sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PKS dan NasDem apresiasi MK tolak sistem proporsional tertutup

"Tentu ini sejalan dengan semangat demokrasi dan reformasi yang selama ini dicita-citakan."

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Kamis, 15 Jun 2023 18:46 WIB
PKS dan NasDem apresiasi MK tolak sistem proporsional tertutup

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut gembira putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional tertutup, Kamis (15/6). Dalihnya, ditunggu-tunggu banyak pihak lantaran menyangkut nasib demokrasi ke depan.

Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Al Habsyi, menambahkan, putusan itu juga menunjukkan bahwa sistem proporsional terbuka sesuai mandat konstitusi. "Ini tentunya memperkuat tafsir atas ketentuan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat," katanya dalam keterangannya.

Ia menerangkan, sistem proporsional terbuka membuat hubungan antara calon legislatif (caleg) dengan konstituen kuat. Sebab, masyarakat dapat memilih secara langsung siapa saja yang berhak menjadi wakil rakyat sesuai aspirasinya.

"Hubungan antara caleg dan pemilih ini sangat penting karena terkait proses penjaringan aspirasi yang akan dilakukan ketika para caleg nanti terpilih," ucapnya. 

Selain itu, sambungnya, sistem proporsional terbuka akan menciptakan kontestasi yang adil bagi para caleg. Pangkalnya, saling beradu gagasan dan menampilkan kelebihan yang dimiliki di daerah pemilihannya (dapil). 

"Dengan demikian, political branding tidak hanya dilakukan kepada partai, namun para caleg sendiri bisa melakukan personal branding secara mandiri," ujar Aboe.

Pernyataan senada disampaikan Ketua Partai NasDem, Willy Aditya. Ia berpendapat, putusan tersebut menunjukkan MK masih menjadi penjaga konstitusi dan demokrasi. 

"Kami sangat mengapresiasi putusan MK ini. Tentu ini sejalan dengan semangat demokrasi dan reformasi yang selama ini dicita-citakan," katanya. 

Sponsored

Ia menyampaikan, semangat demokrasi yang diberlakukan hingga kini adalah mendekatkan rakyat dan wakilnya. Alasannya, sistem proporsional terbuka memberikan peluang publik untuk memilih caleg dengan seksama sehingga tak terjadi proses "membeli kucing dalam karung". 

"Situasinya saat ini lebih memungkinkan bagi partai politik untuk menawarkan program sekaligus orang-orang yang dianggap mempunyai kapabilitas dan kapasitas memperjuangkan program yang ditawarkan. Proporsional terbuka memberi peluang lebih kepada rakyat," paparnya.

Willy mengingatkan, pemilu merupakan instrumen demokrasi dan berperan besar dalam melestarikan semangat kebangsaan dan kebhinekaan. Sementara itu, sistem proporsional terbuka mendorong partai menyusun calegnya berdasarkan representasi yang ingin digambarkan dan mendorong pertisipasi rakyat.

Artinya, lanjutnya, pemilu menjadi ajang evaluasi dari rakyat kepada pemerintahan yang sedang berjalan akan lebih legitimatif jika angka partisipasi besar. Sebab, keterlibatan rakyat secara aktif bakal memperkuat proses institusionalisasi demokrasi selain pilihan-pilihan yang lebih kompetitif berdasarkan kapasitas dan kapabilitas memberi warna di parlemen.

"Sekali lagi, kita patut memberi apresiasi pada MK. Bukan saja karena MK teguh pada konstitusi, tetapi juga telah menjadi tauladan bagi lembaga yang lahir dari semangat reformasi tetap konsisten pada nilai-nilai demokrasi," tuturnya.

"Itu tidak mudah di tengah berbagai tekanan politik. Nyatanya, MK membuktikan mampu melaksanakan independent judiciary," imbuh Willy.

Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi sistem pemilu dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Hakim Ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan.

Berita Lainnya
×
tekid