sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Muhammad Asri Anas

Jabatan 9 tahun kades, godaan nakal parpol jelang Pemilu 2024

Muhammad Asri Anas Minggu, 22 Jan 2023 19:03 WIB

Sejak diberlakukannya UU No 6 Tahun 2014, dalam pandangan kami, ada tiga hal persoalan krusial yang senantiasa menjadi aspirasi kepala desa, BPD dan perangkat desa, tetapi tidak mendapatkan dukungan serius oleh partai politik.

Tiga hal ini sangat penting dalam membantu proses percepatan pembangunan desa. Tiga hal tersebut senantiasa disuarakan dan disampaikan kepala desa, BPD dan perangkat desa dalam forum desa tingkat daerah maupun nasional, termasuk disampaikan ke DPR, yang disuarakan ke anggota DPR saat reses.

Tiga hal tersebut yaitu, pertama, gaji kepala desa, BPD, dan perangkat desa sangat kecil dan dibayarkan pertiga bulan/triwulan. Padahal kepala desa, BPD dan perangkat desa adalah pelaksana pemerintahan terdepan, bekerja tanpa batas waktu melayani masyarakat.

Sesuai regulasi gaji kepala desa hanya sebesar Rp3.600.000, perangkat desa Rp2.300.000-Rp2.800.000, sedangkan gaji BPD minimal 20% dari setiap kepala desa atau sekitar Rp870.000 per bulan. Gaji tersebut tentu jauh dari cukup jika dilihat pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan terdepan di masyarakat, sehingga aspirasi penambahan gaji dan pembayaran gaji dilakukan per bulan senantiasa disampaikan.

Kedua, sejak berlakunya UU Desa, kepala desa selalu menyuarakan tentang biaya operasional pemerintahan desa. Kepala desa adalah pelaksana pemerintahan yang diberikan mandat melakukan pelayanan 24 jam, tetapi tidak diberi biaya operational. Hal itu menyebabkan banyak kepala desa “nyambi cari penghasilan tambahan dan tidak fokus”.

Padahal kepala desa dituntut sebagai pejabat yang harus memiliki operasional dalam pelaksanaan tugas sehari hari. Kepala desa umumnya menggunakan dana pribadi untuk menunjang operational pelayanan pada masyarakat.

Ketiga, pengelolaan dana desa yang otonom dan mandiri dengan dilaksanakan sesuai aspirasi masyarakat melalui musyawarah desa. Otonom dan mandiri seakan dikebiri oleh kebijakan atau regulasi turunan UU No 6 Tahun 2014, sehingga keputusan Musrembang Desa, seakan hanya menjadi “pelengkap pembangunan desa”. Semua diatur dan ditentukan oleh kebijakan dibuat pemerintah pusat.

Tiga hal krusial tersebut oleh partai politik tidak pernah mendapatkan respons serius. Terlebih mendapat dukungan untuk memperbaiki, bahkan sekelas Kementerian Desa sudah berganti tiga menteri, tidak menjadikan tiga hal tersebut di atas sebagai persoalan yang harus direspons serius.

Sponsored

Namun kepala desa, BPD dan perangkat desa menyampaikan tiga hal tersebut dalam dialog dan menyampaikan aspirasi ke presiden pada pelaksanaan Silatnas Desa 2023. Kemudian, presiden memerintahkan agar tiga poin ini diperbaiki sesuai aspirasi kepala desa. Termasuk di antaranya Perpes 104 tentang Penggunaan Dana Desa yang penggunaannya minimal 40% harus digunakan untuk biaya Covid-19 dan recovery pasca-Covid menjadi maksimal 40%.

Padahal lebih 12.000 kades telah menyampaikan aspirasi ke Istana dan DPR, tetapi saat itu tidak ada partai politik menyuarakan dukungan bahkan menerima aspirasi pun, DPR tidak melakukannya.

Belajar dari pengalaman di atas dalam hubungannya masa jabatan sembilan tahun, organisasi desa kepala desa, BPD, dan perangkat desa seluruh Indonesia, menilai, bahwa janji masa jabatan sembilan tahun untuk kepala desa dan BPD “bisa jadi hanya gula-gula manis yang dilemparkan partai politik untuk menarik simpati menghadapi Pemilu Legislatif dan Presiden 2024”.

Sebab semua tahu, jika mendapatkan simpatik dan mendapatkan dukungan kepala desa, BPD, perangkat desa, sama dengan mampu mengendalikan 30%-70% suara basis yang ada di desa di Indonesia. Sekarang pertanyaannya, benarkan partai politik serius, dan akankah presiden setuju “sesuai dengan kalimat saudara Budiman Sujatmiko” yang membawa nama pemerintah, bahwa presiden setuju masa jabatan sembilan tahun untuk kepala desa dan BPD, “waktu yang akan membuktikan”.

Apdesi sangat mengapresiasi Menteri Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Halim Iskandar yang terdepan menyuarakan masa jabatan sembilan tahun. Walau secara etika pemerintahan, sebagai pembantu presiden, harusnya Menteri Desa mengurusi desa dengan meminta pandangan presiden. Khususnya apakah konstruksi masa jabatan ini bisa dilaksanakan atau tidak. Sebab menjanjikan masa jabatan sembilan tahun bagi kepala desa, BPD, dan perangkat desa menjelang pemilu. Ibarat “membangunkan singa tidur pemilik konstituen terbesar di Indonesia”. Apalagi ini menjelang Pemilu 2024.

Seharusnya di pemerintahan ada kesepahaman dulu apakah ini strategis untuk diutarakan atau tidak. Sebab perubahan masa jabatan akan sangat memengaruhi siklus kebijakan, pola penganggaran dan juga koordinasi pemerintahan.

Sebagai organisasi pemerintahan desa terbesar di Indonesia, Apdesi tentu menyambut baik dukungan dan perhatian partai politik untuk merevisi UU No 6 Tahun 2014, sebab kami menganggap banyak hal harus disempurnakan, dilengkapi, atau disesuaikan dalam perjalanan sembilan tahun UU No 6 Tahun 2014.

Dalam diskusi terbatas tiga organisasi desa, Apdesi (kepala desa) Abpednas (BPD) dan PPDI (perangkat desa), sangat memberi apreasiasi kepada partai politik, yang melontarkan gagasan revisi UU No 6 Tahun 2014 terlebih jika dilaksanakan di 2023.

Tetapi kepala desa, BPD, dan perangkat desa, tentu tidak akan terjebak dalam mainan politik menjelang Pemilu 2024. Karena bola panas ‘Revisi UU NO 6 Tahun 2014” sudah digelindingkan, maka tentu kepala desa, BPD, dan perangkat desa akan menuntut balik “partai politik yang menyuarakan bola panas, janji revisi UU No 6 Tahun 2014, tetapi tidak direalisasikan menjelang Pemilu 2024”.

Jangan sampai kepala desa, BPD dan perangkat desa, menganggap ini hanya godaan nakal partai politik atau politisi hanya untuk meraup suara basis desa menghadapi Pemilu 2024 dengan mengedepankan isu jabatan sembilan tahun.

Berita Lainnya
×
tekid