sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kampanye berbasis isu lokal: Efektifkah mengantarkan caleg ke Senayan? 

KPU menganjurkan agar para caleg di Pemilu 2024 mengampanyekan isu-isu yang jadi persoalan publik di dapil masing-masing.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 03 Agst 2023 18:57 WIB
Kampanye berbasis isu lokal: Efektifkah mengantarkan caleg ke Senayan? 

Mendongkrak upah buruh perempuan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jadi tema utama kampanye Jumiyem pada Pemilu 2024. Calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Buruh itu merasa kondisi mayoritas buruh perempuan di DIY terpuruk lantaran digaji di bawah upah minimum provinsi (UMP). 

"Padahal, UMP Yogyakarta sudah sangat murah. Buruh perempuan di Yogyakarta sering dianggap konco wingking (teman pelengkap). Mereka dibayar lebih murah dibanding buruh laki-laki. Bahkan diupah seenaknya," ucap Jumiyem saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (26/7).

Caleg yang konsen dengan isu distribusi keadilan ini menyebut buruh perempuan yang banyak terdapat di pasar-pasar Yogyakarta luput dari program jaminan sosial pemerintah. Mereka kerap merogoh kocek sendiri ketika menghadapi persoalan kesehatan dan kecelakaan kerja.

"Buruh perempuan di Yogyakarta upahnya sangat kecil dengan beban kerja yang sangat besar. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya perlindungan sosial, baik dari jaminan sosial kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan," ucap Jumiyem.

Jumiyem menyebut Pemprov DIY belum memiliki solusi untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan ketenagakerjaan pada buruh perempuan. Selain soal nasib buruh perempuan, ia berjanji bakal merampungkan pembahasan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang sudah terlantar di DPR nyaris 20 tahun jika terpilih nanti.

"Saya menggalang dukungan dengan kelompok-kelompok PRT sembari mengangkat isu ini ke kancah nasional, bahwa masalah ketenagakerjaan di Yogyakarta perlu disuarakan sampai pusat. Saya yakin isu ini bisa menjadi dukungan suara," ucap caleg Partai Buruh nomor urut 2 di dapil Yogyakarta itu. 

Pada pentas pileg DPRD DKI, upaya mengangkat isu lokal sebagai "jualan" politik sempat dilakoni politikus Golkar Rian Ernest. Semula maju sebagai caleg di dapil Jakarta Utara, Rian sempat mengampanyekan bakal memperjuangkan akses dan ketersediaan air bersih bagi para konstituennya di ibu kota. 

Namun, isu itu tak jadi diangkat oleh Rian setelah ia dipindah ke dapil Jakarta Timur. "Sementara air bersih belum menjadi masalah mendesak di Jakarta Timur," ucap eks politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu kepada Alinea.id. 

Sponsored

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari sempat mewacanakan bakal merumuskan konsep kampanye baru di pentas pileg agar isu-isu lokal tak tenggelam. Berbasis pengalaman di Pemilu 2019, Hasyim menyebut perhatian publik dan pemilih kerap terbetot pada isu-isu seputar pilpres. 

"Isu-isu yang dibawa caleg-caleg anggota DPR pusat, provinsi, kabupaten/kota itu seolah-olah tenggelam dibanding dengan isu atau topik yang diangkat dalam pilpres," ungkap Hasyim. 

Ilustrasi buruh perempuan. /Foto Antara

Terpinggirkan 

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menilai isu publik yang sifatnya lokal memang kerap tak dilirik partai politik saat pemilu. Pada masa kampanye, kebanyakan caleg juga hanya kerap menjalankan agenda parpol.

"Visi-misi dan program yang ditawarkan caleg itu cenderung adalah turunan dari visi-misi partai politik kalau kampanye. Jadi, bukan isu-isu yang jadi perhatian publik setempat," ucap Armand kepada Alinea.id, Selasa (25/7).

Armand menilai imbauan KPU mengenai kampanye berbasis isu lokal juga masih setengah hati. Pasalnya, tidak ada insentif dan disinsentif bagi caleg yang mengedepankan isu lokal. "Sehingga caleg pragmatis saja. Selain itu, KPU tidak mengatur rinci terkait isu publik yang itu seperti apa," kata dia. 

Menurut Armand, banyak provinsi dan kabupaten yang memiliki segudang masalah lokal yang perlu sentuhan dari pusat. Ia mencontohkan maraknya kasus perdagangan orang di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan konflik antara warga dengan perusahaan di Wadas, Jawa Tengah. Namun, sebagian isu domestik itu sengaja tak dikampanyekan karena berkaitan dengan parpol atau petinggi parpol. 

"Seperti kasus lumpur Lapindo (di Sidoarjo) dan Desa Wadas itu sensitif untuk partai tertentu. Makanya, enggak diangkat ke nasional. Itu juga realita. Seringkali calon-calon legislatif itu cukup hati-hati untuk mengangkat isu-isu tertentu," ucap Armand.

Isu-isu lokal, lanjut Armand, cenderung lebih banyak dijadikan bahan kampanye pada pentas pilkada atau kader parpol yang jadi kepala daerah. Pada level nasional, kebanyakan caleg hanya sibuk memoles citra pribadi dan memajukan kepentingan parpol. 

"Mereka juga harus berani. Dalam setiap alat peraga kampanye itu, misalnya, juga wajib menyampaikan visi-misi mengenai isu mereka. Supaya tidak hanya fokus pada citra diri, tapi memang ada visi advokasi yang dibawa dari isu lokal," kata Armand.

Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS) Arman Salam menganggap wajar jika mayoritas caleg lebih memilih mengampanyekan isu-isu di pentas pilpres ketimbang mengadvokasi persoalan-persoalan di dapil. Pasalnya, pertarungan politik antarkandidat presiden kerap lebih membetot perhatian publik ketimbang isu publik di daerah. 

"Ibarat jalan, maka isu pilpres adalah jalan tol bebas hambatan. Dalam aspek politik nasional, isu terkait pilpres menjadi primadona sehingga isu-isu politik lain akan tertutup," kata Arman kepada Alinea.id, Senin (24/7).

Dari sisi partai, kapitalisasi isu terkait pilpres juga dianggap jauh lebih berdampak secara elektoral ketimbang advokasi persoalan-persoalan lokal. "Jangan lupa sentimen isu pilpres ini dapat menaikkan atau menurunkan suara partai," ucap Arman.

Meski begitu, bukan tidak mungkin isu lokal mengalahkan isu terkait pilpres. Namun, persoalan-persoalan lokal itu harus sangat "seksi" dan berdampak bagi masyarakat luas. "Namun, hanya sedikit wilayah yang memiliki isu lokal yang ekstrem," ucap Arman.

Anggota DPR RI Guspardi Gaus bermain domino bersama tokoh pemuda dan tokoh masyarakat Sumatera Barat, Desember 2022. /Foto Instagram @guspardi.gaus

Ampuh? 

Pendapat berbeda diungkap anggota DPR RI Guspardi Gaus. Asalkan dikelola dengan baik, menurut Guspardi, isu-isu lokal sebenarnya ampuh sebagai amunisi kampanye pemilu. Itu setidaknya ia buktikan sendiri setelah lolos jadi anggota DPR RI pada Pileg 2019. 

"Saya ikut memperjuangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat (UU Sumbar). Saya paham betul masalah dan karakter masyarakat Minangkabau," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu kepada Alinea.id.

Guspardi saat ini tercatat sebagai salah satu caleg yang bakal bertarung di dapil Sumatera Barat II. Pada 2019, Guspardi juga berkompetisi di dapil tersebut. Ketika itu, isu yang diangkat Guspardi ialah terkait pentingnya falsafah adat masyarakat Minangkabau tertuang dalam UU Sumbar. 

"Falsafah lokal adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah itu sangat sakral bagi masyarakat Minangkabau. Itu dikehendaki menjadi acuan aturan mengenai lokalitas Sumatera Barat. Masyarakat sangat vokal menyuarakan segala isu berkaitan dengan otonomi daerah," kata Guspardi. 

Falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah merupakan filosofi hidup yang dipegang erat masyarakat Minangkabau. Secara sederhana, falsafah itu menjadikan ajaran Islam sebagai satu-satunya landasan atau pedomana dalam berperilaku. 

Saat ini, Guspardi mengaku tengah mengawal isu sertifikasi tanah ulayat di Sumatera Barat. Menurut dia, banyak tanah ulayat di Sumatera Barat yang raib setelah berstatus sebagai lahan HGU milik negara, diserobot, atau digarong mafia tanah. 

"Saya berusaha mendekati masalah ini dan mengajak Menteri Agraria untuk memberikan solusi sertifikasi agar tanah ulayat yang dijadikan HGU bisa kembali menjadi tanah ulayat. Presiden Jokowi punya obsesi mengenai 9 juta sertifikat tanah. Saya merasa ini sertifikat tanah ini bisa menjadi solusi menjaga tanah ulayat agar tidak diambil alih negara," tutur dia.

Tak hanya lobi-lobi, Guspardi juga turun ke lapangan. Ia mengaku mendekati kalangan pemegang tanah ulayat supaya bersedia mendaftarkan sertifikasi aset tanah ulayat. "Ini upaya untuk membangun hubungan dengan calon pemilih. Saya bilang kepastian hukum ini penting," jelas dia. 

Guspardi optimistis upayanya mengadvokasi sertifkasi tanah ulayat di Sumatera Barat bakal berbuah manis. Apalagi, isu itu telah menjadi perhatian dia jauh sebelum genderang Pileg 2024 dibunyikan.

"Saya di DPR bukan datang, duduk, dengar, duit. Tapi, saya sudah punya rekam jejak memperjuangkan hal-hal lokal Minang di DPR dan sudah ada yang terwujud," cetus dia. 

 

Berita Lainnya
×
tekid