Menyerang balik aksi terorisme
Aksi terorisme di sepanjang 2018 memang terbilang kerap terjadi
DPR diminta selesaikan RUU Tindak Pidana Terorisme
Atas rangkain aksi teror yang terjadi di berbagai tempat, semua pihak beramai-ramai mendesak DPR untuk segera menuntaskan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang. Tarik ulur dan lempar tanggung jawab pun sempat terjadi antara pihak pemerintah dan DPR atas lamanya penyusunan RUU Tindak Pidana Terorisme ini.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menyebut pengesahan RUU Terorisme tertunda karena masih adanya perbedaan perbedaan di pemerintah mengenai definisi terorisme.“Jika pemerintah sudah sepakat tentang definisi terorisme, RUU Terorisme bisa dituntaskan pada masa sidang mendatang,” paparnya di DPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (13/5).
Sebaliknya pemerintah menuding bahwa DPR lah yang tak serius menyelesaikan revisi Undang-undang Terorisme. Presiden Jokowi secara terang-terangan menyatakan akan mengeluarkan Perpu jika DPR tak kunjung mengesahkan RUU Terorisme yang diajukan pemerintah.
Sementara di sisi lain, penyelesain Undang-undang ini telah sangat ditunggu oleh pihak penegak hukum guna menindak dan mengantisipasi terjadinya kejahatan terorisme, hal ini bukan tanpa alasan, sebab jika menggunakan payung hukum yang lama, polisi tak bisa menindak teroris sebelum adanya aksi yang terjadi.
Setelah sempat, menjadi polemik antara pemerintah dan DPR dan juga adanya desakan kuat dari masyarkat, akhirnya DPR dalam rapat paripurna di Parlemen mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang.
Ketua Pansus Revisi UU Terorisme, Muhammad Syafii berharap UU yang baru ini bisa menjadi payung hukum dalam melakukan pemeberantasan tindak pidana terorisme yang lebih komprehensif, pasalnya dalam UU ini terdapat penambahan subtansi atau norma baru untuk menguatkan peraturan dalam UU sebelumnya.