Serikat Pekerja tolak PP 36/2021 jadi dasar kenaikan upah minimum
PP 36/2021 tidak bisa sebagai dasar hukum penetapan upah minimum karena Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) telah dinyatakan inkonstitusional.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menolak penetapan upah minimum di tahun depan oleh pemerintah yang merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2022. Hal ini disampaikan oleh Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal.
Penolakan ini ditengarai beberapa alasan, menurut Said, PP 36/2021 tidak bisa sebagai dasar hukum penetapan upah minimum karena Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan PP 36/2021 merupakan aturan turunan dari UUCK, maka tidak bisa digunakan sebagai acuan dalam penetapan upah minimum.
“Karena PP 36/2021 tidak digunakan sebagai dasar hukum, maka ada dua dasar yang bisa digunakan,” jelas Said Iqbal dalam keterangan resminya, Rabu (16/11).
Menurut Said, dasar hukum pertama dalam penetapan upah minimum seharusnya adalah PP Nomor 78 Tahun 2015. Pada PP 78/2015 kenaikan upah minimum besarannya dihitung dari nilai inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Atau dengan cara lain, yaitu dasar hukum kedua melalui Peraturan Menteri yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) terkait upah minimum di tahun depan. Atas hal ini, KSPI pun menyarankan agar Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) membuat Permenaker khusus untuk menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2023.
Alasan kedua yaitu, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan upah tidak naik tiga tahun berturut-turut, menyebabkan daya beli turun mencapai 30%.
“Karena itu, daya beli buruh yang turun harus dinaikkan dengan menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika tetap menggunakan PP 36/2021, maka kenaikan upah di bawah inflasi dan dampaknya daya beli buruh akan semakin terpuruk,” ujarnya.
Alasan ketiga, menurut Said harus ada penyesuaian antara harga barang dan kenaikan upah, karena inflasi secara umum mencapai 6,5%. Jika tetap mengacu pada PP 36/2021 maka kenaikan upah hanya 2 hingga 4%.
“Ini maunya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Mereka tidak punya akal sehat dan hati. Masak naik upah di bawah inflasi,” tegas Said.
Lebih lanjut, Said meyakinkan bahwa adanya isu resesi yang akan terjadi di Indonesia tidak benar. Karena menurut ia, resesi tidak terjadi di Indonesia.
“Resesi itu terjadi jika dalam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonominya negatif. Sedangkan saat ini pertumbuhan ekonomi kita selalu positif,” katanya.
Said pun mengimbau agar kenaikan upah ada di atas 6,5% hingga 13% yang berasal dari kenaikan yang lebih tinggi dari angka inflasi dan ditambah pertumbuhan ekonomi.
“Kalau inflasi 6,5% dan pertumbuhan ekonomi 4-5%, yang paling masuk akal angka kompromi kenaikan upah minimum adalah di atas 6,5% hingga 13%,” terang Said.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Fenomena ‘remaja jompo’: Saat sakit tak hanya dialami lansia
Rabu, 27 Sep 2023 12:51 WIB
Ketika relawan capres saling beralih dukungan
Selasa, 26 Sep 2023 06:36 WIB