sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Developer girang pajak rumah mewah bakal dihapus Sri Mulyani

Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani menghapus pajak rumah mewah disambut positif oleh perusahaan pengembang properti alias developer.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Jumat, 26 Okt 2018 19:48 WIB
Developer girang pajak rumah mewah bakal dihapus Sri Mulyani

Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani menghapus pajak rumah mewah disambut positif oleh perusahaan pengembang alias developer.

Sejumlah emiten properti memiliki portofolio rumah mewah, seperti PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT Intiland Development Tbk. (DILD), PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE), hingga PT Pakuwon Jati Tbk. (PWON).

Direktur Investment PT Intiland Development Tbk. (DILD) Archied Noto Pradono mengatakan, penghapusan pajak pada properti mewah di Indonesia akan berdampak positif bagi perusahaan.

"Harapannya positif. Menambah gairah orang investasi properti harapannya dan penjualannya bisa naik," ujar Archied saat dihubungi Alinea.id, Kamis (25/10).

Akan tetapi, dia masih enggan untuk menyebut berapa target perusahaan ke depan jika nantinya pajak properti mewah tersebut dihapus oleh pemerintah.

"Belum tahu, nanti saya update, saya belum di-update sehubungan dengan wacana ini," pungkasnya.

Pemerintah, lewat Kementerian Keuangan tengah melakukan kajian tentang penghapusan beberapa komponen pajak pada setiap transaksi rumah atau properti mewah di Indonesia.

Kajian dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Kajian yang dilakukan terkait dengan penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM) dan PPh 22. 

Sponsored

Penghapusan pajak ini direncanakan akan dilakukan karena tingginya tarif pajak properti mewah dinilai menjadi salah satu penyebab lesunya penjualan di segmen tersebut.

Pendiri dan Direktur Jagartha Advisors Iwan FX mengatakan, wacana pemerintah untuk menghapus PPh22 dan PPnBM tentunya diharapkan dapat meberikan angin segar bagi segmen properti mewah untuk lebih menggeliat dan juga memberikan multiplier effect ke berbagai sektor pendukung yang akhirnya akan mendorong pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan.

"Tidak bisa dipungkiri pasar properti di Indonesia masih tergolong stagnan dan tidak bergairah dalam kurun waktu 5 tahun diseluruh segmen dan termasuk di segmen properti mewah," ujar Iwan.

Selama ini, rumah dengan luas lebih dari 400 m2 atau nilai lebih besar dari Rp5 miliar dan apartemen dengan luas lebih besar dari 150 m2 atau nilai lebih besar dari Rp5 miliar dikenakan pajak PPh22 sebesar 5%.

Selain itu bagi rumah dengan nilai lebih dari Rp20 miliar dan apartemen dengan nilai lebih dari Rp10 miliar dikenakan PPnBM sebesar 20%. Struktur pajak untuk properti mewah di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan dengan wilayah regional lainnya.

"Belajar dari sejarah kita melihat kontribusi sektor properti terhadap PDB pernah mencapai level 20% sebelum krisis 1998 dahulu dan saat ini hanya menyisakan kontribusi sebesar 12% terhadap PDB," kata Iwan.

Menurutnya, berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah sejak pertengahan 2016 lalu, mulai dari peningkatan loan to value (LTV) pinjaman di perbankan, relaksasi terhadap kepemilikan asing, relaksasi pencairan kredit pemilikan rumah (KPR) dan juga penurunan PPh final bagi developer.

"Namun di sisi lain, kami melihat sampai saat ini pemerintah masih membutuhkan penerimaan pajak yang tinggi untuk dapat menyeimbangkan pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur. Setiap potensi pendapatan tentunya akan sangat membantu dalam meningkatkan pendapatan negara," jelas Iwan.

Oleh karena itu, lanjutnya, alangkah baiknya apabila PPnBM tidak dihapus secara keseluruhan namun diberikan stimulus dalam bentuk pengurangan tarif PPnBM dan menerapkan skema tarif progresif serta menaikkan batas bawah (threshold) rumah mewah yang dikenakan PPnBM.

"Apabila pada akhirnya PPh22 dan PPnBM dihapus maka emiten yang berpotensi mendapatkan dampak positif adalah BSDE dan PWON. Sentimen mungkin bisa langsung berasa saat diumumkan, tapi real effect tetep butuh waktu," ungkapnya.

Tepisah, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, terkait penghapusan pajak rumah mewah tersebut dapat berdampak bagi kinerja emiten pengembang properti mewah.

"Pengaruhnya mungkin ada, tapi sementara ini kami lihatnya belum akan terlalu signifikan karena belum terlihat dampaknya. Permintaan rumah paling besar masih dari kelas menengah. Meski demikian, diharapkan penghapusan pajak tersebut bisa membantu penjualan properti di segmen residensial atas untuk meningkatkan kinerja emiten," ungkap Reza.

Reza menilai, untuk sektor properti memang banyak anggapan terjadi penurunan daya beli sehingga membuat banyak developer kesulitan. Itu tergantung dari segmen yang dikerjakan oleh developer itu.

"Secara permintaan mungkin ada penurunan namun, bukan berarti enggak ada permintaan," kata dia. 

Dia mencontohkan, BSDE, masih bisa meningkatkan pendapatannya dari berbagai macam segmen, terutama segmen residensial dengan berbagai promosi yang mereka lakukan di masyarakat. Segmen apartemen juga ternyata menarik minat masyarakat.

"Jadi, secara umum mungkin terjadi penurunan tapi untuk beberapa emiten masih bisa membukukan kinerja yang baik," jelasnya.

Adapun Reza menyebut, perusahaan harus meiliki strategi tertentu demi meningkatkan kinerja yan lebih baik. "Pendapatan dari properti itu kan dari konsumen. Sudah pasti melakukan promosi, pameran, dan lainnya untuk lebih mendekatkan ke masyarakat agar masyarakat tertarik beli propertinya," terangnya.

Berita Lainnya
×
tekid