sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jokowi jangan lepas tangan kasus Talangsari

Kasus Talangsari yang telah terkatung-katung selama 30 tahun diharapkan bisa diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo.

Armidis
Armidis Selasa, 05 Mar 2019 22:34 WIB
Jokowi jangan lepas tangan kasus Talangsari

Kasus Talangsari yang telah terkatung-katung selama 30 tahun diharapkan bisa diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo.

Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Kedatangan korban dan keluarga korban meminta penyelesaian kasus Talangsari yang diabaikan selama 30 tahun.

Wakil koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Bidang Strategi dan Mobilisasi Feri Kusuma meminta presiden tidak lepas tangan untuk menuntaskan kasus Talangsari.

Pasalnya, Jokowi sebagai presiden, secara Undang-undang dapat dikategori sebagai aktor bila tidak ada keinginan untuk menuntaskan kasus Talangsari. Jokowi tidak bisa menyebut dirinya tidak dibebani masa lalu, jika sikap politiknya enggan menuntaskan kasus Talangsari.

"Negara, siapa pun presidennya, dia punya tanggung jawab. Kalau jadi presiden tapi tidak melakukan apa-apa, bisa disebut dia bagian dari aktor," kata Feri di kantor LPSK, Jakarta Timur, Selasa (5/3).

Untuk diketahui, Tim Terpadu inisiasi Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan menggelar deklarasi damai kasus pelanggaran HAM berat Talangsari 1989. Acara deklarasi pada 20 Januari 2019 itu dihadiri Pemda Lampung Timur, Kemenko Polhukam serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Feri menjelaskan, deklarasi damai bukan penyelesaian yang baik terhadap pelanggaran HAM. Sebab, instrumen hukum sangat memungkinkan untuk membawanya ke pengadilan HAM.

"Masalahnya soal mau tidak mau. Kita punya instrumen hukum yang kuat untuk itu," kata Feri.

Sponsored

Karena itu, Feri mendesak agar upaya hukum yang sudah dilakukan segera diselesaikan melalui pembentukan hakim HAM adhoc. Namun, untuk melanjutkan itu mesti ada kemauan pemerintah.

Sementara itu, pemerintah sendiri masih tersandera oleh kepentingan oligarki politik yakni aktor yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Karena itu, diperlukan komitmen pemerintah untuk keluar dari dominasi oligarki tersebut.

"Kendalanya, soal kemauan politik dari pemerintah saja. Aktor yang diduga terlibat dalam kasus Talangsari sampai hari ini masih memengaruhi kebijakan pemerintah," ucap dia.

Hak keluarga korban

Sementara itu, Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung mengadu ke LPSK. Korban meminta LPSK dapat memenuhi hak dasar korban Talangsari 1989.

Koordinator Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) Edi Arsadad mengaku kesulitan untuk mengakses hak-hak dasarnya.

"Kita meminta sebatas kewenangan LPSK untuk pemberdayaan dan pemulihan psikososial agar didapatkan korban Talangsari" kata Edi kepada Alinea.id di kantor LPSK.

Edi menambahkan, kasus Talangsari memiliki dampak negatif bagi korban langsung maupun korban tidak langsung. Dia mencontohkan pengalamannya yang sangat sulit untuk mengakses dunia pendidikan lantaran stigma negatif tersebut.

Karena itu, semestinya LPSK juga bisa membantu korban Talangsari agar mampu mengakses dunia pendidikan pemerintah. Sebab, kesulitan akses terhadap sekolah membuat korban tidak bisa keluar dari persoalan kemiskinan.

"Imbas peristiwa itu banyak juga korban tidak langsung. Bahkan ada yang tidak sekolah, jadi LPSK bisa mengakomodir bentuknya bisa beasiswa," kata dia.

Menurut Edi, stigma itu membuat pihaknya kesulitan mendapatkan layanan pemerintah. Padahal, hak dasar warga negara merupakan hak yang semestinya diterima korban Talangsari.

"Kan dulu kami dicap sebagai pengacau keamanan. Dampaknya tidak bisa sekolah jadi bodoh, lalu hanya bisa menjadi kuli," ucapnya.

Wakil Koordinator KontraS Bidang Strategi dan Mobilisasi Feri Kusuma mengungkap hal serupa. Feri menyebut, 80 korban Talangsari yang di BAP oleh Komnas HAM sebagian besar mendapat perhatian LPSK.

Dia berharap, korban yang belum mendapat layanan kesehatan dan psikologis juga mendapat perhatian LPSK. LPSK, kata Feri, juga menjadi lembaga yang diikusertakan menyelesaikan masalah korban.

"Korban Talangsari ini sudah 80 di BAP Komnas HAM. Dari 80, baru 11 orang yang diberi layanan oleh LPSK," ucapnya.

Karena itu, dia berharap, LPSK juga aktif mendorong agar kasus Talangsari juga diselesaikan oleh pemerintah. "Bagaimana LPSK juga bisa mendorong pemerintah untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM," ujarnya.

Berita Lainnya
×
tekid