Mahfud MD tidak habis pikir penundaan pemilu diputuskan PN
Putusan itu dipicu oleh gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD ikut mengomentari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) untuk melakukan penundaan pemilu. Putusan itu dipicu oleh gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).
Mahfud mengatakan, putusan itu hanya menunjukan adanya sensasi yang berlebihan dari PN Jakpus. Ia masih tidak habis pikir, pengadilan putusan tersebut menganggu jalannya pesta demokrasi oleh sebuah partai yang bahkan tidak lolos sebagai peserta.
"Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN," katanya dalam akun media sosial Instagram @mohmahfudmd, Jumat (3/3).
Menurutnya, vonis itu dinilai salah, bahkan bisa diterapkan dalam logika sederhana dan mudah dipatahkan. Sayangnya, vonis ini dianggap bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi.
"Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," ujarnya.
Maka dari itu, KPU diminta untuk mengajukan banding terhadap putusan tersebut dan ia meyakini sebagai penyelenggara mestilah Hasyim Asyari cs menang.
"Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," ucapnya.
Mahfud menerangkan sejumlah alasan mulai dari sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum serta kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri.
Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Bawaslu, tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.
"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," cuitnya lagi.
Mahfud menyampaikan, jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Terlebih, pengadilan umum jelas tidak memiliki kompetensi tersebut dan perbuatan melawan hukum secara perdata tidak bisa menjadi objek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu.
"Itu pakemnya," tukasnya.
Ia mengingatkan, menurut undang-undang, penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia. Sebagai contoh, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan.
Penetapannya pun bukan berdasar vonis pengadilan, tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu. Maka dari itu, vonis PN tersebut tak bisa dieksekusi.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Cerita mereka yang direpresi di BRIN: Dari teguran hingga pemotongan tukin
Selasa, 21 Mar 2023 12:10 WIB
Benarkah thrifting mengancam bisnis lokal?
Senin, 20 Mar 2023 18:55 WIB