sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kelap-kelip masa lalu pohon Natal

Dari mana dan sejak kapan pohon Natal dikenal dunia?

Fandy Hutari
Fandy Hutari Selasa, 25 Des 2018 09:00 WIB
Kelap-kelip masa lalu pohon Natal

Datang ke Hindia

Lantas, kapan pohon Natal mulai digunakan di Indonesia?

Pemerhati sejarah dan warisan budaya kolonial Lilie Suratminto menduga, dikenalnya pohon Natal beriringan dengan berdirinya gereja Protestan pertama di Nusantara.

“Saya menduga, perayaan Natal dengan pohon cemara di Indonesia dimulai sejak berdirinya Gereja Salib (Kruiskerk) atau De Grote Hollandse Kerk pada 1630,” kata penulis buku Makna Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia (2008), ketika dihubungi, Selasa (18/12).

Gereja Salib dibangun pada 1632. Lalu, pada 1733, gereja ini direnovasi. Setelah selesai, gereja diganti nama menjadi De Grote Hollandse Kerk (Gereja Besar Belanda) atau De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda). Gereja ini hancur karena gempa bumi besar pada 1808.

Kemudian, bekas gereja dibangun kembali. Saat ini, gereja tersebut menjadi Museum Wayang. Kata Lilie, saat itu gereja Katolik tak mesti menggunakan pohon cemara, tapi pohon apa saja.

Menurutnya, ketika itu, di gereja Katolik saat Natal di dekat mimbar ada gua, patung Bunda Maria, bayi Yesus, serta para gembala. Sedangkan di gereja Protestan hanya ada pohon cemara.

Sementara itu, dalam tulisannya “Kerstboom en kerstviering op kolonial Jawa” (1852-1941), yang dipublikasikan Volkskundig Bulletin 25.2/3, antropolog dari Departemen Etnologi Institut Meertens, Belanda, John Helsloot menulis, berdasarkan penelitian H. Reenders, pohon Natal baru diperkenalkan di Jawa pada 1852, tak lama setelah pulau ini bisa diakses para misionaris.

Sponsored

Helsloot menulis, pada 1857 terdapat pohon Natal di rumah misionaris M. Teffers di Desa Allang, Ambon. Dan di tempat yang cukup terpencil di Jepara, timur laut Semarang, pohon Natal terdapat di sana pada 1859, diperkenalkan Mennonite dan Réveil, yang dipengaruhi misionaris P. Jansz.

Iklan pohon Natal tiruan di sebuah surat kabar. (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14 Desember 1907).

Menurut Lilie, dahulu orang tidak kenal pohon cemara tiruan. “Pohon Natal tiruan dimanfaatkan orang-orang untuk meraih keuntungan yang besar. Termasuk menjual aksesoris Natal dan segala sesuatu dihubungkan dengan Natal,” ujar Lilie, yang berprofesi sebagai dosen bahasa, budaya Belanda, dan linguistik di Universitas Indonesia itu.

Namun, bila memperhatian koran-koran berbahasa Belanda yang terbit pada akhir 1800-an, sudah banyak iklan yang menawarkan pohon Natal, beserta hiasannya.

Misalnya, Toko F. Becker di Kwitang, Batavia, yang beriklan di Bataviaasch nieuwsblad edisi 19 Desember 1895. Toko ini menjual cokelat, buah, kembang gula yang diisi minuman keras, dan dekorasi untuk pohon Natal.

Toko Sluisbrug mengiklankan pohon Natal tiruan, lilin, dan tatakan lilin dalam Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 14 Desember 1907.

Pohon Natal dijual mulai f0,60 hingga f45, lilin per kotak 24 sen, dan tatakan lilin per lusin 40 sen. Artinya, akhir dan awal abad ke-20, pohon Natal tiruan sudah mulai masuk Hindia Belanda.

Dalam buku Api Sejarah Indonesia jilid I, sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara menulis, di wilayah bumiputra yang mayoritas beragama Islam, tak ada pohon cemara. Ahmad mengatakan, pohon cemara identik dengan ajaran gereja sebagai pohon Natal.

“Sebaliknya, dalam ajaran Islam, pohon cemara sebagai lambang pohon kemurkaan Allah,” tulis Ahmad Mansur di bukunya itu.

Mansur menulis, di wilayah bumiputra yang mayoritas beragama Islam terdapat banyak pohon buah-buahan, seperti pepaya, pisang, kelapa, melinjo, jeruk, dan rambutan. Namun, tak terdapat pohon cemara.

Berita Lainnya
×
tekid