sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penggeledahan di kantor PDIP gagal akibat UU KPK baru

Upaya penggeledahan dan penyegelan sebaiknya tak diumumkan kepada publik.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 14 Jan 2020 20:43 WIB
Penggeledahan di kantor PDIP gagal akibat UU KPK baru

Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan gagalnya penggeledahan yang hendak dilakukan KPK beberapa waktu lalu di kantor PDI Perjuangan merupakan bukti bahwa Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK membawa kerugian dalam upaya pemberantasan korupsi. 

"Ini membuktikan bahwa 13 hari proses pengundangan undang-undang itu (UU KPK hasil revisi) menghasilkan ketidakjelasan hukum. Ini yang merugikan KPK," kata Erry di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (14/1).

Ia menambahkan, urung dilaksanakannya penggeledahan itu setalah operasi tangkap tangan (OTT) karena terhambat persetujuan Dewan Pengawas KPK, yang hingga kini belum memiliki standar operasional prosedur atau SOP dalam tugasnya. Selain itu, dia mengatakan penggeledahan semestinya tidak diumumkan.

Pada Kamis (9/1) kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Menteng, Jakarta Pusat tertutup rapat. Diduga, penutupan karena ada informasi yang beredar sebelumnya bahwa tim Satgas Penindakan KPK berencana menggeledah salah satu ruangan di kantor tersebut.

"Penggeledahan tidak boleh diumumkan. Penggeledahan, ya dilakukan sekonyong-konyong tanpa orang yang akan digeledah tahu. Kalau tahu, ya mereka siap-siap dong," ujar Erry.

Lebih lanjut, dia mengatakan, dalam menjalankan tugasnya melakukan penggeledahan atau penyegelan, penyidik KPK tidak perlu membawa surat. Menurutnya, surat dibutuhkan hanya untuk proses penyitaan barang yang berkaitan dengan kasus korupsi.

"Setahu saya enggak (bawa surat untuk penggeledahan dan penyegelan). Cuma mungkin mereka mengacu pada Undang-Undang (KPK) yang baru," kata dia.

Penggeledahan di kantor DPP PDI-Perjuangan diduga sebagai bagian dari proses penyelidikan KPK terkait kasus korupsi yang menjerat salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. 

Sponsored

Diketahui, Wahyu Setiawan terjaring operasi tangkap tangan atau OTT KPK pada Rabu (8/1) siang di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, sesaat sebelum terbang ke Kepulauan Bangka Belitung. 

Dalam perkara itu, Wahyu diduga menerima uang dari Harun Masiku guna memuluskan dirinya maju sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Upaya itu dibantu oleh mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang  kader PDIP yakni Saeful Bahri.

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya itu. Permintaan itu kemudian dipenuhi Harun. Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.

Pada pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui seorang stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat. Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani dengan rincian Rp250 juta untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu. 

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai anggota DPR. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. 

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai anggota DPR dari mekanisme PAW. Untuk itu, pada 8 Januari 2020 Wahyu meminta uang yang berasal dari Harun kepada Agustina. 

Namun, saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti uang senilai Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Berita Lainnya
×
tekid