sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ronaldo, New Castle, dan mimpi Arab Saudi jadi raksasa sepak bola

Arab Saudi tak hanya sekadar persinggahan terakhir pemain gaek Eropa.

Christian D Simbolon
Christian D Simbolon Minggu, 22 Jan 2023 12:14 WIB
Ronaldo, New Castle, dan mimpi Arab Saudi jadi raksasa sepak bola

Setelah diisukan dibidik sejumlah klub Eropa, Cristiano Ronaldo resmi memilih Al-Nassr sebagai klub barunya, akhir Desember lalu. Klub Arab Saudi tersebut dikabarkan menggelontorkan duit hingga US$310 juta per tahun untuk membayar gaji pesepak bola yang tenar dengan sebutan CR7 itu. 

"Saya bahagia bisa merasakan pengalaman baru di sebuah liga dan negara yang berbeda. Visi yang dimiliki sangat menginspirasi. Saya tak bisa menunggu untuk bergabung dengan rekan-rekan setim saya," kata Ronaldo dalam wawancara perdananya usai resmi berbaju Al-Nassr. 

Ronaldo berstatus free transfer setelah berkonflik dengan petinggi Manchester United. Sepanjang karier, Ronaldo telah membukukan puluhan gelar bagi klub-klub yang ia bela, mulai dari juara liga domestik hingga gelar Liga Champions. Ia juga tercatat telah lima kali mengantongi Balon d'Or. 

Berusia 37 tahun, Ronaldo diyakini bakal menggantung sepatu di Al-Nassr. Terlebih, ia telah menandatangani kontrak dengan durasi hingga 2,5 tahun di klub tersebut. Saat kontrak usai, Ronaldo bakal genap berusia 40 tahun. 

Ini bukan kali pertama Arab Saudi jadi persinggahan pemain gaek. Pada 1980, Roberto Rivelino, midfielder legendaris Brasil, bergabung dengan Al-Hilal. Di pengujung kariernya sebagai pesepak bola profesional, Rivelino sukses membawa Al Hilal menjuarai liga dengan raihan 39 gol dalam semusim. 
 
Pada 1998, Hristo Stoichkov, pesepak bola terbaik Bulgaria sepanjang sejarah, juga tercatat pernah bermain di Liga Arab Saudi. Namun, eks penyerang Barcelona itu hanya bermain di dua laga kompetitif. Stoichkov memilih meneruskan karier bersama Kashiwa Reysol sebelum pensiun di AS. 

Saat ini, tak semua pemain asing yang bermain di Arab Saudi telah uzur. Menurut catatan Transfermarkt, ada 139 pemain asing yang bermain di Saudi Pro League pada musim 2022-2023. Itu sekitar 24,2% dari total jumlah pemain di 18 tim. 

Selain Ronaldo, sejumlah pemain beken yang kini masih berkarier di Arab Saudi, semisal David Ospina (Kolombia), Ever Banega (Argentina), Luis Gustavo (Brasil), Matheus Pereira (Brasil), dan Vincent Aboubakar (Kamerun). 

Transfermarkt mencatat klub-klub di Arab Saudi mulai rutin memboyong pemain asing sejak dua dekade silam. Pada Juli 2008, rekor pemain asing termahal pecah kala Al-Nassr FC memboyong penyerang berkebangsaan Benin, Razak Omotoyossi, dengan nilai transfer sekitar 2,2 juta Euro. Sebelumnya, Omotoyossi bermain di Liga Swedia bersama Helsingborgs IF. 

Sponsored

Sekitar sebulan berselang, rekor pemain asing termahal pecah lagi setelah Al-Hilal SFC memboyong sayap kanan berkebangsaan Swedia, Christian Wilhelmsson. Eks pemain FC Nantes (Prancis) itu dibanderol sekitar 3,5 juta Euro. 

Setelah kedua pemain itu--terkecuali pada 2014, 2016, 2017, dan 2019--rekor pemain termahal di Liga Arab Saudi terus-menerus pecah. Pada Agustus 2021, Pereira memecahkan rekor transfer pemain asing termahal saat diboyong Al-Hilal SFC. Masih berusia 26 tahun ketika itu, eks winger West Bromwich Albion tersebut dihargai 18 juta Euro. 

Tak hanya pemain, klub-klub Arab Saudi juga rutin memboyong pelatih-pelatih yang punya pamor di tingkat global. Di antara lainnya, Leonardo Jardim dan Mano Manezes tercatat pernah melatih klub-klub di Arab Saudi. Pada 2017, Jardim membawa Monaco jadi juara Liga Prancis, sedangkan Manezes merupakan eks pelatih timnas Brasil. 

Simon Chadwick, pengamat olahraga dari Emlyon Business School, menilai Arab Saudi mulai menggantikan China sebagai destinasi "terakhir" pesepak bola Eropa. Jika dibandingkan China, menurut dia, kualitas sepak bola di Arab Saudi lebih mumpuni. 

"Sepak bola Arab Saudi juga lebih berkualitas di tingkat klub dan internasional. Ada kegandrungan luar biasa terhadap olah raga itu sehingga menjadikan Arab Saudi sebagai destinasi yang menarik bagi para pemain dari seluruh dunia," jelas Chadwick seperti dikutip dari Associated Press. 

Regulasi yang dibikin Saudi Arabia Football Federation (SAFF) juga menyokong eksodus pemain asing itu. Pada musim 2017/2018, merilis regulasi yang membolehkan klub-klub di Arab Saudi memboyong hingga tujuh pemain asing ke dalam tim. Enam pemain diperbolehkan bermain di lapangan dan satu lainnya duduk di bangku cadangan. 

Langkah itu mengangkangi aturan yang telah dibuat Asian Football Confederation (AFC) sebelumnya. Aturan AFC hanya membolehkan klub-klub di negara-negara yang berada Teluk Arab mengontrak empat pemain asing. Satu pemain harus berasal dari negara-negara di Asia dan sisanya bisa ditransfer dari berbagai belahan dunia. 

Seolah mengakomodasi eksodus pemain asing, SAFF juga rutin mendongkrak jumlah klub yang berhak berkompetisi di liga. Pada 2017, jumlah klub yang ikut serta di liga utama naik menjadi 16 klub dari sebelumnya hanya 14 klub. Tahun ini, jumlah klub yang berkompetisi di liga utama juga naik lagi menjadi 18 klub. 

Pada musim 2019/2020, SAFF menambah satu syarat lagi bagi pemain asing untuk bermain di liga. Klub-klub di Arab Saudi hanya boleh mengontrak pemain asing yang rangking timnasnya berada di bawah 100 dalam pemeringkatan versi FIFA.

Dalam "Just for kicks: The story behind the secret sauce in Saudi football", Ashish Magotra menulis kebijakan itu diambil SAFF setelah gagalnya eksperimen meminjamkan para pemain Arab Saudi ke klub-klub di Liga Spanyol. Pemain Arab Saudi jarang dimainkan lantaran dianggap tak punya kapabilitas untuk bermain di level La Liga.

"Arab Saudi, ketika melihat rencananya gagal, dengan segera bermanuver dan mengubah taktik. Mereka memutuskan untuk mendongkrak kualitas liga domestik mereka sendiri," tulis Magotra

Pemain klub Inggris New Castle United (NCU) berlatih di stadion milik Al Hilal di Arab Saudi, Desember 2022. Mayoritas saham NCU kini dimiliki perusahaan finansial bentukan Kerajaan Arab Saudi. /Foto Instagram @nufc

Mengekor UEA dan Qatar

Tak hanya mengundang pemain-pemain beken untuk bermain di liga domestik, Arab Saudi juga menegaskan eksistensinya di kancah sepak bola global dengan mengakuisisi klub-klub di Eropa. Pada akhir 2019, Arab Saudi via Public Investment Fund (PIF) sukses membeli New Castle United (NCU) dari pengusaha retail, Mike Ashley. 

PIF ialah lembaga investasi yang dikendalikan Pangeran Mohammad bin Salman (MBS), penguasa de facto Kerajaan Arab Saudi. Dalam laporan tahunan PIF, MBS dan Raja Abdulaziz rutin memberikan pernyataan terhadap kinerja lembaga tersebut.  Menurut salah satu sumber Telegraph, PIF juga turut mendanai transfer Ronaldo.

Untuk jual-beli New Castle United, Amanda Staveley jadi broker transaksi bernilai 350 juta Poundsterling itu. Pada 2008, Staveley jadi arsitek pembelian Manchester City oleh  Sheikh Mansour bin Zayed al-Nahyan, anggota kerajaan Uni Emirat Arab (UEA). 

Langkah UAE diikuti Qatar yang juga kini pemilik Paris Saint-Germain (PSG). Diakuisisi Qatar Sports Investments pada Mei 2011, PSG bertransformasi menjadi klub raksasa Eropa. Kini, PSG dihuni pemain-pemain top dunia, semisal Kylian Mbappe, Lionel Messi, dan Neymar. 

"PIF bisa mengikuti jejak Uni Emirat Arab yang mendirikan City Football Group dan membangun model kepemilikan banyak klub. Secara efektif, kita bisa punya klub induk dan banyak satelit," jelas pakar finansial sepak bola Kieran Maguire dalam sebuah wawancara yang tayang di CNBC. 

Setelah membeli City, Zayed al-Nahyan mendirikan City Football Group sebagai perusahaan pengelola asosiasi sepak bola. Seiring waktu, City Football Group membeli dan mengelola 11 klub sepak bola di seluruh dunia. Belakangan, perusahaan itu juga dilaporkan membidik Totenham Hotspur. 

Arab Saudi punya kans untuk membangun model bisnis seperti itu. Selain New Castle United yang kini rutin di bertengger papan atas Liga Inggris, Arab Saudi telah punya Almeria. Pada 2020, klub kecil di divisi kedua Liga Spanyol itu dibeli Turki Al-Sheikh. 

Al-Sheikh adalah salah satu orang kepercayaan MBS. Di pemerintahan Arab Saudi, Al-Sheikh dipercaya MBS sebagai Kepala Badan Otorita Olahraga dan Hiburan. Posisi itu diduduki Al-Sheikh sejak 2017.  Oleh MBS, Al-Sheikh juga ditugasi merealisasikan Vision 2030 di bidang olahraga. 

Di antara lainnya, target Vision 2030 di bidang olahraga ialah meningkatkan popularitas olahraga di kalangan publik, mendorong partisipasi publik dalam berolahraga, mencetak atlet-atlet berkualitas, mendongkrak kualitas olahraga domestik, serta menjadikan olahraga sebagai penyumbang pendapatan negara. 

Pada sepak bola, selain mendongkrak citra liga domestik dengan mengundang Ronaldo cs, Arab Saudi kini membidik jadi tuan rumah Piala Dunia 2030.  Ronaldo telah ditugasi Arab Saudi untuk jadi duta besar untuk merealisasikan misi itu. 

"Ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang bakal dicapai Vision 2030. Pemimpin saya (MBS) akan mengagetkan rakyat Arab Saudi dengan lebih banyak hal baru. Kita siap memenuhi tuntutannya setiap saat," kata Al-Sheikh dalam sebuah wawancara usai laga PSG vs Arab Saudi All Stars, Jumat (20/1) lalu. 

Laga persahabatan itu mempertemukan Lionel Messi dan Ronaldo. Usai laga, muncul rumor Arab Saudi berniat memboyong Messi ke liga domestik. Rumor itu bukan tak berbasis. Messi kini berstatus sebagai duta besar untuk turisme Arab Saudi. 

"Saat ini, kita tidak tahu apa-apa mengenai kemungkinan kedatangan Lionel Messi... Tetapi, tentu saja kami ingin melihat Cristiano dan Messi bermain di liga yang sama lagi," kata Sekretaris Jenderal SAFF Ibrahim Alkassim seperti dikutip dari Marca

Ihwal rencana Arab Saudi untuk membidik jadi tuan rumah Piala Dunia 2030, pengamat sepak bola Simon Chadwick menyebut itu bukan hal yang mustahil. Apalagi, Arab Saudi sukses mengajak Mesir dan Yunani untuk jadi tuan rumah bersama mereka. MBS juga diisukan dekat dengan bos FIFA, Gianni Infantino. 

"Ini konsisten dengan apa yang coba dilakukan Arab Saudi dalam sepak bolah dan secara umum sejalan dengan arah kebijakan mereka di bidang olahraga selama tujuh tahun terakhir," kata Chadwick seperti dikutip dari Sportico. 

Arab Saudi bukannya tanpa penantang. Saat ini, tawaran untuk jadi tuan rumah telah diajukan oleh Spanyol, bersama Portugal dan Ukraina. Proposal lainnya diajukan oleh sejumlah negara di Amerika Latin, termasuk di antaranya Argentina,  Uruguay, Paraguay, dan Cile. Tahun depan, FIFA bakal menggelar voting untuk menentukan tuan rumah Piala Dunia 2030.

Timnas Arab Saudi di Piala Dunia Qatar 2022. /Foto Instagram @saudiint

Miskin pengalaman berlaga di Eropa

Statistik mencatat Arab Saudi memang jadi salah satu negara Asia paling sukses di ranah sepak bola. The Falcons, julukan timnas Arab Saudi, telah menyabet tiga gelar juara Piala Asia dan enam kali lolos ke putaran final Piala Dunia. Di peringkat FIFA, per Desember 2022, Arab Saudi bertengger di posisi ke-49. 

Pada Piala Dunia Qatar 2022, Arab Saudi juga sempat membuat kejutan dengan menaklukkan Argentina 2-1 di fase grup. Namun, tak seperti Jepang, Korea Selatan, dan Maroko, The Falcons gagal melaju ke babak knock-out lantaran kalah di dua laga lainnya.

Para pundit sepakat Arab Saudi selalu melempem di putaran final Piala Dunia lantaran para pemainnya miskin pengalaman berlaga di Eropa. Di Piala Dunia 2022, misalnya, Arab Saudi jadi satu dari dua tim yang seluruh pemainnya hanya bermain di liga domestik. Tim lainnya ialah Qatar. 

Situasi itu tak terlepas dari kebijakan yang dirilis otoritas olahraga Arab Saudi sendiri. Usai Piala Dunia 1994, SAFF melarang penghuni timnas Arab Saudi pindah ke klub-klub di luar negeri.  Larangan itu dicabut usai Piala Dunia 1998. Namun, pesepak bola kadung nyaman bermain di liga sendiri. 

Sepanjang sejarah, tercatat hanya segelintir pemain Arab Saudi yang pernah merasakan ketatnya persaingan di liga Eropa. Salah satunya ialah Sami Al Jaber, eks striker The Falcons yang pernah membela Arab Saudi di Piala Dunia 1994, Piala Dunia 1998, Piala Dunia 2002, dan Piala Dunia 2006.

Pada 2000,  Al Jaber--ketika itu masih berseragam Al-Hilal--sempat dipinjam Wolverhampton, salah satu klub Liga Inggris. Di liga, Al Jaber tampil memukau. Dave Jones, manajer Wolverhampton kala itu, tertarik meminangnya. Namun, Al Hilal melarang transfer permanen Al Jaber.

"Klub-klub di Arab Saudi tidak mau memberikan apa yang layak mereka dapatkan. Jika Arab Saudi ingin punya pemain cemerlang di masa depan, mereka harus merelakan pemain-pemainnya pergi (bermain di liga-liga Eropa," kata Al Jaber seperti dikutip dari The Guardian. 

Pelatih Arab Saudi, Herve Renard, mengakui tak punya pemain dengan jam terbang di Eropa jadi kendala bagi The Falcons untuk meraih kesuksesan di masa depan. Padahal, kualitas pemain Arab Saudi tak kalah jika dibandingkan dengan mayoritas pesepak bola yang bermain di klub-klub di Eropa. 

"Saya yakin seratus persen kualitas mereka tak kalah. Saya rasa akan jadi hal baik jika mereka bisa melakukannya (bermain di Eropa)... Tapi, saya juga harus menghargai pilihan mereka untuk tetap bertahan di liga domestik," kata Renard. 

Lantas bagaimana sekarang? Yasser Al Misehal, Presiden SAFF, mengatakan bakal memfasilitasi para pemain mudanya untuk berlaga di Eropa. Terlebih, sejumlah pemain The Falcons tampil cukup cemerlang di Piala Dunia 2022, semisal midfielder Mohammed Kano, winger Salem Al Dawsari, dan pemain bertahan Saul Abdulhamid.

"Saya tidak akan kaget jika dalam setahun ini akan ada pemain Arab Saudi yang bermain di liga-liga di Eropa. Mungkin tidak akan di liga-liga yang paling kompetitif, tapi kita akan segera melihat para pemain muda kita bermain di Eropa," kata dia. 

Piala Asia bakal jadi misi pertama The Falcons untuk merealisasikan mimpi jadi salah satu negara raksasa sepak bola dunia. Ajang itu bakal digelar Qatar tahun depan. Seperti biasanya, Arab Saudi jadi salah satu tim favorit untuk merengkuh gelar juara. 
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid