sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mimpi Sandiaga Uno membawa BUMN berjaya

Sandi mengungkapkan rencananya untuk mendorong BUMN masuk ke dalam daftar Fortune 500, jika pasangan itu menang Pemilu 2019.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Senin, 24 Des 2018 19:12 WIB
Mimpi Sandiaga Uno membawa BUMN berjaya

Perlu modal alternatif

Sementara itu, Eko juga mengapresiasi rencana pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Sandiaga untuk lebih agresif membangun infrastruktur. Eko menuturkan, kemampuan perusahaan pelat merah, seperti BUMN karya untuk membangun infrastruktur memang tidak perlu diragukan.

Pada kasus tertentu, membangun proyek tanpa utang memang mustahil. Apalagi BUMN karya juga mengandalkan penyertaan modal negara untuk pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, kata Eko, perlu dicarikan skema pembiayaan yang lebih kreatif.

“Tanpa permodalan yang kuat memang pembangunan proyek tidak bisa lari kencang. Dengan demikian perlu dicarikan pendanaan, seperti mencari pemodal di dalam negeri. Banyak kok pengusaha yang punya banyak uang dan mau berinvestasi di infrastruktur. Kalaupun harus dengan berutang ke asing, perlu diperhitungkan dampaknya ke ekonomi nasional,” ujar Eko.

Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan) didampingi Dirut PT Pertamina ( Persero) Nicke Widyawati (kanan) menyaksikan Direktur Pertamina Retail Mas'ud Khamid (kiri) dan Direktur Operasi II Waskita Karya Bambang Iranto menunjukkan nota kesepahaman di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (3/12/). (Antara Foto).

Pernyataan Eko bukan tanpa alasan. Melihat data sebelumnya, Kementerian BUMN mencatat, utang BUMN sebesar Rp5.217 triliun per September 2018. Angka tersebut merupakan total utang dari 143 BUMN.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menyebut, utang Rp5.271 triliun termasuk menghitung dana pihak ketiga yang ada di BUMN perbankan.

Sponsored

Aloysius mengatakan, BUMN konstruksi memiliki risiko lebih tinggi dalam membayar utang. Setidaknya, ada dua alasan yang menjadi penyebab. Pertama, karena rata-rata industri konstruksi (non-BUMN) tidak menggarap banyak proyek.

Kedua, karena BUMN memiliki proyek pre-financing alias proyek yang dikerjakan dengan dana dari perusahaan, yang juga bersumber dari utang. Jika proyek sudah jadi, baru dibayar oleh pemilik proyek. Dalam hal ini pemerintah.

"Kontraktor itu keluarin duit dulu. Setelah jadi lima tahun, 10 tahun, barang jadi, setelah diserahkan, baru duitnya turun," ujar Aloysius di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (4/12).

Skema pre-financing ini dilakukan, agar pemerintah bisa menggenjot pembangunan infrastruktur. Sementara pendanaan dibebankan dulu ke perusahaan, untuk pembebasan lahan hingga pembangunan konstruksi.

Di sisi lain, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, bengkaknya utang BUMN terjadi karena beberapa hal. Dari sisi penugasan, target pembangunan infrastruktur menjadi salah satu penyebab pertumbuhan utang perusahaan-perusahaan milik negara.

Misalnya, beban pembangunan yang kini harus ditanggung BUMN, seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Hutama Karya (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, hingga PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Pertamina dan PLN juga harus menanggung penugasan di sektor energi. Tak ketinggalan, bank-bank pelat merah, seharusnya diberi tugas untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan 1 juta rumah, meski tidak seberat BUMN karya dan energi.

Lantas, pertanyaannya, dengan segala permasalahan yang ada, mungkinkah mimpi Sandiaga Uno membawa BUMN berjaya di tingkat global ini akan berhasil?

Berita Lainnya
×
tekid