sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Luhut Pandjaitan: RI berhenti impor garam 2021

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Binsar Pandjaitan memastikan Indonesia akan berhenti impor garam pada 2021.

 Alfiansyah Ramdhani
Alfiansyah Ramdhani Jumat, 19 Jul 2019 02:07 WIB
Luhut Pandjaitan: RI berhenti impor garam 2021

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Binsar Pandjaitan memastikan Indonesia akan berhenti impor garam pada 2021.

Luhut menegaskan produksi garam berkualitas tinggi dari dalam negeri akan mencapai 800 ton per tahun dimulai pada 2020. Indonesia dipastikan bakal murni memproduksi garam dari laut sendiri. Bahkan, sebesar 98% hasil produksi garam akan digunakan untuk industri.

"Pokoknya kami cek, tidak ada begitu-begitu (impor) lagi,” ujar Luhut setelah rapat koordinasi terkait garam di Gedung Menko Kemaritiman, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).

Langkah yang akan dilakukan pemerintah termasuk memberdayakan kembali garam lokal. Pemerintah bakal melibatkan pihak swasta untuk menggenjot produksi garam.

Tidak hanya itu, Luhut juga memastikan pemerintah akan akan memberikan lahan kepada masyarakat untuk produksi garam. 

Salah satunya adalah sebanyak 100-500 petani akan dapat mengelola lahan garam dengan luas 3.720 Hektare di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk pengelolaannya, pemerintah akan memberlakukan sistem koperasi agar efisien. 

Purnawirawan TNI itu berjanji bakal merampungkan segala persoalan yang merintangi produksi garam. Hal itu dilakukan demi membangun kembali produksi garam lokal dan kemandirian pada 2021.

“Kami berharap janji kami itu 2021 tidak impor lagi, itu mudah-mudahan kejadian, 2020 itu kami selesaikan semua, ya kalau bisa lebih cepat ya bagus,” urainya.

Sponsored

Selain di NTT, Luhut juga menyinggung peningkatan produksi garam lokal di Aceh lantaran kualitas air lautnya yang belum tercemar. Dia memerkirakan, setidaknya terdapat 15 Ha lahan garam yang akan berporduksi di provinsi dengan julukan Serambi Makkah itu.

HGU garam

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengaku sudah membatalkan 3.300 Ha tanah dengan izin Hak Guna Usaha (HGU) lahan garam di Kupang, NTT.

Dari 3.300 Ha tersebut, sebanyak 40% di antaranya akan dibagikan kepada rakyat dalam bentuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), dan sisanya bagi industri.

Kemudian, seluas 2.200 Ha yang merupakan 60% dari keseluruhan tanah yang diputus Hak Guna Obyek (HGO) akan digabungkan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garam (Persero) dengan luas tanah 400 Ha. Seluas 2.600 Ha tanah ini menurutnya sudah mulai dikembangkan meski masih berskala kecil.

“Kalau bisa seluruhnya itu menjadi skala besar, berapa banyak perusahaan besar di sana, itu maka kebutuhan garam nasional kita itu akan sangat terbantu,” ujar Sofyan pada kesempatan yang sama.

Dia menelaskan, untuk lahan di Nagekeo NTT memang sempat terjadi masalah antara pemegang Hak Pengelolaan (HPL) dengan investor. Menurutnya, permasalahan ini terjadi lantaran pemerintah daerah menerima HPL seluas 700 Ha yang merupakan hasil dari pencabutan HGU.

Sofyan menegaskan jika masalah tersebut tidak diselesaikan, maka dia akan memberikan HPL tersebut kepada pihak swasta. Sebab, menurut dia masalah tersebut dapat menganggu investasi.

“Kalau tidak selesai satu bulan ini, HPL-nya akan kami cabut. Kami serahkan langsung, karena hal itu dari pemerintah, tanah negara,” tegasnya.

Mantan Menteri BUMN era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini berharap agar masyakarat dapat menjadi bagian dari industri garam di masa depan. Hal itu terjadi seiring total lahan seluas 2.600 Ha yang akan diberikan kepada masyarakat dan 3.720 Ha lahan keseluruhan yang dicabut HGO-nya di Nagekeo.

Sebagai tindak lanjut pembagian lahan, Sofyan bakal berkoordinasi dengan Gubernur NTT paling lambat Agustus 2019. Dia berharap, semua perusahaan bisa bersinergi satu sama lain sehingga mencapai efisiensi.

Berita Lainnya
×
tekid