sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Setelah Yerusalem, kini Trump akui kedaulatan Israel atas Golan

Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah pada 1967, dan resolusi DK PBB menempatkannya sebagai wilayah diduduki.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Jumat, 22 Mar 2019 12:10 WIB
Setelah Yerusalem, kini Trump akui kedaulatan Israel atas Golan

Donald Trump telah mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang direbut dari Suriah pada 1967. Kebijakan ini kemungkinan akan meningkatkan harapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk kembali memenangkan pemilu, tetapi juga memprovokasi oposisi internasional.

Pemerintahan AS sebelumnya memberlakukan Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Suriah yang diduduki, sejalan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Trump mengumumkan hancurnya kebijakan itu pada Kamis (20/3) lewat Twitter.

"Setelah 52 tahun, saatnya bagi Amerika Serikat untuk sepenuhnya mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang sangat strategis dan penting bagi keamanan Israel serta stabilitas regional," twit Trump.

Trump tidak hanya menentang resolusi PBB berusia 52 tahun yang dengan suara bulat menegaskan bahwa akuisisi wilayah perang tidak dapat diterima, dia juga melanggar norma pascaperang yang menolak mengakui aneksasi paksa sebuah wilayah. Norma tersebut melandasi sikap Barat dan berbagai pihak lainnya dalam isu aneksasi Semenanjung Krimea oleh Rusia. 

"AS bergantung pada prinsip-prinsip inti itu mengenai penyelesaian sengketa damai dan menolak akuisisi wilayah secara paksa," kata Tamara Cofman Wittes, seorang mantan wakil asisten menteri luar negeri untuk urusan Timur Dekat. 

Wittes yang sekarang peneliti di Brookings Institution menambahkan, "Menarik dasar itu dari kebijakan AS yang menentang aneksasi Semenanjung Krimea oleh Rusia, sama halnya menarik pandangan serupa AS atas kasus sengketa wilayah lainnya."

Netanyahu dengan cepat mentwit ucapan terima kasihnya atas kebijakan Trump.

Sponsored

"Pada saat Iran berusaha menggunakan Suriah sebagai platform untuk menghancurkan Israel, Presiden Trump dengan beraninya mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," twit PM Netanyahu. "Terima kasih, Presiden Trump!."

Pengumuman Trump datang ketika Netanyahu tengah menjamu Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Yerussalem.

"Presiden Trump baru saja menciptakan sejarah," kata Netanyahu. "Saya meneleponnya. Saya ucapkan terima kasih atas nama rakyat Israel. Pesan yang diberikan Presiden Trump kepada dunia adalah bahwa AS mendukung Israel."

Sementara itu, Menlu Pompeo menuturkan, "Wilayah penting itu layak untuk menjadi bagian berdaulat dari Israel."

"Rakyat Israel harus tahu bahwa pertempuran yang mereka perjuangkan, nyawa yang mereka korbankan di tanah itu patut dihormati, berarti dan penting untuk selamanya," tegas Pompeo.

Pengumuman Trump itu terjadi kurang dari tiga pekan sebelum pemilu Israel yang diprediksi berlangsung ketat, dan empat hari sebelum Netanyahu dijadwalkan melawat ke AS.

Trump membantah bahwa pengumumannya itu dimaksudkan untuk membantu Netanyahu mempertahankan jabatannya, bahkan dia mengaku tidak tahu menahu soal pemilu Israel.

"Saya bahkan tidak tahu tentang itu. Saya tidak tahu," kata Trump kepada Fox News. 

Trump mengklaim dia telah berpikir lama untuk mengakui aneksasi Israel atas Dataran Tinggi Golan.

"Ini kedaulatan, ini keamanan, ini menyangkut keamanan regional," tutur Trump.

Para pejabat pemerintahan AS sebelumnya menolak tekanan Netanyahu untuk mengakui kepemilikan Israel atas wilayah perbatasan strategis itu, mengingat Trump sudah menyerahkan "hadiah" signifikan kepada Netanyahu, yaitu pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang diikuti dengan pemindahan Kedubes AS ke sana.

Pengakuan Dataran Tinggi Golan dapat membuka jalan bagi pengakuan AS atas kedaulatan Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Dalam laporan Kementerian Luar Negeri AS belum lama ini, pemerintah Trump mengubah deskripsi tentang Tepi Barat dan Jalur Gaza dari wilayah pendudukan menjadi wilayah yang dikontrol Israel.

Israel menguasai Dataran Tinggi Golan secara bertahap pada tahun-tahun setelah perang Arab-Israel 1948, dan menduduki seluruh area itu dalam perang 1967. Pada tahun itu pula, DK PBB menyetujui resolusi 242 yang menekankan bahwa akuisisi wilayah oleh perang tidak dapat diterima.

Resolusi lebih lanjut, yang didukung oleh pemerintahan Ronald Reagan pada 1981, menolak untuk menempatkan Dataran Tinggi Golan di bawah yurisdiksi Israel langsung.

Selama beberapa dekade ada serangkaian upaya berujung gagal untuk menegosiasikan solusi damai terkait kasus Dataran Tinggi Golan. Yang paling baru terjadi pada 2010, ketika pemerintahan Barack Obama dan Netanyahu terlibat pembicaraan rahasia dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad soal perjanjian damai yang meliputi penarikan Israel.

Namun, upaya itu kandas menyusul fenomena Arab Spring dan keputusan Assad untuk merespons pemberontakan dengan keras pada 2011.

Frederic Hof, mantan pejabat senior kementerian luar negeri yang terlibat dalam negosiasi itu mengatakan bahwa aneksasi berpotensi memicu kerugian diplomatik bagi Israel dan keamanan bagi warga Israel.

"Ini akan disambut oleh musuh bebuyutan Israel, Iran dan Hizbullah, yang akan melihat aneksasi sebagai pembenaran tambahan untuk operasi teror. Ini akan memungkinkan rezim Assad untuk mengubah topik pembicaraan dari kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan ke akuisisi resmi Israel atas wilayah yang melanggar resolusi dewan keamanan PBB 242. Tidak akan ada yang positif bagi keamanan Israel," jelas Hof.

Pengumuman Trump terkait Dataran Tinggi Golan kemungkinan akan semakin memperumit rencananya untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Mengapa Israel menginginkan Golan?

Keamanan dinilai adalah alasan utamanya. Israel mengatakan bahwa perang saudara di Suriah menunjukkan perlunya menjaga dataran tinggi itu sebagai zona penyangga antara kota-kota di Israel dan ketidakstabilan di negara tetangga mereka.

Kekhawatiran Israel lainnya adalah Iran, yang merupakan sekutu rezim Assad, tengah berupaya untuk membangun kekuatan permanen di sisi perbatasan Suriah untuk melancarkan serangan terhadap mereka.

Terlepas dari itu, kedua belah pihak mengidam-idamkan sumber daya air dan tanah yang subur di wilayah itu.

Bagi Suriah, wilayah Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel tetap wilayah yang diduduki. Mereka menuntut itu dikembalikan.

Terdapat lebih dari 40.000 orang tinggal di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, lebih dari setengahnya adalah kelompok Druze.

Komunitas Druze telah lama setia pada rezim Assad. Setelah menganeksasi Golan, Israel memberikan Druze opsi kewarganegaraan, tetapi sebagian besar menolaknya dan masih mengidentifikasi diri mereka sebagai warga Suriah. 

Sekitar 20.000 pemukim Israel lainnya juga tinggal di sana, di mana mayoritas mereka bekerja sektor pertanian dan pariwisata.

Sebelum pecahnya perang saudara di Suriah pada 2011, perselisihan terjadi antara pasukan Israel dan Suriah yang loyal terhadap Presiden Assad. Namun, pada 2014 setelah pemberontak antipemerintah menyerbu Provinsi Quneitra di sisi Suriah.

Mereka memaksa pasukan Assad dan PBB (UNDOF) mundur. Daerah itu tetap di bawah kendali pemberontak sampai Musim Panas 2018, ketika pasukan Assad kembali ke Quneitra yang sebagian besar hancur dan daerah sekitarnya menyusul serangan yang didukung Rusia dan kesepakatan yang memungkinkan pemberontak mundur.

Kini, dari sisi Suriah daerah itu telah dikendalikan oleh pasukan Assad. Dan pasukan PBB, yang ditempatkan untuk mengimplementasikan resolusi DK PBB 338 dan 242, juga akan kembali ke posisi yang telah mereka tinggalkan selama bertahun-tahun.

UNDOF ditempatkan di kamp-kamp dan pos-pos pengamatan di sepanjang Golan, dengan didukung oleh sejumlah pengamat militer dari  United Nations Truce Supervision Organization (UNTSO).

Di antara pasukan Israel dan Suriah terdapat "Area of Separation" atau yang kerap disebut sebuah zona demiliterisasi sepanjang 400 km persegi, di mana keberadaan kekuatan militer tidak diizinkan di bawah pengaturan gencatan senjata. (The Guardian dan Reuters)

Berita Lainnya
×
tekid