zaki.

Sejauh ini, menurut Zaki, hanya Mega yang punya daya ungkit untuk memanaskan mesin politik PDI-P yang terancam bekerja setengah hati untuk memenangkan Ganjar-Mahfud. Tugas itu tak bisa diserahkan Mega kepada putrinya, Puan Maharani. 

"Tuah politik ini tampaknya kurang pada diri Mbak Puan. Di internal PDI-P dan koalisi pengusung Ganjar, ada keyakinan hanya Bu Mega yang dapat menandingi dan membendung pengaruh Pak Lurah, Jokowi, yang mulai secara masif dan sistematis mengobrak-abrik basis pemilih tradisional PDI-P," kata Zaki.

Lebih jauh, Zaki meyakini Mega akan lebih banyak turun ke gelanggang politik Pilpres 2024. Selain membantu mendongkrak elektabilitas Ganjar-Mahfud yang cenderung stagnan, Mega juga punya misi untuk mengamankan posisi PDI-P di pentas Pileg 2024. 

"Bagi Bu Mega, kontestasi Pilpres 2024 tampaknya menjadi ajang pembuktian pengaruh dan harga diri. Setelah merasa ditelikung dan dikhianati, tampilnya Bu Mega juga menjadi jawaban bagi banyak pihak yang mulai meragukan efektivitas dan pengaruhnya di akar rumput," kata Zaki.

Populisme vs mesin partai

Analis politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Agus Riewanto mengibaratkan perseteruan Mega vs Jokowi sebagai pertarungan antara populisme melawan mesin partai. Menurut dia, kekuatan populisme Jokowi memang hanya bisa diimbangi oleh mesin politik PDI-P. 

"Jokowi sebagai persona dan Megawati itu punya mesin. Ini pertarungan apakah mesin partai bisa memenangi kompetisi berhadapan dengan persona Jokowi yang memiliki popularitas dan punya sumber daya, punya birokrasi dan punya relawan," ucap Agus kepada Alinea.id, Selasa (5/12).

Menurut Agus, Pilpres 2024 sejatinya bukan hanya pertarungan antara para kandidat saja. Lebih dari itu, marwah partai politik sebagai pencetak pemimpin bangsa juga sedang dipertaruhkan. Jika Jokowi menang via Prabowo-Gibran, parpol-parpol bisa jadi kian tak dilirik publik. 

"Orang akan melihat hegemoni partai politik dikelola sangat tradisional tidak egaliter dan pemikirannya kuno, sementara orang populis ingin berada pada posisi yang bebas tidak dikendalikan oleh siapa pun," ucap Agus.

Sebagai figur ideologis PDI-P, Megawati sudah seharusnya melakukan perlawanan. Apalagi, kader-kader PDI-P terlihat mulai takut direcokki penguasa. Sejumlah kader bahkan pindah perahu ke kubu Prabowo-Gibran supaya tak bermasalah dengan Jokowi.

Agus mencontohkan eks politikus PDI-P Budiman Soedjatmiko yang kini jadi salah satu anggota TPN Prabowo-Gibran. Budiman merupakan sosok politikus yang populer di kalangan anak muda dan punya jejaring massa yang cukup kuat di daerah. 

"Di beberapa daerah itu, banyak juga kader loyal PDI-P yang pindah ke sebelah. Itu, bagi PDI-P, tamparan dan Mega ingin menunjukkan bahwa PDI-P melawan dan bisa menang... Kalau itu dilakukan terus, bisa saja akan punya pengaruh bagi elektoral Ganjar dan Mahfud," kata Agus.

 

Berita Lainnya
×
tekid