sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Refleksi 110 tahun perjalanan kelapa sawit Indonesia, ini kata GAPKI

Kontribusi komoditas sawit terhadap perekonomian Indonesia dinilai jelas, tangguh di tengah pandemi Covid-19.

 Kania Nurhaliza
Kania Nurhaliza Rabu, 24 Nov 2021 12:31 WIB
Refleksi 110 tahun perjalanan kelapa sawit Indonesia, ini kata GAPKI

Produksi kelapa sawit melonjak pesat saat ini. Kenaikan produksi ini diprediksi akan terus terjadi setiap tahunnya karena produk kelapa sawit telah tersebar di 150 negara dengan total ekspor 34,5 juta ton pada 2020. Bahkan, konsumsi minyak sawit di dalam negeri terus meningkat mencapai sekitar 17,3 juta ton pada 2020.

Selama 110 tahun perjalanan kelapa sawit di Indonesia, komoditas ini dinilai mampu membuktikan ketangguhannya sebagai tanaman penopang Indonesia kala krisis ekonomi maupun pandemi Covid-19.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan, kontribusi sawit untuk Indonesia sangatlah jelas, baik dari sisi lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan devisa ekspor. Pada September 2021 sumbangan devisa sudah mencapai 25,9 miliar dolar.

Menurutnya, tidak menutup kemungkinan akan mencapai rekor yang lebih tinggi, dan market share sawit dinilainya konsisten. “Jadi dari yang awalnya market share-nya hanya di bawah 15%, sekarang sudah mencapai 30% lebih. Itulah yang kemudian secara jelas bahwa kita mengalahkan kedelai, di mana kedelai dulu hanya 20% dan sekarang pun angkanya masih sekitar 22%," ujar Joko dalam diskusi virtual “110 Tahun Kelapa Sawit di Indonesia dan Peranannya Bagi Negara” pada Rabu (24/11).

Ia kemudian mengungkapkan alasan mengapa sawit sukses hingga saat ini, yakni karena komoditas ini dibutuhkan dunia yang tecermin dari permintaannya yang terus naik. Kunci sukses industri sawit lainnya adalah adanya dukungan dari pemerintah (program kredit), sehingga sawit dapat berkembang pesat, termasuk dukungan riset dan inovasi (benih unggul).

"Jadi inilah yang mesti kita jaga, kemudian pertanyaannya adalah apakah harus kita naikkan, atau akan flat saja, atau boleh turun? Itulah yang menjadi bagian dari refleksi kita. Bahwa kita sekarang adalah market share sawit, dan Indonesia adalah market leader di dalam pasar/perdagangan global minyak nabati,” jelas Joko Supriyono.

Meski demikian, jelas Joko, tidak menutup kemungkinan adanya ancaman dan persaingan ke depan, oleh karena diperlukan refleksi dengan menggunakan analisis SWOT.

"Dalam analisis SWOT yang saya buat, strengths kita adalah bahwa sawit kita sudah luas, tenaga kerjanya pun gampang tidak mengalami kesulitan dalam hal tenaga kerja, penggunaan produknya juga luas dan terbuka lebar, kemudian dukungan pemerintah sudah jelas sekarang," bebernya.

Sponsored

Namun, lanjut Joko, ada sisi kelemahan, yakni kurangnya kekompakan dari sisi kontribusi nasional. "Kualitas produk juga jadi kelemahan kita, produktivitas, dan efisiensi yang rendah dan buruk. Kemudian jika dari opportunities, kita sudah cukup bagus karena global demand meningkat, konsumsi domestik naik terus, dan yang terakhir dari segi ancaman (threats), yaitu kampanye antisawit, proteksionisme di pasar global, dan harga yang fluktuatif atau tren turun," ungkapnya.

"Itulah hal-hal yang harus kita perbaiki dan perhatikan ke depannya. Jadi inilah manfaat dari refleksi 110 tahun perjalanan sawit di Indonesia,” imbuhnya.

Menurut Joko Supriyono, ke depan industri kelapa sawit harus memperbaiki daya saing dari sisi produktivitas, efisiensi, kualitas, value chain, dan hilirisasi. Kemudian pentingnya melakukan riset dan inovasi untuk mendukung perbaikan dari daya saing tersebut.

Berita Lainnya
×
tekid