sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jepang hapus Korsel dari daftar putih pada 2 Agustus?

Korea Selatan menekankan bahwa penghapusan dari daftar putih akan merusak kerja sama ekonomi dan keamanannya dengan Jepang.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Jumat, 26 Jul 2019 12:56 WIB
Jepang hapus Korsel dari daftar putih pada 2 Agustus?

Jepang tengah mempersiapkan persetujuan kabinet pada 2 Agustus untuk menghapus Korea Selatan dari daftar negara-negara yang menikmati perlakuan istimewa dalam urusan perdagangan atau yang disebut daftar putih. Demikian dilaporkan Kyodo pada Jumat (26/7) dengan mengutip sumber-sumber yang mengetahui rencana itu.

Menurut sejumlah sumber, kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe berencana untuk mendukung penghapusan Korea Selatan dari daftar putih. Kemungkinan penghapusan akan berlaku pada akhir Agustus.

Rencana tersebut datang setelah pada 4 Juli Jepang memperketat kontrol ekspor bahan-bahan berteknologi tinggi, yaitu fluorinated polyimide, hydrogen fluoride, dan photoresist  terhadap Korea Selatan yang digunakan untuk memproduksi semikonduktor dan panel display ponsel pintar dan TV.

Ditanya tentang isu tersebut, Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga tidak mengonfirmasinya.

Jepang dijadwalkan akan memutuskan penghapusan Korea Selatan dari daftar putih setelah menyaring opini publik yang berakhir pada Rabu (24/7).

Lebih dari 10.000 komentar yang dikumpulkan termasuk pernyataan dari pemerintah Korea Selatan, menyerukan agar rencana itu dibatalkan.

Namun, surat kabar Yomiuri menyebutkan dari lebih dari 30.000 komentar publik yang masuk, 90% atau mayoritas mereka mendukung rencana pemerintah untuk menghapus Korea Selatan dari daftar putih.

Korea Selatan telah memprotes rencana Jepang itu dengan mengatakan bahwa langkah tersebut akan merusak kerja sama ekonomi dan keamanan mereka yang telah berlangsung puluhan tahun serta mengancam perdagangan bebas.

Sponsored

Saat ini terdapat 27 negara yang ada dalam daftar putih Jepang, termasuk di antaranya Amerika Serikat, Jerman dan Inggris.

Korea Selatan mencoba memicu tekanan internasional bagi Jepang dengan menyuarakan keluhannya mengenai pengetatan kontrol ekspor ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, upaya itu dinilai gagal.

Pada pertemuan yang berlangsung Rabu, WTO mengatakan mereka lebih memilih untuk tidak terlibat dalam perselisihan antar dua negara dengan sejarah yang saling terkait dan rumit.

Utusan khusus Jepang untuk WTO Junichi Ihara mengatakan bahwa perubahan dalam prosedur perdagangan adalah hak prerogatif Jepang dan bukanlah hal yang aneh. Ihara justru menilai bahwa keputusan Tokyo mencerminkan kegagalan Seoul dalam mempertahankan dialog tentang perampingan prosedur perdagangan yang saling menguntungkan.

Menurut Ihara, langkah yang ditempuh Jepang juga didasarkan pada kekhawatiran keamanan nasional menyusul beberapa "kasus ekspor yang tidak tepat" ke Korea Selatan.

Langkah memperketat kontrol ekspor ke Korea Selatan diambil setelah tahun lalu pengadilan Korea Selatan memutuskan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang harus membayar kompensasi bagi warga Korea Selatan yang dipaksa bekerja di pabrik-pabrik Jepang selama pendudukan negara itu di Semenanjung Korea pada 1910-1945. 

Bagi Tokyo, persoalan kompensasi ini telah selesai di bawah perjanjian 1965. Putusan pengadilan Korea Selatan diklaim melanggar hukum internasional.

Di Tokyo, pada Senin (22/7), penasihat keamanan nasional Amerika Serikat John Bolton menekankan kepada Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono bahwa Washington tidak berniat menengahi perselisihan Jepang-Korea Selatan mengenai kompensasi kerja paksa maupun kebijakan perdagangan. Pernyataan tersebut bertentangan dengan komentar Donald Trump yang menawarkan diri sebagai mediator. (Reuters, Kyodo, Japan Today dan Japan Times)

Berita Lainnya
×
tekid