sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tim advokasi minta PMJ beri akses bantuan hukum kepada pedemo yang ditangkap

Penghalangan pendampingan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian bertentangan dengan prinsip-prinsip fair trial. 

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Sabtu, 10 Okt 2020 17:16 WIB
Tim advokasi minta PMJ beri akses bantuan hukum kepada pedemo yang ditangkap

Tim Advokasi untuk Demokrasi menuntut Polda Metro Jaya segera membuka data penangkapan massa aksi penolak Undang-Undang Cipta Kerja. Selain itu, tim juga meminta agar demonstran yang ditangkap diberikan akses mendapatkan bantuan hukum.

Pasalnya, hampir 2x24 jam sejak aparat kepolisian melakukan tindakan represif, menangkap, dan menahan seribuan lebih massa aksi, tim advokasi hingga Sabtu (10/10) siang juga masih dihalang-halangi memberikan bantuan hukum. Selain itu, juga kesulitan mendapatkan data pasti jumlah yang ditangkap.

"Padahal, data ini diperlukan karena banyaknya massa aksi yang sampai sekarang dilaporkan hilang dan belum diketahui keberadaannya," ujar Ketua bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, salah satu anggota tim, secara tertulis, Sabtu (10/10).

Penghalangan pendampingan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian bertentangan dengan prinsip-prinsip fair trial sebagaimana yang ada dalam konstitusi, KUHAP, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

Tindakan tersebut, juga melanggar prinsip dasar PBB tentang peran pengacara angka delapan yang menyatakan orang-orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara berhak dikunjungi, berkomunikasi, dan konsultasi dengan pengacara tanpa penundaan.

"Bahkan kepolisian melanggar peraturannya sendiri, yaitu Pasal 27 ayat 2 huruf o Perkap No 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI yang menyatakan petugas dilarang menghalangi-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada saksi/tersangka yang diperiksa," jelasnya.

Untuk itu, Tim Advokasi Untuk Demokrasi menuntut Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memerintahkan seluruh jajarannya agar, pertama membuka data jumlah massa aksi yang ditangkap, sudah dibebaskan, serta berstatus pemeriksaannya dilanjutkan.

Kedua, memberi akses bagi pendamping hukum agar dapat mendampingi massa aksi yang menjalani pemeriksaan lanjutan dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi.

Sponsored

Tim Advokasi Untuk Demokrasi terdiri dari YLBHI, KontraS, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Muhammadiyah, LBH Ansor, AMAR Law Firm, KASBI, KPBI, Paralegal Jalanan, Walhi, Jatam, Imparsial, ICJR, ELSAM dan PILNet.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan Polda Metro Jaya menangkap sebanyak 1.192 massa aksi tolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di ibu kota. Lebih dari 50% disebut berasal dari luar daerah dan kelompok pelajar.

"Dari 1.192 (yang ditangkap) tercatat ada lebih 50% pelajar dan lebih dari 50% ternyata bukan warga Jakarta," katanya.

Sementara berdasarkan data Polri, demo penolakan UU Cipatker terjadi di Jakarta, Jawa Barat, Semarang, Jogja, Malang, Surabaya, Medan, Lampung, Makassar, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Jambi, Kepulauan Riau, Aceh dan Sumatera Barat.

"Dari aksi demo di wilayah-wilayah tersebut, ribuan orang yang ditangkap adalah kalangan pelajar. "1.548 pelajar ditangkap di Polda Metro Jaya, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Argo Yuwono dalam konferensi pers, Jumat (9/10).

Berita Lainnya
×
tekid