sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Belum ada titik temu jadwal pemilu, pemerintah disebut tarik ulur

Tahapan yang dimampatkan tentu akan berdampak pada semakin banyaknya tahapan pemilu dan pilkada yang beririsan.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Senin, 13 Des 2021 17:14 WIB
Belum ada titik temu jadwal pemilu, pemerintah disebut tarik ulur

Penetapan jadwal pemilihan umum (pemilu) 2024 belum diputuskan, lantaran belum ada titik temu antara pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU sebenarnya menginginkan agar jadwal Pemilu segera ditetapkan.

KPU telah melayangkan surat permohonan kepada Komisi II DPR RI untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pada 7 Desember 2021. Rapat ini untuk membahas sejumlah hal, salah satunya jadwal pelaksanaan pemilu. Sementara di sisi lain, Komisi II DPR memilih pembahasan jadwal pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 digelar di masa persidangan berikutnya atau pada awal 2022 mendatang.

Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera menyebut, belum ditetapkannya jadwal Pemilu 2024 lantaran adanya tarik menarik, khususnya dari pihak pemerintah. Alasannya, kata Mardani, suhu politik naik di masa pandemi.

"Masih tarik-menarik. Pemerintah khususnya," kata Mardani saat dihubungi Alinea.id, Senin (13/12).

Menurut politikus PKS ini, sejak awal Fraksi PKS mendukung usulan KPU agar jadwal Pemilu digelar pada 21 Februari 2024, sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yang mengamanatkan bahwa hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan oleh KPU. Di sisi lain, sebut Mardani, pemerintah mengusulkan pemilu digelar pada Mei 2024.

"PKS sejak awal dukung usulan KPU. Dalam beberapa pembahasan sebelumnya, Komisi II sudah punya kesepakatan dengan KPU pada Februari 2024," jelas Mardani.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi mengatakan mandegnya pembahasan jadwal Pemilu 2024 dari sisi pemerintah. Menurutnya, pemerintah ingin tahapan Pemilu 2024 tidak terlalu panjang karena alasan ekonomi dan stabilitas politik, sehingga ingin tahapan dimulai di bulan Juni.

"Maka itu, pemerintah menahan dengan alasan akan diputuskan nanti ketika penyelenggara pemilu yang baru terpilih," kata Nurul saat dihubungi Alinea.id, Senin sore.

Sponsored

Padahal, kata Nurul, di jeda waktu ini, sebelum tahapan pemilu dimulai, KPU bisa melakukan persiapan-persiapan, seperti menyiapkan PKPU tahapan, mendesain penyederhanaan teknis tahapan, menguji coba Sirekap agar lebih siap untuk digunakan meski hanya sebagai alat bantu rekapitulasi, juga mensosialisasikan penggunaan Sipol dari sekarang.

Nurul menegaskan, tahapan yang dimampatkan tentu akan berdampak pada semakin banyaknya tahapan pemilu dan pilkada yang beririsan.

"Tahun 2023 dan 2024 akan luar biasa berat bagi penyelenggara pemilu. Nah, di masa jeda ini, pemerintah dan DPR bisa memutuskan apakah penyelenggara pemilu di daerah akan diperpanjang masa jabatannya. Sebab, kalau tidak, dengan tahapan yang saling beririsan, kalau penyelenggara di daerah juga disibukkan dengan proses rekrutmen, akan tambah kompleks," beber Nurul.

Menurut dia, agar kompleksitas Pemilu 2024 dapat diuraikan, seharusnya jadwal Pemilu 2024 sudah ditentukan. Dengan demikian, semua pihak dapat bersiap untuk menyongsong Pemilu 2024 yang dilakukan secara serentak tersebut.

"Daripada semuanya stuck, menunggu jadwal pemilu yang masih ditahan oleh pemerintah, sebaiknya bisa dikerjakan segala persiapan untuk Pemilu 2024, dan diputuskan hal-hal seperti perpanjangan masa jabatan penyelenggara pemilu di daerah untuk mengurangi kompleksitas tahapan. Memang semestinya kepastian jadwal itu segera ditetapkan, agar semuanya bisa bersiap," kata Nurul.

"Karena, kalau pemerintah menunggu KPU yang baru dilantik, kesannya seperti mengurangi kewenangan KPU yang saat ini masih menjabat. Padahal, KPU saat ini masih punya wewenang untuk ikut menetapkan jadwal Pemilu 2024," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid