sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Figur politik bermasalah, politik Indonesia bisa terus gaduh

Tidak ada jaminan kalau presiden yang menjabat selama lima tahun bisa benar-benar memakmurkan rakyatnya atau menjaga stabilitas negara.

Arif Kusuma Fadholy
Arif Kusuma Fadholy Selasa, 27 Feb 2018 13:46 WIB
Figur politik bermasalah, politik Indonesia bisa terus gaduh

Kegaduhan politik menjelang pemilu umum mulai terasa. Berita bohong atau hoaks mulai merajalela di laman media sosial dan aplikasi pesan. Sebutan kata-kata yang tidak santun seperti 'cebong' hingga 'onta' kerap ditemukan di lini media sosial.

Belum lagi, ribut-ribut antara anggota partai politik. Mulai dari mahar politik, hingga saling mengklaim sebagai pemimpin yang sah. Hal ini turut menambah kegaduhan demokrasi negara hingga saling sindir politikus.  

Kegaduhan dan ketegangan politik tersebut dinilai Pengamat Politik Indria Samego karena Indonesia saat ini memiliki masalah tentang figur politik. Indria kemudian membandingkan dengan Amerika Serikat (AS) yang dinilai lebih matang secara demokrasi. 

"Situasi Pemilihan Presiden tenang-tenang saja, meskipun lima tahun sekali. Malah ada kemajemukan dan melahirkan kontestasi," kata Indria. Padahal di Amerika kata Indria, Pilpres di Amerika tidak dipersiapkan benar-benar seperti Indonesia. Sehingga tidak menimbulkan was-was. Seharusnya, menurut Indria situasi di Indonesia biasa saja.

Memang proses perubahan dari otoritarianisme menuju demokrasi. Misalnya, belum bisa netral dan prosesnya terbilang mahal. Apalagi masih banyak persoalan terkait perubahan tersebut.

"Transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi memang tidak mudah. Problem kontekstual seperti adanya politik identitas, serta tidak diimbangi oleh regenerasi hukum yang cepat. Hal tersebut menjadi  penghambat demokrasi. 

Mantan Menteri BUMN era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dahlan Iskan menambahkan, sejarah membuktikan butuh waktu yang panjang apabila ingin kemajuan membutuhkan perjalanan yang panjang. Maka, tidak ada jaminan kalau presiden yang menjabat selama lima tahun bisa benar-benar memakmurkan rakyatnya atau menjaga stabilitas negara. 

Dahlan mencontohkan China sedang merencanakan sistem kepemimpinan presiden dua periode dicabut. Sehingga, presiden di China bisa lebih dari dua kali memimpin negara hal ini bertujuan agar kestabilan terjaga. 

Sponsored

"Tahun 2030 China bertekad harus mengalahkan AS. Tidak mungkin tercapai bila tidak ada kestabilan panjang. Tahun 2021, China juga bertekad tidak ada masyarakat miskin," tukas Dahlan. 

Sementara di Indonesia kata Dahlan setiap lima tahun selalu ada kisruh dan kondisi tidak tenang dalam menghadapi Pilpres. Menurutnya, masalah bangsa kerap menyita perhatian sehingga cita-cita besar bangsa justru terabaikan. 

Berita Lainnya
×
tekid