sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pernyataan Ketua DPD soal MK dinilai tak beretika

"Kalau ngomong di depan publik goblok-goblokin lembaga negara, itu menyalahi etika sebagai penyelenggara negara."

Robi Ardianto
Robi Ardianto Jumat, 27 Jul 2018 21:18 WIB
Pernyataan Ketua DPD soal MK dinilai tak beretika

Pernyataan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO)  yang mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan sebutan ‘goblok’ saat sedang siaran langsung di salah satu televisi swasta nasional, mendapatkan kritik keras dari berbagai kalangan. Direktur Jenggala Center, Syamsuddin Radjab, menyampaikan kritik serupa. 

Syamsuddin menyebut, ucapan seperti itu tidak etis diucapkan oleh penyelenggara negara. Terlebih OSO saat ini menjabat sebagai ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

“Itu OSO sebagai penyelenggara tidak etis. Sebagai pejabat negara, mustinya punya standar etika yang lebih tinggi dari kita-kita ini. Kalau ngomong di depan publik goblok-goblokin lembaga negara, itu menyalahi etika sebagai penyelenggara negara, dan itu diatur dalam TAP MPR berkaitan dengan etika penyelenggara negara, harus santun, sopan dan seterusnya, menyampaikan pendapat di depan publik itu dengan etika dan norma publik,” ujar Syamsuddin dalam diskusi di kantor Formappi, Jakarta, Jumat (27/7).

Menurutnya, OSO dalam keadaan panik saat menyampaikan pernyataan tersebut. Kepanikan yang dia maksud, disebabkan keputusan MK untuk melarang pengurus partai politik menjadi anggota DPD, sehingga membuat OSO harus berpikir mengenai langkah lanjutan yang harus dia ambil.

"Apalagi pendaftaran untuk calon anggota DPR sudah ditutup pada tanggal 23 Juli yang lalu, sedangkan mayoritas pengurus Partai Hanura mencalonkan diri menjadi anggota DPD," sebutnya.

Syamsuddin juga melihat apa yang dilakukan MK sudah tepat, karena memang semestinya DPD dikembalikan kepada fungsi semula sebagai representasi suara daerah. Sebab DPR dan DPD merupakan keanggotaan MPR yang memiliki peran, fungsi, dan kewenangan yang berbeda.

UU pun telah mengatur pemisahan kewenangan DPD dan DPR secara tegas. Maka masuknya pengurus Parpol dalam keanggotaan DPD, dianggap sebagai pencaplokan hak politik terhadap kelembagaan DPD.

“Kalau bahasa kasarnya itu aneksasi politik terhadap kelembagaan DPD, jadi kalau masih menempatkan politisi di DPD, itu betul-betul keserakahan politik seseorang, karena dia ingin menguasai parlemen dan DPD. Dan rata-rata orang yang pindah dari Parpol ke DPD itu kalau bukan yang kalah di Parpol, sudah tua, atau ingin menguasai lembaga negara itu,” tutur Syamsuddin.

Sponsored

Sementara itu, Ketua DPP Hanura Kubu Sudding, Zulfahri Pahlevi, menganggap keputusan MK terkait larangan pengurus parpol mencalonkan diri sebagai anggota DPD itu sudah tepat.

Zulfahri mengaku bahwa protes terbanyak terhadap putusan tersebut, muncul dari Hanura di bawah kepemimpinan OSO. Ini disebabkan banyaknya pengurus Hanura kubu OSO yang berada di DPD.

Menurutnya, kubu OSO ingin memegang kekuasaan penuh, baik di parlemen maupun di DPD. Mereka ingin menjadi DPD sekaligus ingin menguasai parlemen dengan tetap jadi pengurus Parpol. 

“Yang komentar itu kan kebanyakan yang di bawahnya pak OSO, selain itu kan jarang. Oke ada Golkar, PPP, dan lain-lain (di DPD), tapi jumlahnya nggak sebanyak Hanura, hampir sepertiga anggota DPD itu anggota Hanura,” jelas Zulfahri. 

Berita Lainnya
×
tekid