sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Unjuk rasa hak angket: Membesar atau memudar?

Aksi unjuk rasa menuntut hak angket dugaan kecurangan pemilu meletup di Jakarta dan sejumlah daerah.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 07 Mar 2024 12:20 WIB
Unjuk rasa hak angket: Membesar atau memudar?

Aksi unjuk rasa mengguncang Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, selama beberapa hari terakhir. Dimotori sejumlah kelompok mahasiswa dan masyarakat sipil, para pengunjuk rasa menuntut DPR menjalankan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024. 

Teranyar, aksi unjuk rasa digelar berbarengan dengan rapat paripurna DPR, Selasa (5/2) lalu. Selain kelompok mahasiswa, massa aksi juga berasal dari kalangan pendukung pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). 

Gelaran protes serupa juga sebelumnya terekam meletup di Tulungagung, Jawa Timur dan Yogyakarta, DIY. Ada pula aksi unjuk rasa terkait hak angket di depan Kantor Wali Kota Solo, Jawa Tengah. 

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus aksi massa menuntut hak angket itu potensial membesar. Apalagi jika polemik dugaan kecurangan pemilu itu berkelindan dengan isu-isu yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, semisal kelangkaan dan kenaikan harga beras. 

"Nasib hak angket di DPR ini memang bisa memicu gerakan massa. Akan tetapi, soal apakah massa semakin banyak jika hak angket tidak jadi bergulir, ya, sangat tergantung juga dengan konsistensi dan komitmen massa yang menyampaikan aspirasi," kata Lucius kepada Alinea.id, Rabu (6/2).

Konsolidasi antara massa aksi dengan politikus sejumlah fraksi di DPR yang menggulirkan hak angket kecurangan pemilu juga patut terus diselaraskan. Aksi parlemen jalanan bisa meluas seandainya fraksi-fraksi pengusung hak angket malah melempem di DPR. 

"Ya, bisa jadi semakin banyak warga yang terpanggil untuk ikut berdemonstrasi untuk tujuan menagih komitmen itu atau untuk menunjukkan kemarahan karena DPR gagal memenuhi komitmen mereka menggunakan hak angket," kata Lucius. 

Lucius memandang gerakan massa penuntut hak angket rentan digembosi. Apalagi, jika kelompok massa ternyata tidak organik dan "diongkosi" untuk menggelar aksi unjuk rasa. "Ya, mungkin demonstrasi angket ini juga akan memudar," imbuhnya. 

Sponsored

Hak angket mulanya diwacanakan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Diinisiasi PDI-Perjuangan, tiga parpol pengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN)--NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)--kini ikut mendukung wacana tersebut.

Hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.

Kepala Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo sepakat aksi massa menuntut hak angket dugaan kecurangan pemilu potensial membesar. Ia berkaca pada massifnya aksi-aksi demonstrasi menolak hasil Pemilu 2019 dan aksi mahasiswa menuntut pembatalan revisi UU KPK dan R-KUHP.

"Sebab kita punya pengalaman dengan demonstrasi di Bawaslu pada hasil Pemilu 2019. Massa itu banyak sekali. Bukan tidak mungkin di depan DPR itu terjadi. Semakin organik aksi itu, semakin sulit dibendung, seperti misalnya (demonstrasi) UU omnibus law dan Undang-Undang KPK. Ini yang harus kita cermati," kata Kunto kepada Alinea.id, Rabu (6/2)

Kunto menilai gelombang aksi unjuk rasa terkait hak angket itu mesti direspons pemerintah dengan hati-hati. Pasalnya, saat ini publik juga sedang resah lantaran harga-harga barang kebutuhan pokok melambung, termasuk di antaranya kelangkaan beras di beberapa daerah. 

"Menurut saya, ini bisa menambah tendensi dan membuat gerakan memanas. Apakah ini bisa menjadi aksi massa yang besar? Itu tadi, kalau organik, itu bisa menjadi aksi massa yang besar karena tuntutannya jadi macam-macam," ucap Kunto.

 

Berita Lainnya
×
tekid