sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tak bela rezim, pengamat ini sebut pencapresan Anies dijegal

"Upaya penjegalan Anies dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bukan satu cara, tetapi berlapis-lapis cara."

Immanuel Christian
Immanuel Christian Jumat, 19 Mei 2023 14:17 WIB
Tak bela rezim, pengamat ini sebut pencapresan Anies dijegal

Turbulensi politik pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dinilai akan semakin keras. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut turut campur dengan membentuk semua kandidat adalah all the president's men untuk melindunginya setelah lengser.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menerangkan, Anies Baswedan dianggap tidak bisa membela kepentingan rezim. Karenanya, pencalonannya diupayakan dijegal.

"Upaya penjegalan Anies dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bukan satu cara, tetapi berlapis-lapis cara," kata Anthony dalam keterangannya, Jumat (19/5).

Diketahui, Anies didukung Koalisi Perubahan sebagai bakal calon presiden (capres). Kongsi tersebut terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Anthony lalu mencontohkan dengan upaya mentersangkakan Anies pada kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E 2022 di DKI Jakarta. "Cara ini tidak mudah. Perlu alat bukti yang kuat. Kalau hanya mencari-cari kesalahan tanpa alat bukti, sangat sulit dan sangat bahaya."

Cara lain, sambungnya, dengan mengupayakan partai politik (parpol) menarik dukungan kepada Anies. Menurutnya, ini lebih mudah daripada mentersangkakan eks Gubernur DKI Jakarta itu.

"Sasarannya NasDem atau Demokrat. PKS sejauh ini aman-aman saja," ucapnya.

Anthony berpendapat, merebut Demokrat dari trah Susilo Bambang Yudhyono (SBY) menjadi salah satu pendekatan yang dipakai untuk menggagalkan pencapresan Anies. Ini terlihat dengan adanya peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) oleh kubu Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko.

Sponsored

"Sasaran tembak ke NasDem lebih banyak karena NasDem menempatkan 3 menteri di kabinet 2019-2024. Yang paling menyolok adalah kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket BAKTI Kominfo di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)," paparnya.

Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan enam tersangka. Yang terakhir adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) cum Sekretaris Jenderal NasDem, Johnny G. Plate. Ia bahkan telah ditahan.

Anthony mengungkapkan, penersangkaan dan penahanan Johnny Plate menimbulkan banyak tafsir dan saling memolitikkan. Misalnya, penahanan bersifat politik dan ada unsur kriminalisasi.

Jika itu terjadi, baginya, Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, sama saja bunuh diri. Namun, diyakininya tidak demikian.

"Sepertinya Jaksa Agung tidak punya nyali seberani itu, menetapkan tersangka terhadap menteri dan politisi high profile tanpa ada bukti kuat. Seperti juga KPK tidak terlalu berani mentersangkakan Anies dalam kasus Formula E," ujarnya.

Anthony berpandangan demikian karena penyelidikan kasus BTS dimulai sejak Juli 2022. Artinya, jauh-jauh hari sebelum NasDem mengumumkan Anies sebagai calon presiden (capres), 3 Oktober 2022.

"Kejaksaan Agung (Kejagung) menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan pada 2 November 2022 setelah mengumpulkan sejumlah alat bukti, dan memeriksa 60 saksi, serta menggeledah sejumlah perusahaan," urainya.

Berita Lainnya
×
tekid