sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pelatihan Kartu Prakerja terkesan buang-buang duit negara

Kegiatan itu pun lebih menguntungkan penyedia jasa dibanding penerima manfaat Kartu Prakerja.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 17 Apr 2020 17:20 WIB
Pelatihan Kartu Prakerja terkesan buang-buang duit negara

Anggota Komisi IX DPR, Anas Thahir, menilai, pelatihan kompetensi Program Kartu Prakerja secara daring (online) tidak tepat dilaksanakan saat darurat kesehatan masyarakat (kesmas) imbas pandemi coronavirus anyar (Covid-19). Apalagi, menelan anggaran hingga Rp5,6 triliun.

"Pekerja baru yang membutuhkan pelatihan. Mereka (sasaran Kartu Prakerja), pekerja lama, membutuhkan bantuan tunai untuk bertahan hidup," ucapnya, melalui keterangan tertulis, Jumat (17/4).

Menurut dia, pemerintah semestinya fokus menjaga tingkat konsumi masyarakat di tengah "badai pemutusan hubungan kerja (PHK)". Pangkalnya, menjadi kontributor terbesar pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi. Karenanya, pemerintah seharusnya memberikan bantuan langsung tunai (BLT), bukan pelatihan.

Bagi politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, anggaran pelatihan daring (online) tersebut lebih menguntungkan penyedia jasa daripada penerima manfaat Kartu Prakerja. Apabila dialihkan menjadi BLT, diyakini memberikan dampak ganda (multiplier effect) bagi perekonomian.

Jika pemerintah masih "ngotot" mengadakan pelatihan daring, Anas meminta jumlahnya dikurangi dan harus lebih tepat sasaran. Diperuntukkan calon pekerja baru, misalnya.

Penunjukan mitra pun harus sesuai ketentuan. "Sehingga, tidak muncul temuan adanya penyalahgunaan prosedur di kemudian hari. Jangan hanya menjadi proyek kurang berguna dan terkesan menghambur-hamburkan dana," ujar Anas.

Kritik juga disampaikan pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Aji Imawan. Dirinya menilai, kebijakan kartu Prakerja terhambat urusan penyaringan daftar penerima layak. 
Penerjemahan target sasaran, seperti tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2020, menyebabkan kebijakan tidak pro kaum papa. Apalagi, pandemi Covid-19 menyebabkan banyak pekerja di-PHK.

Sponsored

"Harusnya dilihat agar kebijakan benar-benar tepat sasaran. Data integratif dari Kemensos (Kementerian Sosial) dan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian dibutuhkan untuk filter. Jadi, indikasi ke tidak pro rakyat (miskin) ada. Tapi jika menyeluruh, perlu dilihat lagi sampai pada tahap implementasi dan evaluasi," jelasnya saat dihubungi.

Berita Lainnya
×
tekid