sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tantangan demokrasi jelang pemilu

Pesta demokrasi mendatang diprediksi akan diwarnai sejumlah isu, termasuk isu SARA, kampanye hitam, dan radikalisme.

Arif Kusuma Fadholy
Arif Kusuma Fadholy Selasa, 20 Feb 2018 13:23 WIB
Tantangan demokrasi jelang pemilu

Tak lama lagi Indonesia akan menggelar perhelatan pilkada serentak di 171 daerah yang dilanjutkan dengan Pemilihan Presiden (pilpres) pada 2019. Dua agenda besar ini diyakini akan menentukan wajah Indonesia di masa depan. Besarnya efek pemilu itu, membuat sejumlah pihak berpeluang menggulirkan berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar.

Menko Polhukam Wiranto mengatakan pilkada serentak 2018 yang dilanjutkan pemilihan legislatif dan pilpres, merupakan peristiwa yang sangat menentukan, tidak asal-asalan. "Momen ini menentukan arah Indonesia ke mana. Kami ingin membangun demokrasi baru yang lebih sehat dari sebelumnya," ujarnya di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (20/2).

Dia menerangkan, sistem demokrasi dari, oleh, dan untuk rakyat idealnya menghasilkan pemimpin yang memang keberpihakannya jelas pada rakyat. "Para pemimpin itu harus dipilih oleh rakyat. Para pemimpin dan masyarakat mengemban amanah. Jika amanah disia-siakan, maka kita nantikan kehancurannya," imbuhnya.

Wiranto juga menerangkan, kehancuran itu bisa diukur dari proses pemilihan yang tidak benar. Oleh karenanya, dibutuhkan sinergi sejumlah aktor di antaranya penyelenggara pemilu, fasilitatornya yakni pemerintah, yang memilih masyarakat, dan partai politik.

Terkait ancaman yang rentan muncul, Wiranto tak menampiknya. "Tentu ada pihak-pihak yang tidak ingin pemilu kita sukses, baik dari luar dan dari dalam," ujarnya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memaparkan isu dari dalam yang bisa merong-rong pemilu adalah praktik politik identitas, ujaran kebencian, dan politisasi SARA. Isu ini jika dibiarkan akan memperlebar polarisasi masyarakat.

Di samping itu, penggunaan agama dan uang atau money politic sebagai alat kampanye juga diimbau untuk dihilangkan. Penggunaan isu agama yang dipolitisasi berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Demikian halnya dengan politik uang yang bisa merendahkan martabat demokrasi bangsa.

Hal ini diamini Wiranto.  Menurut dia, Pemilu akan aman dan sukses jika penyelenggaranya profesional, fasilitas pemerintah cukup, dan rakyat bebas memilih. "Di samping itu, kontestan betul-betul adu kompetensi, parpol taat aturan, dan netralitas petugas keamanan dijamin,” jelas Wiranto.

Sponsored

Mengantisipasi isu SARA dan hoaks yang mungkin akan muncul, menurutnya masyarakat harus punya kesadaran pribadi. Masyarakat harus tegas menangkis berbagai ancaman terhadap pemilu mendatang, termasuk menolak praktik money politic.

Pengamat Politik Boni Hargens mengatakan dalam tahun politik 2018 dan 2019, isu korupsi dan SARA kemungkinan akan dikapitalisasi para pemain di dalamnya. "Ini dimainkan secara sistematis dan merupakan pola yang tidak sepele," katanya.

Sebelas dua belas dengan Wiranto, Boni juga menekankan perlunya antisipasi diri dari para konstituten dan kandidat pemimpin. Jangan hanya karena isu-isu yang tak mencerminkan keadaban publik, pesta demokrasi jadi tercoreng.

Berita Lainnya
×
tekid