sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Polemik penundaan pilkada, NasDem: Tak ada mandat konstitusi maupun rakyat

Fraksi Nasdem tegaskan tetap laksanakan Pilkada Serentak 2022 dan 2023.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 01 Feb 2021 13:51 WIB
Polemik penundaan pilkada, NasDem: Tak ada mandat konstitusi maupun rakyat

Partai Nasional Demokrat (NasDem) menilai tidak ada mandat konstitusi yang memberikan wewenang pemerintah untuk menunda proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2022 dan 2023 menjadi 2024, dibarengi dengan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).

"Tidak ada mandat sedikit pun, baik itu dari konstitusi maupun dari rakyat, yang mempersilakan pemerintah menghilangkan atau menunda proses pemilu/pilkada. Mandat dari rakyat untuk pemimpinnya, baik level nasional maupun daerah, berada dalam rentang lima tahunan. Dalam masa lima tahun itu, adalah hak rakyat untuk memilih kembali pemimpin atau wakil-wakilnya di lembaga-lembaga negara," kata Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Ahmad M. Ali dalam keterangannya, Senin (1/2).

Peralihan kekuasaan daerah melalui pilkada, jelas Ali, dapat melegitimasi kuat bagi pemerintahan. Dia khawatir, bila peralihan kekuasaan melalui penunjukan oleh Kemendagri akan menimbulkan berbagai asumsi rakyat.

"Jika pemilu/pemilukada ditunda, apalagi hanya berdasarkan asumsi-asumsi teknis semata, maka tidak ada legitimasi yang kuat dari rakyat yang menyertainya dan juga bagi penjabat yang mengisinya," terang Ali.

Terlebih, urainya, terdapat amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 Tentang Tafsir Terhadap Keserentakan Penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Pilkada bahwa pemilu nasional tidak harus bersamaan dengan pilkada.

"Keserentakan dapat diartikan bahwa dalam setiap tahunnya pilkada diselenggarakan pada hari dan bulan yang sama untuk seluruh daerah," ucap dia.

Utuk itu, Fraksi NasDem menyatakan untuk mendukung pelaksanaan pilkada pada 2022 dan 2023. Hal itu ditujukan untuk memenuhi hak dasar politik masyarakat.

"Laksanakan Pilkada Serentak tahun 2022 dan 2023! Selain demi terpenuhinya hak dasar politik rakyat, beberapa impak dari pelaksanaan pemilu dan pilpres tahun 2019 secara bersamaan adalah pelajaran berharga bagi kita sebagai bangsa," ucapnya.

Sponsored

Menurut Ali, sejumlah asumsi bahwa pelaksanaan 2022 dan 2023 akan mengganggu stabilitas pemerintahan. Dia merasa dalih itu tidak tepat.

"Sebaliknya, penyatuan pemilu nasional dan pilkada, legislatif dan eksekutif, dan terutama pilpres mengandung risiko sangat besar mengganggu stabilitas politik dan sosial serta dapat berisiko melemahkan arah berjalannya sistem demokrasi," papar Ali.

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, lanjut Ali, akan membuat banyaknya Plt Kepala Daerah atau Penjabat Kepala Daerah dalam rentang waktu satu hingga dua tahun. Kondisi itu dinilai berpotensi membuka celah bagi terjadinya rekayasa politik untuk mendukung kepentingan pihak tertentu dan jauh dari komitmen pelayanan bagi publik.

"Selain itu, akan terjadi pula penumpukan biaya yang membebani APBN, sementara sistem keuangan dan anggaran pemilu yang ada pada saat ini perlu untuk dipertahankan dan terus disempurnakan," paparnya.

"Pemisahan antara pemilu dengan pilkada akan menciptakan iklim politik yang kondusif sekaligus menjadi ruang pendewasaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Figur pilihan rakyat di daerah tidak terdistorsi oleh kepentingan pusat, diferensiasi pun terjadi berdasarkan pertimbangan rasional, obyektif, dan berkualitas," pungkas Ali.

Untuk diketahui, Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) terus munculkan perdebatan terkait pelaksanaan pilkada. Sejumlah Fraksi di DPR terbelah soal pelaksanaan pemilihan kepala daerah tersebut.

 

Berita Lainnya
×
tekid